Asma Nadia | Daan Yahya | Republika

Resonansi

Orang Tua Sebagai Gerbang Edukasi Pandemi

Anak-anak belajar, dari apa yang mereka lihat dan dengar, bagaimana orang tua menyikapi pandemi.

Oleh ASMA NADIA

OLEH ASMA NADIA

Apa saja ajaran orang tua selama ini, yang kita sebagai anak, tetap mengingatnya? Di keluarga kami dulu, kedua orang tua, sebagaimana kebanyakan ayah bunda, sangat mementingkan masalah sopan santun.

Mengucapkan terima kasih saat menerima pemberian atau kebaikan seseorang, terlepas apakah itu sesuatu yang kita sukai atau tidak. Berani meminta maaf adalah poin lain yang ditekankan setiap berbuat kesalahan atau sekadar menyinggung orang lain, walau yang kita lakukan mungkin benar.

Jangan berbohong, kejujuran adalah persoalan yang paling sering dititikberatkan pada kami tiga bersaudara. Lainnya masih banyak. Jangan berkata kasar, pamit, dan mencium tangan ketika meninggalkan rumah, dan lain-lain.

Kami tiga bersaudara cukup aktif di berbagai kegiatan dan orang tua memberikan izin selama semuanya dilakukan terbuka. Terkait lawan jenis, ketika anak gadis mereka mulai remaja, jika ada teman laki-laki yang mengajak jalan, harus meminta izin ke ibu secara langsung.

Pulang sebelum pukul sembilan adalah kemestian. Biasanya ibu memasang wajah galak dan serius saat berhadapan dengan teman yang mungkin melakukan pendekatan ke dua putrinya. Namun, di belakang, ibu bisa tertawa-tawa sambil meledek.

 
Ibu tidak pernah meminta anak-anaknya membantu pekerjaan rumah tangga jika mereka sedang memegang buku.
NAMA TOKOH
 

Terkait belajar, di rumah kami yang sederhana, walau tanpa asisten rumah tangga, ibu tidak pernah meminta anak-anaknya membantu pekerjaan rumah tangga jika mereka sedang memegang buku.

Menurut ibu, untuk menjadi ‘orang besar’ dan berguna bisa tercapai  jika  anak-anak rajin belajar dan banyak membaca buku. Maka, walau terbilang miskin dulu, ibu akan berjuang menghadirkan bacaan di rumah.

Lewat sosok ibu, yang rajin menulis catatan harian setiap hari, hingga bertumpuk-tumpuk, kami terbiasa melihat aktivitas menulis, walau hanya tulisan tangan. Dari sana muncul keinginan kakak mengirimkan karya ke koran dan memancing saya, adiknya, mengarang cerita.

Setelah menjadi orang tua, saya mengingat-ingat apa saja yang sudah dilakukan kedua orang tua kami hingga anak-anaknya alhamdulillah cukup memahami tata krama, bisa menjaga diri dari pergaulan bebas, shalat lima waktu, dan belajar tanpa perlu disuruh-suruh.

Juga, memiliki prestasi sekolah yang baik walau aktif di berbagai kegiatan ekstrakurikuler. Pastinya setiap keluarga punya gaya parenting dengan titik berat tersendiri, tetapi secara umum sama. Dulu semua terasa cukup, tetapi  setelah wabah merebak tahun lalu, saya mendadak tercenung.

 
Setiap orang tua juga harus bisa menjelaskan mengapa ayah bunda bekerja di rumah, bagi yang WFH. Mengapa ananda sekolah daring sekalipun terasa membosankan.
 
 

Berpikir, betapa besar tantangan orang tua masa kini. Selain harus menyiapkan anak-anak untuk menghadapi masa depan, mereka juga dituntut menyesuaikan diri dan memberikan tuntunan kepada anak agar bersama mampu melakukan upaya maksimal menyintas pandemi. 

Terlebih, wabah akibat SARS-CoV-2 adalah sesuatu yang baru, berbeda dengan pandemi lain dalam sejarah dan jelas tidak pernah ada yang mengalami. Setiap orang tua harus menemukan kiat  sendiri yang bukan warisan orang tua sebelumnya.

Jika kita dulu asing terhadap pemakaian masker dan berpikir hanya paramedis yang memakainya, kini tidak hanya mengenalkan, kita pun harus  membiasakan anak-anak, termasuk yang masih kecil, bermasker jika mereka keluar rumah, bahkan sekadar menerima hantaran paket.

Setiap orang tua juga harus bisa menjelaskan mengapa ayah bunda bekerja di rumah, bagi yang WFH. Mengapa ananda sekolah daring sekalipun terasa membosankan.

Mengapa pula harus menjaga jarak? Mengapa tidak bisa lagi menghadiri perayaan ulang tahun, mengapa keluarga besar tidak lagi berkumpul bebas, mengapa untuk sementara abang dan ayah tidak ke masjid dulu selama pandemi?  

 
Banyak pelajaran tentang sabar, tentang syukur, juga betapa Mahabesar Allah yang hanya melalui makhluk superkecil yang tak terlihat mata, tapi mampu mengguncangkan kehidupan.
 
 

Sertakan informasi bagaimana para ulama sudah memberikan fatwa dan imbauan, juga pemuka agama lain agar beribadah dari rumah, ketika jumlah kasus masih ratusan perhari, sementara saat ini sudah melewati angka yang mengerikan lebih dari 14 ribu per hari!

Ini juga menjelaskan mengapa untuk sementara kita tidak jalan-jalan liburan dulu. Banyak hal baik sementara tidak bisa dilakukan, menjenguk mereka yang sakit atau takziah. 

Sebab, kita sendiri pun belum tentu dalam kondisi sehat, mengingat OTG di mana-mana. Bentuk perhatian dan kepedulian bisa disampaikan dalam bentuk lain sementara ini, demi kemaslahatan yang lebih baik.

Banyak pelajaran tentang sabar, tentang syukur, juga betapa Mahabesar Allah yang hanya melalui makhluk superkecil yang tak terlihat mata, tapi mampu mengguncangkan kehidupan. Inilah saat mengajak ananda menguatkan doa.

Anak-anak belajar, dari apa yang mereka lihat dan dengar, bagaimana orang tua menyikapi pandemi, begitulah kita menyisipkan pesan pada mereka.

Sebagaimana sikap baik akan ditiru, begitu pula sikap dan kebisaan buruk bila ayah bunda bersikap abai, meremehkan, bahkan terbiasa melanggar peraturan. Apalagi protokol kesehatan kali ini bukan sekadar peraturan, melainkan terkait nyawa dan keselamatan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat