Sejumlah pedagang daging sapi beraktivitas di los daging saat aksi mogok jualan di pasar tradisional Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (20/1). Aksi mogok tersebut serentak dilakukan pedagang daging sapi di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (J | Republika/Thoudy Badai

Jakarta

Pedagang Daging Mogok untuk Normalkan Harga

Harga daging sapi di kisaran Rp 125 ribu per kg dinilai mencekik pedagang.

TANGERANG -- Ancaman pedagang daging sapi di Jabodetabek yang ingin mogok dibuktikan dengan tidak berjualan mulai Rabu (20/1) hingga Jumat (22/1). Pantauan di Pasar Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, deretan lapak yang biasanya ramai digunakan pedagang sebagai tempat berjualan daging sapi tampak kosong.

Lapak yang berada di sisi selatan itu bersih dari dagangan berupa daging yang saban hari dijajakan. Seorang pedagang daging sapi di Pasar Ciputat yang mogok berjualan, Suheli (30 tahun) mengaku, sengaja ikut aksi tidak berjualan selama tiga hari seperti pedagang lainnya.

Dia menjelaskan, dasar aksi mogok yang dilakukan para pedagang daging sapi di Pasar Ciputat agar pemerintah bisa menurunkan harga jual. Menurut dia, harga daging sapi di pasaran saat ini sudah terlampau tinggi. "Intinya semua pedagang daging sapi mogok supaya harganya bisa normal lagi," tutur Suheli kepada Republika, Rabu (20/1).

Dia menjelaskan, harga daging sapi di rumah pemotongan hewan (RPH) saat ini mencapai Rp 95 per kilogram (kg). Harga itu naik Rp 10 ribu per kg dibandingkan saat normal di angka Rp 85 ribu per kg.

photo
Sejumlah pedagang daging sapi beraktivitas di los daging saat aksi mogok jualan di pasar tradisional Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (20/1). Aksi mogok tersebut serentak dilakukan pedagang daging sapi di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) mulai Rabu (20/1) hingga Jumat (22/1) sebagai bentuk protes imbas dari melonjaknya harga daging sapi mencapai Rp.130 ribu per kilogram. Republika/Thoudy Badai. - (Republika/Thoudy Badai)

Dengan kenaikan itu, Suheli akhirnya menjual kepada pembeli sekitar Rp 120 ribu hingga Rp 125 ribu per kg. Akibat kenaikan tersebut, penjualan daging di pasar otomatis menurun karena permintaan menjadi lesu.

Suheli menyebut, kenaikan harga daging sapi saat ini cukup mencekik pedagang. "Sebelum kenaikan itu bisa terjual 50 kilogram, bahkan bisa habis satu kuintal. Sekarang paling (maksimal) 40 kilogram," ujarnya.

Dengan adanya penurunan penjualan, Suheli mengaku, pendapatannya juga merosot dari sebelumnya sebanyak Rp 20 juta per hari menjadi sekitar Rp 10 juta sampai Rp 15 juta per hari.

Di deretan lapak pedagang daging, Republika hanya mendapati Muhammad Yusuf (45), seorang diri yang berada di lapaknya. Pedagang daging sapi impor itu tersebut mengaku sedang menongkrong di sekitar pasar saja, bukan mau berjualan.

"Saya ngikut orang-orang. Kata orang-orang libur ya libur, kompak. Soalnya (harga) daging ini enggak berhenti-berhenti naiknya, sedangkan penjualan di pasar itu masih lemah," cerita Yusuf.

 
Saya ngikut orang-orang. Kata orang-orang libur ya libur, kompak. Soalnya (harga) daging ini enggak berhenti-berhenti naiknya, sedangkan penjualan di pasar itu masih lemah.
 
 

Dia menuturkan, sengaja tidak bisa menjual daging sapi lokal karena tak kuat dengan harganya yang melambung tinggi. Dengan harga di atas Rp 120 ribu, sambung dia, pembeli pasti menurun. "Bisa belanja (daging lokal), tapi enggak bisa setor. Masalahnya harganya. Kalau Rp 130 ribu per potong kayaknya kewalahan," terang Yusuf.

Dia mengakui, harga daging sapi impor yang dijual di pasaran juga mengalami kenaikan. Namun, kenaikannya masih cukup terjangkau konsumen. Dia menuturkan, harga daging sapi impor dari sebelumnya Rp 70 ribu per kg menjadi Rp 73 ribu per kg dari pemasok. Dia pun menjual ke pembeli dengan harga Rp 100 ribu hingga Rp 105 ribu per kg.

Menurut Yusuf, pendapatan yang diterimanya terbilang relatif stabil, yaitu di angka Rp 6 juta per hari. Meski begitu, ia memilih menunjukkan rasa solidaritas dengan pedagang daging lainnya demi mencapai tujuan bersama. "Sekarang mah enggak mikirin untung, yang penting pertahankan langganan doang," kata Yusuf menjelaskan misi mogok.

photo
Alat cacah daging tersimpan di los daging saat aksi mogok jualan di pasar tradisional Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (20/1). Aksi mogok tersebut serentak dilakukan pedagang daging sapi di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) mulai Rabu (20/1) hingga Jumat (22/1) sebagai bentuk protes imbas dari melonjaknya harga daging sapi mencapai Rp.130 ribu per kilogram. Republika/Thoudy Badai. - (Republika/Thoudy Badai)

Desak pemerintah

Puluhan pedagang daging sapi di PD Pasar Minggu, Jakarta Selatan, juga melakukan hal serupa. Mereka ikut aksi dengan tujuan mendesak pemerintah menekan harga daging sapi yang melonjak. Sejumlah lapak pedagang daging sapi di PD Pasar Minggu, kosong, dan hanya terlihat penjual daging kambing.

Seorang pedagang daging sapi di PD Pasar Minggu, Rojali menjelaskan, keputusan tidak berjualan menyikapi harga daging yang berkisar Rp 120 ribu hingga Rp 130 ribu per kg. "Pembeli merasa keberatan dan ngeluh. Apa lagi tukang bakso. Sedangkan, yang banyak beli itu ya tukang bakso atau nasi padang," kata Rojali di depan lapak dagingnya di Blok C Lantai Dasar PD Pasar Minggu.

Rojali menjelaskan, kenaikan harga daging secara perlahan dalam dua pekan terakhir. Harga daging yang biasanya Rp 110 ribu per kg, naik menjadi Rp 120 ribu hingga 130 ribu per kg. "Sebelum naik saya bisa jual 100 kg daging per hari. Sejak naik jadi Rp 130 ribu, saya cuma bisa jual 50-60 kg saja," kata Rojali.

Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI telah mengantisipasi langkah pedagang daging sapi yang tidak berjualan selama tiga hari. "Kami sudah berkoordinasi dengan instansi terkait dalam rangka alternatif penyediaan daging sapi beku," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas KPKP DKI, Suharini Eliawati.

photo
Kail milik pedagang daging sapi tersimpan di los daging saat aksi mogok jualan di pasar tradisional Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (20/1). Aksi mogok tersebut serentak dilakukan pedagang daging sapi di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) mulai Rabu (20/1) hingga Jumat (22/1) sebagai bentuk protes imbas dari melonjaknya harga daging sapi mencapai Rp.130 ribu per kilogram. Republika/Thoudy Badai. - (Republika/Thoudy Badai)

Rumah Pemotongan Hewan Pun Kosong

Suasana rumah potong hewan (RPH) milik Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi yang berlokasi di Kelurahan Harapan Baru, Kecamatan Bekasi Utara, berbeda dari biasanya. Pada Rabu (20/1), kondisi RPH terlihat sepi. Hal ini merupakan imbas dari aksi mogok pedagang daging sapi di pasar seluruh Kota Bekasi, Jawa Barat.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Rumah Potong Hewan Kota Bekasi, M Subarkah, menjelaskan, tidak ada aktivitas RPH selama tiga hari. Dia mengatakan, sejak Selasa (19/1) malam WIB, tidak ada pedagang yang datang untuk melakukan kegiatan pemotongan sapi.

"Kita tidak ada kegiatan, kita sebetulnya sudah standby sampai (Rabu) pukul 01.00 WIB, di sini karena memang di sini pemotongan pada malam hari. Tapi, tidak ada kegiatan," jelas Subarkah saat ditemui di kantornya, Rabu.

Menurut dia, dalam kondisi normal, RPH dapat memotong 18 ekor sapi per hari. "Jumlah ini meningkat menjadi 20 ekor sapi pada akhir pekan. Setelah itu tergantung permintaan dari pasar," ujarnya.

RPH menyediakan tempat, pelayanan kesehatan, dan mengontrol pelaksanaan pemotongan sapi. Setiap sapi yang dipotong dikenakan retribusi Rp 25 ribu per ekor. Subarkah menyebut, mogok massal pedagang tak terlalu berdampak kepada UPTD. Namun, kondisi itu menyulitkan tukang jagal yang terimbas karena tidak mendapat upah seperti biasanya, yang disewa pengusaha atau pemilik sapi.

"Pedagang bebas ngambil dari jagal mana saja, yang paling banyak di Cakung. Yang justru berdampak itu tukang jagal yang setiap hari motong sapi dan pedagang," kata Subarkah.

 
Yang justru berdampak itu tukang jagal yang setiap hari motong sapi dan pedagang.
 
 

Selain sebagai tempat pemotongan sapi, RPH juga menyediakan lahan untuk singgah sapi. Subarkah mengatakan, sapi-sapi yang hendak dipotong harus diinapkan minimal 1x24 jam dulu. Sehingga, pengusaha dikenakan ketentuan harus membayar sewa lahan.

Pedagang daging sapi di Pasar Kranji Baru, Kecamatan Bekasi Barat mogok berjualan mulai Rabu (20/1). Hal ini terjadi karena margin harga jual daging sapi sudah sangat tipis bahkan sampai menjual rugi.

Pantauan Republika di Pasar Kranji Baru, Kecamatan Bekasi Barat, deretan kios yang biasanya diisi pedagang daging menjadi tidak berpenghuni. Seorang pemilik kios bernama Rudi (34), mengatakan, aksi mogok berjualan merupakan puncak kekesalan pedagang menyikapi harga jual daging yang naik drastis.

Dia mengatakan, harga daging sapi eceran di RPH naik sejak hari libur Natal 2020. "Dari yang tadinya Rp 110 ribu menjadi Rp 120 ribu," kata Rudi saat ditemui.

Kondisi itu semakin diperparah adanya pandemi Covid-19, yang membuat pembeli terus berkurang. Sebagai pedagang daging yang sudah berjualan sejak 2010, Rudi paham sebenarnya konsumennya dari kalangan menengah atas. Namun, sekarang pembeli sepertinya menahan pengeluaran imbas harga naik dan pandemi Covid-19. "Nah mereka selama korona pada mengurangi beli daging. Bisa dibilang kami itu sudah jatuh tertimpa tangga," katanya berkeluh kesah.

 
Nah mereka selama korona pada mengurangi beli daging. Bisa dibilang kami itu sudah jatuh tertimpa tangga.
 
 

Kondisi berbeda ditemukan di pasar tradisional di Kota Bogor. Di sejumlah pasar yang didatangi Republika, pedagang daging sapi berjualan seperti biasanya. Di Pasar Sukasari, Pasar Bogor, dan Pasar Jambu Dua, harga daging sapi dijual Rp 120 ribu per kg. Sedangkan, di Pasar Gunung Batu daging sapi dibanderol dengan harga Rp 125 ribu per kg.

"Di Jambu Dua masih aman. Tidak ada info ada aksi mogok dagang dari para pedagang seperti yang dilakukan pedagang tahu dan tempe saat awal tahun lalu," ujar Kepala Unit Pasar Jambu Dua, Hilman Hafitiavani.

Dirut Perumda Pasar Pakuan Jaya (PPJ) Kota Bogor Muzakkir juga menegaskan, tidak ada aksi mogok yang dilakukan pedagang daging sapi. "Pedagang masih berjualan, tapi jumlah sapi yang dipotong jadi berkurang. Yang tadinya 30 ekor sehari, sekarang jadi 20 ekor saja," jelas Muzakkir.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat