Naura Nadhifatul (8) mengerjakan tugas sekolah secara online melalui kiriman video dari gurunya di warung milik orangtuanya, Kelurahan Panggung, Tegal, Jawa Tengah, Jumat (20/11). | ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

Opini

Melanjutkan Sekolah Daring

Pemerintah harus melanjutkan komitmen menjamin akses untuk memudahkan sekolah secara daring.

DIYAN NUR RAKHMAH, Analis Data pada Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang, dan Perbukuan, Kemendikbud

Selepas keluarnya Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi COVID-19 pada 20 November 2020, sekolah di berbagai daerah mempersiapkan rencana pembelajaran tatap muka 11 Januari 2021.

Di antaranya, ketersediaan sarana prasarana sekolah, dukungan dan mekanisme protokol kesehatan, kesiapan guru menerapkan kemungkinan metode belajar kombinasi (luring dan daring), pengaturan waktu belajar siswa, dan persiapan lainnya.

Sekolah juga berkoordinasi dengan orang tua siswa, menyamakan persepsi bahwa pembukaan kembali aktivitas belajar di sekolah merupakan alternatif meminimalisasi kesenjangan belajar karena hambatan dalam proses pembelajaran daring.

 
Selain mengatasi kesenjangan belajar, banyak analisis menyatakan, pembelajaran daring berpotensi membangun lingkungan belajar siswa menjadi lebih baik. 
 
 

Pada akhirnya, keputusan pembelajaran tatap muka di sekolah akan dilakukan atau tidak, merupakan kewenangan daerah dan sekolah dari hasil kesepakatan dengan orang tua, yang mempertimbangkan dampak risiko keamanan dan kesehatan bagi seluruh warga sekolah.

Kenyataannya, pandemi Covid-19 belum menunjukkan tren penurunan kasus. Ini menyebabkan beberapa daerah ramai-ramai membatalkan rencana pembelajaran tatap muka pada awal Januari 2021 (Republika, 5/1/2021).

Pembelajaran tetap dilanjutkan dengan metode jarak jauh, sama halnya ketika pandemi  mulai merebak di Indonesia. Belajar daring dianggap alternatif paling memungkinkan untuk menjamin anak-anak tetap belajar meskipun di tengah pembatasan aktivitas sosial.

Selain mengatasi kesenjangan belajar, banyak analisis menyatakan, pembelajaran daring berpotensi membangun lingkungan belajar siswa menjadi lebih baik. 

Otto Peters dalam Digital Learning Environments: New Possibilities and Opportunities (2000) mengungkapkan, penggunaan teknologi dalam pembelajaran mampu mengarahkan siswa menemukan secara mandiri pengetahuan apa yang mereka butuhkan.

 
Sejak jauh hari, penggunaan teknologi dalam pendidikan diprediksi mengubah cara siswa dalam belajar.
 
 

Siswa pun memiliki kebebasan memilih strategi untuk menelusuri, menemukan, memilih, dan menerapkan pengetahuan itu. Artinya, lingkungan pembelajaran digital membuka peluang cara belajar baru yang lebih beragam dan otonom.  

Sejak jauh hari, penggunaan teknologi dalam pendidikan diprediksi mengubah cara siswa dalam belajar, termasuk meningkatkan intuisi siswa untuk lebih bernalar secara rasional pada mata pelajaran tertentu seperti matematika.

Seymour Papert dalam The Children's Machine: Rethinking School in the Age of the Computer (1993) menyatakan, teknologi khususnya komputer, adalah alat yang harus memberdayakan siswa untuk mengeksplorasi beragam topik pembelajaran dan mendorong siswa menemukan sendiri kebutuhan belajarnya secara personal.

Kenyataannya, belajar secara daring masih banyak terkendala di berbagai daerah dengan keterbatasan. Jika pembelajaran ini tetap dilanjutkan dalam jangka panjang karena masih satu-satunya opsi paling memungkinkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Pertama, konsep belajar daring perlu diarahkan untuk lebih menanamkan pemahaman kepada siswa, tentang mengapa teknologi ada dan dampaknya bagi lingkungan serta kehidupan banyak orang.

 
Artinya, pembelajaran daring lebih menekankan pemahaman konsep dan perangkat teknis, belum menjadi paradigma pembelajaran. 
 
 

Selama ini, siswa cenderung lebih banyak diajarkan tentang bagaimana menggunakan teknologi untuk memudahkan aktivitas, tetapi luput memahami mengapa teknologi perlu ada dan apa perannya bagi kehidupan.

Neil Postman dalam bukunya The End of Education: Redefining the Value of School (1995) mengungkapkan, pola pembelajaran pada siswa cenderung tidak tuntas, utamanya pada pembelajaran yang mengintegrasikan teknologi di dalamnya.

Siswa banyak diajarkan program dan penggunaan teknologi terbaru, tanpa diajak mengembara ke masa-masa kelahiran teknologi, alasan yang mendasari perlu ada teknologi, bagaimana penciptaannya, dan dampaknya bagi orang lain ataupun lingkungan sekitarnya.

Artinya, pembelajaran daring lebih menekankan pemahaman konsep dan perangkat teknis, belum menjadi paradigma pembelajaran. Padahal, pembelajaran daring tak sekadar transformasi belajar dari tatap muka menjadi aktivitas daring melalui media digital.

Belajar dengan teknologi perlu menstimulasi siswa lebih kreatif menemukan sumber belajar serta membentuk pengetahuan dan keterampilan lain. Pada guru dan lingkungan pendidikan, teknologi selayaknya mampu menciptakan sistem pembelajaran efektif.

Melalui teknologi, siswa diberi ruang bereksplorasi secara kreatif dan mandiri tentang berbagai fenomena kehidupan, yang dihadirkan guru dalam aktivitas belajar. Pembelajaran kemudian akan mengefisiensi interaksi dan kolaborasi antarsiswa dan guru atau sesama siswa.

 
Dukungan penyediaan sarana prasarana menjadi kebutuhan fundamental untuk menjembatani kesenjangan digital, yang selama ini menjadi masalah klasik pendidikan.
 
 

Sebagai konsep belajar masa depan, belajar secara daring juga perlu tetap dihadirkan meski hanya  bersifat komplementer, agar guru dan siswa terlatih menjalankan metode belajar daring sesuai kapasitas dan ketersediaan teknologi yang dimiliki.

Ini semacam upaya mitigasi bagi guru dan siswa agar tidak lagi gagap beradaptasi bila pada masa depan, pembelajaran kombinasi (luring dan daring) menjadi kebiasaan baru dalam belajar.

Kedua, pemerintah harus berkomitmen menjamin akses dan daya dukung lain untuk memudahkan siswa dan guru belajar secara daring lebih nyaman dalam jangka waktu lebih panjang. Program Digitalisasi Sekolah pada 2021 menjadi salah satu komitmen itu.

Melalui digitalisasi sekolah, pemerintah berfokus pada empat hal, yaitu penguatan platform digital; peningkatan kualitas konten pembelajaran di program TVRI; penyediaan bahan belajar dan model media pendidikan yang memungkinkan kurikulum, yang tidak hanya bersifat luring, tetapi juga daring dan interaktif; dan bantuan penyediaan sarana pendidikan berupa laptop, proyektor, serta perangkat teknologi informasi dan komunikasi kepada sekolah.

Dukungan penyediaan sarana prasarana menjadi kebutuhan fundamental untuk menjembatani kesenjangan digital, yang selama ini menjadi masalah klasik pendidikan.

Postman masih dalam bukunya menegaskan, perubahan teknologi selalu menghasilkan dikotomi saling bertentangan, yaitu mereka yang diuntungkan dan dirugikan karena manfaat teknologi tak dapat terbagi secara merata bagi semua orang.

 
Jadi, adaptasi penggunaan teknologi dalam pembelajaran mulai dipahami guru, sebagai kebutuhan belajar saat ini ataupun masa depan.
 
 

Beberapa analisis mengungkapkan, pembelajaran daring lebih mudah bagi yang memiliki akses baik dan kondisi lingkungan mendukung. Maknanya, pembelajaran daring tetap akan menjadi hambatan siswa yang tidak memiliki keduanya.

Dengan segala implikasinya, patut diakui, pandemi mempercepat transformasi pendidikan menjadi semakin inovatif.

Hasil Survei Cepat Pembelajaran dari Rumah dalam Masa Pencegahan Covid-19 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Agustus 2020 menunjukkan, beberapa dampak positif yang dirasakan guru melalui aktivitas belajar dari rumah.

Di antaranya, semakin beragamnya metode belajar yang digunakan guru dan peningkatan keterampilan guru, dalam menggunakan teknologi pembelajaran.

Hal ini, misalnya terlihat dari peningkatan persentase guru, yang meminta siswa belajar menggunakan berbagai sumber belajar elektronik dan memberikan materi secara interaktif melalui media daring, dibandingkan semester lalu saat awal Covid-19 merebak.

Jadi, adaptasi penggunaan teknologi dalam pembelajaran mulai dipahami guru, sebagai kebutuhan belajar saat ini ataupun masa depan sehingga perlu komitmen dan langkah nyata untuk meminimalisasi potensi hambatan dalam pelaksanaannya.

Tujuannya satu, belajar daring dapat benar-benar mengakomodasi kebutuhan belajar siswa karena terdampak pandemi yang masih belum terlihat kapan berakhirnya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat