Seorang dokter memperlihatkan botol vaksin Covid-19 di Jakarta, Jumat (15/1) | Republika/Putra M. Akbar

Opini

Vaksinasi dalam Syariat Islam

Berbagai upaya menjadikan tubuh kita memiliki daya tahan kuat menjadi bagian syariat Islam.

FAHMI SALIM, Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah

Poster "Saya Siap Divaksin" gencar disebarkan di media sosial. Gerakan ini dinilai efektif menghapus keraguan masyarakat terkait program vaksinasi pemerintah untuk mengatasi wabah Covid-19.

Untuk menunjukkan vaksin Sinovac aman, Presiden Joko Widodo menjadi yang pertama divaksin. Namun, masih ada yang ragu, bahkan polemik mencuat karena Ribka Tjiptaning, anggota DPR dari PDIP, partai pendukung pemerintah justru menolak divaksin, dan pilih didenda.

Mengapa sebagian kita ada yang tak mau divaksin? Ada yang masih meragukan keberhasilan vaksin Sinovac dari Cina. Mereka hanya ingin menunggu vaksin Merah Putih, tetapi ada juga karena sikap politik oposisi.

Secara prinsip, umat Islam tak perlu menolak vaksinasi karena tak jauh beda dengan imunisasi. Keduanya memiliki tujuan sama, yakni meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit tertentu walaupun proses, cara kerja, dan maknanya berbeda.

 
Secara prinsip, umat Islam tak perlu menolak vaksinasi karena tak jauh beda dengan imunisasi.
 
 

Vaksinasi merupakan bagian dari imunisasi aktif dengan memberikan antigen dalam vaksin. Vaksin yang dimasukkan ke dalam tubuh mengandung virus atau bakteri yang telah dilemahkan hingga tubuh terpancing untuk menghasilkan antibodi.

Imunisasi, seperti BCG, hepatitis B, MMR, campak polio, dan lainnya merupakan proses memasukkan antibodi untuk mencegah penyakit menular yang spesifik. Berbagai upaya menjadikan tubuh kita memiliki daya tahan kuat menjadi bagian syariat Islam.

Menurut sabda Rasulullah SAW, mukmin yang kuat lebih disukai daripada yang lemah, bisa dimaknai kuat fisik dan daya tahan tubuhnya. Nabi pun mengajarkan mengonsumsi tujuh kurma ajwa setiap pagi sebagai penangkal racun dan sihir (HR Bukhari Muslim).

Jadi, imunisasi ataupun vaksinasi tak melanggar prinsip Islam. Namun, kontroversi mencuat karena mempersoalkan kehalalan bahannya. Untuk itu, umat Islam cukup mempercayakan kepada MUI yang memiliki otoritas hukum menentukan kehalalan.

Soal imunisasi, ditetapkan kehalalannya dalam Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2016. Begitu pula vaksin Sinovac. Dalam fatwanya Nomor 2 Tahun 2021, MUI menegaskan vaksin Covid-19 produksi Sinovac dan Bio Farma suci dan halal dapat digunakan untuk umat Islam.

 
Perkembangan ilmu pengobatan modern sejalan dengan prinsip Islam, yang menghargai ilmu pengetahuan.
 
 

MUI juga menjelaskan, proses produksi vaksin Covid-19 terbukti tidak memanfaatkan (intifa’) babi atau bahan tercemar babi dan turunannya. Selain itu, tidak memanfaatkan bagian anggota tubuh manusia.

Meskipun proses produksi bersentuhan dengan barang najis mutawassithah dan dihukumi mutanajjis, sudah dilakukan penyucian hingga memenuhi ketentuan penyucian secara syar’i. Jadi sudah jelas, umat Islam tidak perlu ragu lagi.

Perkembangan ilmu pengobatan modern sejalan dengan prinsip Islam, yang menghargai ilmu pengetahuan. Ilmu vaksin sudah berkembang pesat. Selama dua abad ini, beragam jenis vaksin sudah banyak ditemukan.

Vaksinasi merupakan salah satu ikhtiar kita mencegah penyakit. Namun, tak cukup vaksinasi, Islam mengajarkan banyak panduan dalam menjaga kesehatan diri, pakaian, dan tempat tinggal. Bahkan, disebutkan oleh Rasulullah, kebersihan itu sebagian dari iman.

Pola hidup Rasulullah, wajib kita tiru, misalnya pola aktivitas, tidur, hingga pola makan. Nabi bersabda, "Orang mukmin itu makan dalam satu usus, sedangkan orang kafir makan dengan tujuh usus.” (HR Bukhari Muslim).

Dalam hadis lain disebutkan, perut hendaknya diisi dengan 1/3 makanan, 1/3 minuman, dan 1/3 untuk bernapas. Terbukti secara ilmiah, perut salah satu sumber penyakit terbesar. Maka itu, orang yang makan selalu kekenyangan berisiko dihinggapi berbagai penyakit.

 
Vaksinasi sesungguhnya sesuai tujuan dari syariat, yaitu untuk menjaga jiwa, keturunan, akal, harta, dan agama.
 
 

Selain itu, pola makan yang sehat bersumber dari makanan halal dan thayyib. Halal berkaitan dengan keberkahan, sedangkan thayyib bisa bermakna gizi yang seimbang. Kemudian, lengkapilah dengan memperbanyak puasa sunah.

Secara ilmiah, puasa bermanfaat untuk regenerasi sel dalam tubuh, kebugaran, dan ketenangan jiwa. Kalaupun kita sakit, tak cukup berdoa, Islam mengajarkan kita berikhtiar menjalani pengobatan halal sesuai syariat. Tanyalah kepada ahlinya, yaitu dokter.

Inilah pentingnya berobat kepada ahlinya. Untuk persoalan vaksinasi misalnya, tanyakan pula kepada ahlinya tentang manfaat vaksin untuk mencegah penyakit dengan menaikkan daya tahan tubuh kita.

Vaksinasi sesungguhnya sesuai tujuan dari syariat, yaitu untuk menjaga jiwa, keturunan, akal, harta, dan agama. Setelah mendapat vaksinasi, kita akan lebih tenang karena insya Allah terlindungi dari wabah penyakit.

Biaya untuk mencegah penyakit pun lebih kecil dibandingkan untuk mengobatinya. Orang yang sehat, tentu bisa bekerja lebih baik dan menjalankan ibadah lebih baik lagi.

Sebagaimana nasihat para ahli, meskipun sudah disuntik vaksin Covid 19, tak berarti kita bebas dan tak perlu lagi menaati protokol kesehatan. Tetaplah memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Lalu yang utama, ikuti panduan hidup sehat dari Rasulullah. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat