IMAN SUGEMA | Daan Yahya | Republika

Analisis

Perekonomian di Persimpangan Covid-19

Kunci pemulihan ekonomi adalah sejauh mana efektifitas vaksinasi dan penerapan prokes.

Oleh IMAN SUGEMA

OLEH IMAN SUGEMA

Situasi perekonomian negara-negara di seluruh dunia pada tahun sangat tergantung pada kemampuan masing-masing dalam mengendalikan penyebaran Covid-19. Semakin cepat bisa mengendalikan situasi, semakin besar peluang untuk mencapai pemulihan ekonomi. Tentunya, tak terkecuali Indonesia.

Dalam konteks pengelolaan pandemi Covid-19 terdapat dua hal yang saling bertolak belakang. Di satu sisi dimulainya vaksinasi anti-Covid memberikan harapan yang cukup optimistis.

Tentunya dengan adanya vaksin, kita berharap tidak lama lagi akan bisa beraktivitas seperti sediakala. Ekonomi akan cepat pulih, bisnis akan berjalan normal dan kegiatan sosial tidak akan ada batasan lagi. 

Di sisi yang lain ternyata virus korona terus bermutasi menjadi berbagai strain yang baru. Hal ini tentunya menimbulkan tanda tanya yang serius, apakah vaksin yang sekarang tersedia mampu menangkal virus hasil mutasi. Kalau tidak, maka harapan untuk secepatnya mendapatkan kembali kehidupan yang normal mungkin harus kita buang jauh-jauh. Pemulihan ekonomi juga mungkin akan tertunda untuk sementara waktu.

Dalam menyikapi kedua kemungkinan situasi ini, yang paling krusial adalah membuat langkah-langkah kebijakan yang dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Apapun situasinya, kita harus mampu membalik keadaan. Berikut adalah beberapa langkah pokok yang harus menjadi prioritas kita.

 
Tetapi, pada prinsipnya lebih baik kita mendapatkan perlindungan dari sebagian virus daripada tidak sama sekali.
 
 

Yang paling utama adalah percepatan dan perluasan vaksinasi anti Covid-19. Walaupun belum ada bukti bahwa vaksin yang kita impor dari empat produsen akan secara efektif melindungi masyarakat dari penularan virus korona jenis baru hasil mutasi di Inggris dan Afrika Selatan, tetapi setidaknya keempat vaksin ini akan mampu menangkal jenis virus yang sekarang ini bertebaran di Indonesia. 

Itupun dengan catatan bahwa virus yang beredar di Indonesia tidak bermutasi menjadi jenis baru yang mampu beradaptasi dengan vaksin. Tetapi, pada prinsipnya lebih baik kita mendapatkan perlindungan dari sebagian virus daripada tidak sama sekali.

Berkaitan dengan hal ini, ada baiknya pengendalian melalui penerapan protokol kesehatan tetap dijalankan secara ketat. Pertanyaannya, seberapa ketat?  Belajar dari apa yang terjadi selama ini di mana jumlah kasus per hari semakin melambung secara eksponensial kita bisa mengambil kesimpulan bahwa protokol kesehatan kurang ketat dilaksanakan. 

Untuk hal ini tentu harus ada social engineering supaya masyarakat menjadi lebih alert terhadap situasi yang dihadapi kita bersama. Pelibatan ahli sosial tentunya akan sangat banyak menentukan hasil akhir.

Harap dicatat bahwa masalah Covid-19 ini bukan murni masalah kesehatan. Masyarakat perlu dibangunkan kesadarannya sehingga pola perilaku dan kebiasaan menjadi lebih adaptif terhadap penyebaran virus. 

 
Yang paling murah dan paling adaptif terhadap prokes adalah kegiatan usaha informal online maupun outdoor atau di ruang terbuka.
 
 

Seperti telah saya tulis berkali-kali beberapa waktu yang lalu, ada sekitar lebih dari 90 juta orang di Indonesia yang belum taat terhadap prokes. Pada umumnya mereka tahu dan sadar akan bahaya virus, tapi entah kenapa mereka sulit untuk bisa beradaptasi melalui penerapan prokes. Kita serahkan masalah ini kepada para ahli sosial.

Bersamaan dengan kedua hal tersebut, tampaknya program pemulihan ekonomi nasional (PEN) perlu diperkuat dengan beberapa langkah berikut ini.  Pertama, penguatan dan perluasan sektor informal untuk menampung limpahan tenaga kerja yang menganggur akibat PHK massal yang sudah berlangsung selama setahun terakhir ini. 

Re-skilling melalui Kartu Pra-Kerja tentunya akan menumbuhkan wirausaha baru yang perlu ruang untuk beraktivitas secara produktif. Yang paling murah dan paling adaptif terhadap prokes adalah kegiatan usaha informal online maupun outdoor atau di ruang terbuka. Harap diingat bahwa penyebaran Covid lebih banyak terjadi di ruang tertutup dengan sirkulasi udara yang buruk. 

Kegiatan usaha di udara terbuka memiliki potensi penyebaran virus yang jauh lebih rendah. Pada umumnya, aktivitas sektor berada di ruang terbuka. Karena itu, aturan-aturan pemerintah daerah yang sangat menghambat kegiatan usaha informal sebaiknya mulai dikendurkan.

 
Selain itu, selain tempat ibadah, tempat kerja merupakan wahana yang paling efektif untuk membiasakan diri taat melaksanakan prokes.
 
 

Tentu dengan catatan bahwa aturan ini kelak akan diketatkan kembali setelah pandemi usai. Untuk hal ini tampaknya pemerintah daerah di tingkat kota dan kabupaten harus lebih proaktif dan akomodatif. Masyarakat perlu mata pencaharian untuk menopang hidup dan tidak selamanya bantuan pemerintah dalam bentuk bansos atau apapun akan mencukupi.  

Kedua, berbagai insentif yang telah dirumuskan dalam PEN tampaknya perlu dikaitkan dengan ketaatan pengusaha dan unit usahanya dalam pelaksanaan prokes. Ketaatan ini tentunya akan menjamin bahwa kalaupun mereka diberi stimulus, insentif atau keringanan maka kegiatan berusaha mereka tidak akan menjadi klaster penyebaran virus. 

Dengan kata lain, efektivitas pemberian stimulus akan lebih terjamin. Selain tempat ibadah, tempat kerja merupakan wahana yang paling efektif untuk membiasakan diri taat melaksanakan prokes. Penerapan prokes yang diwajibkan oleh perusahaan akan lebih ditaati oleh pekerja dibandingkan paksaan oleh aparat hukum sekalipun.

Jadi, kunci pemulihan ekonomi adalah sejauh mana efektivitas vaksinasi dan penerapan prokes. Selain itu, terlebih penting lagi adalah daya adaptasi masyarakat dan pemerintah daerah terhadap masalah-masalah yang menyertai Covid-19.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat