Internasional
Akhir 2025, 71 Ribu Syahid di Gaza
Belum ada tanda-tanda dimulainya fase kedua gencatan senjata di Gaza.
GAZA – Menjelang berakhir tahun 2025, militer Israel terus melanggar perjanjian gencatan senjata yang diumumkan, dan terus melakukan pemboman udara dan artileri di berbagai wilayah Jalur Gaza. Hal ini sementara seruan menuju gencatan senjata fase kedua yang diserukan Presiden AS Donald Trump belum mewujud.
Menurut koresponden WAFA, pesawat tempur Israel melancarkan serangan udara di kota Beit Lahia di Jalur Gaza utara pada Selasa. Bersamaan dengan itu, jet tempur Israel kembali melancarkan serangan yang menargetkan sebelah timur kamp pengungsi Maghazi.
Kendaraan militer Israel melepaskan tembakan senapan mesin berat di timur Deir al-Balah di Jalur Gaza tengah. Sementara itu, artileri Israel juga menyasar bagian barat kota Rafah di selatan Jalur Gaza, disertai tembakan yang menyasar bagian timur kota tersebut.
Jumlah warga Palestina yang terbunuh di Jalur Gaza sejak dimulainya perang genosida Israel pada Oktober 2023 mencapai 71.266 jiwa, yang mayoritas adalah perempuan dan anak-anak, serta 171.222 lainnya luka-luka.
Menurut sumber medis, selama 48 jam terakhir, rumah sakit di Gaza menerima jenazah satu korban yang ditemukan dari reruntuhan dan merawat tiga orang yang terluka, dengan banyak korban masih terjebak di bawah reruntuhan, dan tim darurat dan penyelamat tidak dapat menjangkau mereka.
Sejak perjanjian gencatan senjata pada 11 Oktober 2025, tercatat total 414 korban jiwa dan 1.145 luka-luka, serta 680 jenazah telah ditemukan.
Mereka juga mengonfirmasi adanya kematian seorang warga akibat runtuhnya sebuah bangunan, sehingga menambah jumlah korban jiwa akibat runtuhnya bangunan terkait dengan sistem cuaca bertekanan rendah baru-baru ini menjadi 17 orang.
Sementara itu, seorang bayi dilaporkan meninggal karena flu parah. Hal ini menambah jumlah korban tewas akibat cuaca dingin dan sistem tekanan rendah menjadi tiga orang.
WAFA mengutip sumber lokal di Gaza melaporkan bahwa 25 orang, termasuk enam anak-anak, syahid di Jalur Gaza karena kondisi cuaca buruk sejak awal bulan Desember ini. Tim Pertahanan Sipil dan penyelamat mengatakan, sebelum bulan Desember ini, Jalur Gaza belum mengalami kondisi cuaca buruk yang ditandai dengan hujan deras, angin kencang, dan suhu dingin ekstrem.
Mereka menambahkan bahwa 18 bangunan tempat tinggal, yang sebelumnya rusak akibat penembakan Israel, runtuh total akibat kondisi cuaca buruk dan hujan lebat pada periode yang sama.
Lebih dari 110 bangunan tempat tinggal juga mengalami keruntuhan sebagian yang berbahaya, sehingga menimbulkan ancaman langsung terhadap kehidupan ribuan warga yang tinggal di dalam atau sekitar bangunan tersebut.
Sementara itu, 90 persen tenda pengungsian roboh atau kebanjiran akibat hujan lebat dan angin kencang di berbagai wilayah Jalur Gaza, menyebabkan ribuan keluarga tidak memiliki tempat berlindung sementara dan menyebabkan hilangnya harta benda mereka yang terbatas, termasuk pakaian, selimut, dan tempat tidur, sehingga semakin memperburuk penderitaan kemanusiaan mereka.
Jurnalis Muhammad Rabah melaporkan dari Gaza, pada Selasa, angin kencang dan hujan lebat melanda berbagai wilayah Jalur Gaza, menumbangkan dan membanjiri ribuan tenda yang menampung pengungsi Palestina. Badai tersebut menandai satu lagi bencana kemanusiaan yang menambah penderitaan warga sejak dimulainya serangan Israel di daerah kantong tersebut.
Air banjir menggenangi tenda-tenda di dataran rendah, sementara hembusan angin kencang membuat tenda-tenda lain tersungkur, memaksa banyak keluarga—termasuk anak-anak—beraktivitas di tempat terbuka di tengah cuaca yang sangat dingin. Upaya warga untuk mengamankan tenda mereka terbukti sia-sia melawan intensitas badai dan kekuatan angin.
Jalur Gaza saat ini berada di bawah cengkeraman sistem tekanan rendah kutub baru, dengan kecepatan angin mencapai 100 kilometer per jam, disertai hujan lebat.
Ratusan ribu pengungsi Palestina tinggal di tenda-tenda compang-camping yang tidak memberikan perlindungan dari dingin atau hujan, di tengah kekurangan pasokan pemanas dan pakaian musim dingin.
Penderitaan mereka semakin parah dengan terjadinya badai musim dingin, yang sejak awal Desember telah merenggut nyawa 25 warga Palestina—termasuk enam anak yang meninggal karena cuaca dingin yang ekstrem. Yang lainnya tewas karena runtuhnya bangunan atau jatuh ke lubang pengumpulan air hujan dan sumur, menurut Pertahanan Sipil Palestina.
Badai juga telah berdampak pada lebih dari seperempat juta pengungsi dari sekitar 1,5 juta orang yang tinggal di tenda dan tempat penampungan sementara yang tidak memenuhi standar perlindungan paling dasar sekalipun, menurut data sebelumnya dari Kantor Media Pemerintah Gaza.
Trump-Netanyahu
Sementara, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu agaknya berhasil membujuk Presiden AS Donald Trump dalam pertemuan terkini pada Senin waktu AS. Selepas pertemuan itu, Trump melayangkan peringatan keras terhadap Hamas dan menjanjikan serangan ke Iran.
Trump menyatakan, akan ada konsekuensi yang “mengerikan” jika Hamas gagal melakukan pelucutan senjata. Ia juga menjanjikan tindakan cepat terhadap Iran jika mereka mencoba membangun kembali program nuklirnya.
Trump mengeluarkan ancaman tersebut pada Senin, setelah melakukan pembicaraan dengan Netanyahu di resor Mar-a-Lago di Florida. Netanyahu mengumumkan bahwa presiden AS akan dianugerahi Israel Prize, penghargaan sipil tertinggi di negara itu yang sejak 1950-an belum pernah diberikan kepada orang non-Israel.
Presiden AS mengatakan pembicaraannya dengan pemimpin Israel terfokus pada kemajuan kesepakatan gencatan senjata yang ditengahinya untuk perang genosida Israel di Gaza, serta mengatasi kekhawatiran Israel atas Iran, dan atas Hizbullah di Lebanon.
Trump mengatakan bahwa Israel telah melakukan bagiannya dalam gencatan senjata di Gaza, meskipun melancarkan serangan hampir setiap hari yang telah menewaskan sedikitnya 400 orang di sana sejak gencatan senjata, dan memperingatkan Hamas untuk menepati janjinya.
“Kami berbicara tentang Hamas dan kami berbicara tentang perlucutan senjata, dan mereka akan diberikan waktu yang sangat singkat untuk melakukan pelucutan senjata, dan kita akan lihat bagaimana hal itu akan berjalan,” katanya dilansir Aljazirah.
"Jika mereka tidak melucuti senjata mereka, seperti yang mereka sepakati – mereka menyetujuinya – maka mereka akan mendapat balasan yang sangat dahsyat. Dan kami tidak menginginkan hal itu."
Belum ada komentar langsung dari Hamas terkait pernyataan itu. Namun, kelompok itu sejauh ini tak pernah menyatakan siap melucuti senjata mereka. Dalam pernyataan terkini, Hamas menyatakan hanya akan menyerahkan senjata pada pemerintahan Palestina yang terbentuk setelah negara itu merdeka dari Israel.
Fase pertama gencatan senjata, yang mulai berlaku pada 10 Oktober, menyerukan pertukaran tawanan Israel yang ditahan oleh Hamas dengan tahanan Palestina dan tahanan yang ditahan oleh Israel, serta peningkatan bantuan dan penarikan sebagian Israel di Gaza.
Hamas belum mengembalikan jenazah seorang tawanan Israel, sementara Israel, selain terus melakukan serangan mematikan, telah membatasi masuknya bantuan dan menunda pembukaan penyeberangan Rafah antara Gaza dan Mesir.
Namun Trump hanya menyalahkan Hamas atas keterlambatan dalam mengambil langkah-langkah yang lebih sulit seperti yang dibayangkan dalam tahap kedua gencatan senjata. Kelompok bersenjata tersebut mengatakan mereka tidak akan meletakkan senjatanya selama pendudukan Israel di wilayah Palestina terus berlanjut.
Serangan ke Iran
Trump kemudian menyatakan bahwa Iran mungkin berupaya memulihkan program nuklirnya setelah serangan udara AS pada bulan Juni merusak tiga fasilitas nuklir Iran.
“Sekarang saya dengar Iran sedang mencoba membangun kembali kekuatan mereka, dan jika mereka melakukannya, kita harus menjatuhkan mereka,” kata Trump kepada wartawan. "Kami akan menjatuhkan mereka. Kami akan menjatuhkan mereka sepenuhnya. Tapi, mudah-mudahan, hal itu tidak terjadi."Jika Iran mencoba membangun kembali program nuklirnya, “kita tidak punya pilihan selain segera memberantas pengayaan itu”, katanya. Konsekuensi dari langkah tersebut bisa saja “lebih kuat dibandingkan sebelumnya”.
“Kami tahu persis ke mana mereka pergi, apa yang mereka lakukan, dan saya harap mereka tidak melakukan hal tersebut, karena kami tidak ingin membuang-buang bahan bakar untuk pesawat B-2,” tambah Trump, mengacu pada pembom yang digunakan dalam serangan sebelumnya. "Ini adalah perjalanan pulang pergi yang memakan waktu 37 jam. Saya tidak ingin membuang banyak bahan bakar."
Presiden AS menolak memberikan bukti untuk mendukung tuduhannya terhadap Iran. Namun dia menambahkan bahwa AS dan Israel telah “sangat menang” melawan musuh-musuh mereka, dan jika AS “tidak mengalahkan Iran, Anda tidak akan memiliki perdamaian di Timur Tengah”.
Ketika ditanya apakah AS akan mendukung serangan Israel terhadap program rudal Iran, Trump berkata, "Jika mereka terus melanjutkan rudalnya, ya. Nuklirnya? Cepat. Oke? Yang pertama adalah: Ya, tentu saja. Yang lainnya adalah: Kami akan segera melakukannya."
Teheran membantah berupaya membuat senjata nuklir dan mengesampingkan negosiasi mengenai program rudalnya, yang merupakan inti strategi pertahanannya.
Selama konflik pada bulan Juni, kadang-kadang disebut sebagai perang 12 hari, Iran menembakkan ratusan rudal sebagai tanggapan atas serangan Israel yang menewaskan para jenderal utama negara itu, beberapa ilmuwan nuklir, dan ratusan warga sipil.
Senator AS Lindsey Graham, seorang tokoh garis keras Iran yang dekat dengan Trump, mengunjungi Israel bulan ini dan mengulangi poin-poin pembicaraan pemerintahan Netanyahu tentang bahaya rudal jarak jauh Iran. Dia memperingatkan bahwa Iran memproduksinya “dalam jumlah yang sangat tinggi”.
“Kami tidak bisa membiarkan Iran memproduksi rudal balistik karena mereka dapat membuat Iron Dome kewalahan,” katanya kepada The Jerusalem Post, mengacu pada sistem pertahanan udara Israel. “Ini adalah ancaman besar.”
Pada hari Senin, Trump mengatakan Iran harus “membuat kesepakatan” dengan AS.
“Jika mereka ingin membuat kesepakatan, itu jauh lebih cerdas,” kata Trump. "Anda tahu, mereka bisa saja membuat kesepakatan terakhir kali, sebelum kita melakukan serangan besar-besaran terhadap mereka, dan mereka memutuskan untuk tidak membuat kesepakatan. Mereka berharap bisa membuat kesepakatan itu."
Meskipun Washington telah menengahi tiga gencatan senjata yang melibatkan sekutu lamanya – antara Israel dan Hamas, Israel dan Iran, serta Israel dan Lebanon – Netanyahu mewaspadai musuh-musuh Israel yang membangun kembali kekuatan mereka setelah mereka melemah dalam berbagai perang.
Menurut Aljazirah, Secara keseluruhan, komentar Trump menunjukkan bahwa ia tetap berada di kubu Netanyahu, bahkan ketika beberapa stafnya secara pribadi mempertanyakan komitmen pemimpin Israel terhadap “gencatan senjata di Gaza.” Komentar Trump juga menunjukkan bahwa ia bersedia mengambil risiko perang baru terkait Gaza dan Iran, bahkan ketika presiden AS mendapat pujian atas penyelesaian perang Israel di kedua wilayah tersebut.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
