Warga merawat tanaman sayuran yang ditanam di sentra sayuran bawah kolong (Trasa Balong) Jalan Layang Cipinang, Jakarta, Selasa (2/1). Trasa Balong merupakan salah satu inovasi urban farming swadaya masyarakat RW 08 Cipinang di masa pandemi. | Aprillio Akbar/ANTARA FOTO

Opini

Aspek Religius Inovasi

Inovasi merupakan ibadah yang bisa menjadi jalan menggapai kesuksesan dan ridha Tuhan.

SATRIO WAHONO, Magister Filsafat Universitas Indonesia

Setahun lebih belakangan ini adalah tahun vivere pericoloso (tahun menyerempet bahaya) atau annus horibilis (tahun mengerikan).

Sebab pada kurun waktu itu, dunia termasuk Indonesia menghadapi hantaman virus korona di segala lini, khususnya di bidang ekonomi. Banyak bisnis lesu bahkan gulung tikar karena pelemahan ekonomi akibat virus korona.

Para pekerja pun banyak yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Pada titik inilah, pemeo terkenal “berinovasi atau mati” kian relevan saat ini. Pribadi ataupun usaha yang gagal berinovasi akan tergilas dan sulit bertahan hidup.

Jadi, mantra dunia ekonomi saat ini, sembari menunggu penyelesaian krisis kesehatan Covid-19 adalah inovasi. Memang, kata ‘inovasi’ mudah diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan. Namun, ada satu faktor sederhana yang bisa melejitkan inovasi.

 

 
Jadi, mantra dunia ekonomi saat ini, sembari menunggu penyelesaian krisis kesehatan Covid-19 adalah inovasi. 
 
 

Itulah kenyataan, inovasi sejatinya memiliki aspek religius. Singkat kata, inovasi itu ibadah! Betapa tidak, keniscayaan perubahan akan membuat umat agama mana pun berpikir, mereka harus menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.

Dalam Islam, begitu terkenal kutipan surah ar-Ra’d ayat 11 yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri.” Artinya, manusia tidak boleh berpangku tangan menghadapi perubahan.

Sebaliknya, manusia sebagai khalifah Allah yang dikaruniai akal budi harus mengambil prakarsa melakukan perubahan. Singkat kata, manusia harus ikut berubah alias berinovasi. Jadi, inovasi fitrah bagi manusia berakal sekaligus perintah Tuhan.

Tujuh peranti

Maka itu, setiap manusia seyogianya mencari cara ampuh secara jitu. Salah satunya, kita bisa belajar dari kisah klasik Ali Baba dalam hikayat Arabian Nights alias 1001 malam (adaptasi Andrew Lang, Puffin Books, 2005).

 
Calon inovator harus membuka diri pada inspirasi dari berbagai sumber dan bidang ilmu.
 
 

Ali Baba adalah kisah pemuda saleh dan bertakwa, tapi miskin yang menemukan mantra open sesame untuk membuka gua emas 40 penyamun. Jika direnungkan, cerita ini perlambang inovasi bagi kesuksesan dalam melakukan perubahan.

Sebab, secara lebih jauh, open sesame bisa diotak-atik sebagai akronim dari tujuh peranti penting berinovasi. Pertama, open-mindedness atau berpikiran terbuka. Calon inovator harus membuka diri pada inspirasi dari berbagai sumber dan bidang ilmu.

Kedua, study alias belajar. Tidak ada tempat bagi orang yang cepat puas diri atau pongah yang merasa paling pintar dalam dunia yang selalu berubah. Terus belajar menjadi syarat mutlak calon inovator untuk mendahului atau bahkan memantik perubahan.

Ketiga, empathic atau empati. Calon inovator wajib memperhatikan kebutuhan sesamanya. Kuncinya, ciptakan sesuatu yang memenuhi kemaslahatan sebanyak mungkin orang dan kesuksesan hasil inovasi pun akan menyusul sebagai efek ikutan.

Keempat, strategic value atau nilai strategis, yakni nilai yang sulit ditiru orang lain atau kompetitor dalam waktu dekat. Caranya, buatlah produk atau jasa inovasi unik atau punya diferensiasi tinggi.

 
Keenam, motivation atau motivasi. Ini sama juga dengan gelora batin terdalam calon inovator. Kita perlu mengetahui hasrat kita pada satu atau lebih bidang tertentu.
 
 

Kelima, action yang melambangkan aksi. Apabila kita memiliki ide sangat kreatif dan genial, wujudkanlah. Jangan biarkan segala ketakutan, seperti kurang modal, takut gagal, dan sebagainya, menyurutkan langkah sebagai calon inovator unggul.

Seribu ide indah tidak akan jadi apa-apa jika kita tidak mulai mengayunkan langkah. 

Keenam, motivation atau motivasi. Ini sama juga dengan gelora batin terdalam calon inovator. Kita perlu mengetahui hasrat kita pada satu atau lebih bidang tertentu.

Indikator gelora batin itu sederhana. Yaitu, apabila kita rela bekerja keras dalam suatu bidang bahkan jika prospek keuntungan belum terlihat, di bidang itulah kita perlu mencurahkan energi kita untuk merancang inovasi-inovasi.

Selain itu, calon inovator juga harus melandasi amal inovasinya dengan motivasi beribadah demi memenuhi ketaatan dan rasa cinta kepada Tuhan.

 
Berkecamuknya krisis di berbagai belahan dunia belakangan ini, seyogianya menyadarkan kita betapa tak terelakkannya perubahan.
 
 

Terakhir, endurance atau stamina dan konsistensi. Jangan cepat menyerah jika hasil inovasi kita tak segera menampakkan hasil. Tekuni dan perbaiki karya inovatif kita. Perlu diketahui, jarang sekali ada karya mendapatkan ganjaran mengesankan dengan seketika.

Namun, yakinilah apabila kita meniatkan kegiatan inovasi kita sebagai ibadah dengan dilandasi langkah-langkah berinovasi di atas, lambat laun kerja inovasi kita akan berbuah manis. Versi ringkasnya, sabar sesudah berikhtiar menjadi kata kunci.

Berkecamuknya krisis di berbagai belahan dunia belakangan ini, seyogianya menyadarkan kita betapa tak terelakkannya perubahan. Alih-alih kelabakan, kita harus menyadari inovasi merupakan ibadah yang dapat menjadi jalan menggapai kesuksesan dan ridha Tuhan.

Dengan demikian, jalan menuju inovasi brilian niscaya terbuka lebar. Kalaupun belum berhasil, kita tetap akan mendapatkan pahala dari Tuhan atas usaha kita tersebut. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat