Guru memberikan bimbingan belajar kepada siswa PAUD Pelangi di rumahnya di Kampung Kanaga, Lebak, Banten, Rabu (25/11). | MUHAMMAD BAGUS KHOIRUNAS/ANTARA FOTO

Nasional

Honorer Usia 35 Plus Nilai PPPK tak Adil

Guru honorer berusia menilai perekrutan PPPK tak adil.

JAKARTA — Guru honorer berusia di atas 35 tahun yang tergabung dalam Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non-Kategori Usia 35 Plus (GTKHNK35+) menilai perekrutan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) tak adil. Mereka berharap bisa diangkat menjadi pegawai negeri sipil melalui keputusan presiden.

Ketua GTKHNK35+ Sumatra Selatan Yenni Marantika menegaskan, pihaknya tidak setuju adanya perekrutan PPPK. "Jadi, kalau di dalam perekrutan PPPK kami harus bersaing dengan yang baru lulus kuliah, yang mereka banyak adalah anak didik kami, bagaimana nasib teman-teman kami yang usianya di atas 50 tahun," kata Yenni saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi X DPR, secara virtual, Rabu (13/1). 

Ia menambahkan, para guru yang tergabung dalam GTKHNK35+ bukan pencari kerja. Mereka sudah mengabdi sebagai guru minimal selama lima tahun dan banyak yang belasan tahun. Menurut Yenni, sangat pantas jika pemerintah memberikan penghargaan berupa Keppres PNS untuk mereka. 

Ketua GTKHNK35+ dari Riau, Desi Kadarsih, mengatakan, mereka adalah kelompok guru dan tenaga kependidikan honorer yang paling kesulitan untuk mendapatkan pengakuan status. Sebab, sudah tidak lagi bisa mendaftar calon pegawai negeri sipil (CPNS) karena terbentur usia, tapi juga bukan terdaftar dalam kategori K2. Menurut Desi, kalaupun mereka tidak bisa menjadi PNS dan hanya memiliki kesempatan sebagai PPPK, sebaiknya dipermudah.

Perwakilan GTKNHK35+ dari Jakarta, Darwis, mengusulkan jika menjadi PNS tidak memungkinkan dan harus tetap melakukan tes PPPK, sebaiknya beberapa peraturan diubah agar memudahkan guru honorer non-kategori. Misalnya, passing grade untuk guru dan tenaga kependidikan di atas usia 35 tahun dibedakan dengan calon PPPK yang lain. Selain itu, Darwis juga mengusulkan agar pendaftarannya tidak dicampur dengan guru-guru swasta.

Sementara, Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi mendukung guru honorer dan tenaga kependidikan non-kategori yang berusia di atas 35 tahun diangkat menjadi PNS. Menurut Dede, mereka memiliki pengalaman yang lebih dari sekadar mengikuti ujian seleksi CPNS atau PPPK. 

"Saya yakin bahwa narasi ini kita dorong bahwa saudara-saudara kita yang saat ini sudah 35 tahun ke atas dan telah mendidik selama lebih dari 10 tahun, mereka memiliki pengalaman yang jauh lebih penting, adalah pendidikan karakter," kata Dede, Rabu (13/1).

Politisi Fraksi Partai Demokrat mengatakan, pihaknya akan meminta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar meninjau kembali soal kebijakan guru tidak masuk formasi CPNS tahun 2021. Sebab, ia menegaskan, guru tetap merupakan formasi teknis, termasuk di dalamnya tenaga pendidik. 

Hal senada diungkapkan anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDIP, Andreas Hugo Pareira, terkait dukungan untuk para guru dan tenaga pendidikan honorer di atas usia 35 tahun ini. Ia menegaskan, agar permasalahan guru honorer ini menjadi perhatian pemerintah.

"Saya minta Komisi X mendukung mereka sehingga mereka diberikan kesempatan, tidak harus lagi pakai tes. Karena dengan pengalaman yang mereka miliki, tentu tingkat kematangan emosional, psikologis, kematangan di dalam pedagogi ini sungguh sudah teruji," kata dia. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat