Yonas Kedeikoto (15) mengikuti proses belajar mengajar secara daring di Kota Jayapura, Papua, Senin (10/8/2020). Tingkat pendidikan di Papua sejauh ini adalah yang paling rendah di Indonesia. | ANTARA FOTO/Indrayadi TH

Nusantara

Otsus Papua Diperpanjang

Alokasi dana otsus Papua 2,25 persen dari DAU nasional dinilai masih terlalu kecil.

JAKARTA—Pemerintah memastikan memperpanjang dana otonomi khusus (Otsus) Papua melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Bagi Provinsi Papua. Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, revisi UU 21/2001 juga mengatur kenaikan plafon alokasi dana otsus dari dua persen dari DAU nasional menjadi 2,25 persen terhadap DAU nasional.

Menkeu memperkirakan, perpanjangan dana Otsus Papua hingga 2041 dan peningkatan besarannya akan membutuhkan anggaran Rp 234,6 triliun. Jumlah tersebut dua kali lipat lebih besar dibandingkan total dana Otsus Papua selama dua dekade terakhir, yakni Rp 101,2 triliun. Perhitungan tersebut dengan asumsi kenaikan Dana Alokasi Umum (DAU) mencapai 3,02 persen per tahun berdasarkan rata-rata perkembangan pagu DAU selama sembilan tahun terakhir.

"Estimasi kami, apabila APBN dan dana transfer umum berkembang sesuai dengan plan jangka panjang, dana otsus selama 20 tahun ke depan akan mencapai lebih dari Rp 234 triliun," tutur Sri dalam Rapat Kerja dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) secara virtual, Selasa (26/1).

 
Dr Adriana Elisabeth tentang Otonomi Khusus Papua.
(Istimewa)
 

Sri menambahkan, perpanjangan Otsus Papua untuk memberi kesempatan kepada Provinsi Papu mengejar ketertinggalan dibanding daerah lain di Indonesia. Ia menyebut, beberapa indikator penting menunjukkan, masyarakat Papua masih harus menghadapi kekurangan jika dibandingkan warga Indonesia lainnya, termasuk dari sisi kesehatan.

Merujuk data Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (Kompak), Sri menyebutkan, dampak pembangunan kesehatan bagi Orang Asli Papua (OAP) lebih rendah 4,23 tahun dibandingkan non-OAP.

Di sisi lain, dampak pembangunan infrastruktur OAP lebih rendah dibandingkan non-OAP. Sementara akses air minum layak 26,32 persen lebih rendah dari rata-rata nasional, akses sanitasi layak bahkan hampir 50 persen lebih rendah.

Tingkat kemiskinan OAP pun 1,7 hingga 1,9 kali lebih tinggi dibandingkan non-OAP, sementara laju penurunan kemiskinannya 1,89 persen lebih lambat. Pemerintah memprediksi, jika kecenderungan ini tidak berubah, kesenjangan tingkat kemiskinan kedua kelompok akan semakin lebar.

Melalui jangka waktu dana otsus 20 tahun ke depan, Sri menambahkan, pemerintah pusat juga memberikan kesempatan kepada Papua untuk mendorong kemandirian daerah. Khususnya melalui penguatan pembinaan dan pengawasan, termasuk mendorong optimalisasi potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Dari data yang disampaikan Sri, proporsi PAD terhadap pendapatan daerah Papua sepanjang 2015 hingga 2020 secara keseluruhan hanya 4,86 persen. Kontribusi ini sangat rendah dibandingkan sumbangan otsus dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang masing-masing memiliki proporsi 70,29 persen dan 9,13 persen.

photo
Mumaya Kogoya (kiri) dan anaknya Melfin Melelen menunjukkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Gudang Garam, Skanto, Keerom, Papua, Kamis (27/8/2020). Mumaya Kogoya dan Melfin Melelen (12 tahun) mengeklaim sama sekali belum mendapat pencairan bantaun tunai terkait kepemilikan KIP tersebut.  - (Indrayadi TH/Pewarta)

Terlalu kecil

Anggota DPD asal Papua Barat Filep Wamafma menilai angka 2,25 persen terhadap DAU nasional untuk Otsus Papua terlalu kecil. Terlebih, jika Papua dimekarkan menjadi lima provinsi wilayah pemekaran. “Bila dimekarkan menjadi, katakanlah lima provinsi, maka angka 2,25 persen itu menjadi sangat kecil, padahal tuntutan pembangunan dari awal terhadap provinsi baru sangatlah tinggi," kata Wafafma kepada Republika, Selasa (26/1).

Wamafma juga menyoroti pendapatan dari pajak daerah dan/atau dari perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan. Menurutnya, hal tersebut justru memunculkan pertanyaan tersendiri terhadap perusahaan-perusahaan yang mengelola hasil tambang dari Papua.

Sebelumnya, anggota DPR Willem Wandik menilai perlu penguatan substansi dari revisi UU 21/2005. Menurut dia, yang dibutuhkan Papua bukan hanya sekadar uang, tapi kewenangan mengelola wilayahnya.

"Papua tidak butuh uang, namun butuh kewenangan yang diatur dalam revisi UU Otsus. Karena itu, persoalan pengajuan revisi UU Otsus harus pada penguatan substansi otsus itu sendiri," kata Willem.

 

Dana Otsus Papua:

Estimasi 2021-2041: Rp 234,6 triliun

2002-2020: Rp 101,2 triliun.

Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) 2005-2021: Rp 702,30 triliun.

Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) 2002-2021: Rp 138,65 triliun.

Sumber: Kementerian Keuangan

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat