Terdakwa Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (6/1). | Republika/Thoudy Badai

Nasional

Pinangki Dituntut Empat Tahun

Jaksa Pinangki dituntut atas perkara suap, penucian uang, dan permufakatan jahat.

JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum meminta agar Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara terhadap Pinangki Sirna Malasari. Jaksa menilai, Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan di Kejaksaan Agung itu terbukti atas perkara suap, pencucian uang dan pemufakatan jahat. 

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Pinangki Sirna Malasari dengan pidana penjara 4 tahun penjara dikurangi masa tahanan, " kata Jaksa Yanuar Utomo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (11/1). 

Tak hanya pidana badan, Penuntut Umum juga meminta agar Majelis Hakim menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Adapun, dalam menjatuhkan tuntutan Jaksa mempertimbangkan sejumlah.

Untuk hal yang memberatkan, Jaksa hanya mempertimbangkan status Pinangki sebagai aparat penegak hukum yang tak mendukung program pemerintah dalam rangka memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Sementara hal yang meringankan yakni Pinangki belum pernah dihukum. Pinangki juga dinilai menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya. "Terdakwa juga mempunyai anak berusia empat tahun, " kata Jaksa. 

Hadir dalam persidangan, Pinangki mengenakan gamis serba hitam lengkap dengan masker serta face shield. Namun, Pinangki memilih tidak berkomentar ihwal persidangannya.  

Sebelumnya, dalam pemeriksaan terdakwa pada Rabu (6/1), Pinangki mengaku sangat menyesali perbuatannya. Ia juga memohon agar penuntut umum berbelas kasihan kepada dirinya. 

"Dan mohon belas kasihan Yang Mulia agar kiranya bisa memutuskan belas kasihan. Anak saya masih empat tahun, bapak saya sakit, " ujar Pinangki di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (6/1). 

photo
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra selaku terdakwa perkara suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta permufakatan jahat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (7/1). - (MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA FOTO)

"Saya menyesal. Saya berjanji tidak akan dekat-dekat lagi kayak begini lagi. Saya mau jadi ibu rumah tangga saja kalau saya sudah selesai. Saya tidak tahu lagi mesti gimana, hidup saya sudah hancur. Tak ada artinya lagi, " tambah Pinangki.

Dalam perkara ini jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500 ribu dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra. Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar AS atau sekitar Rp 6.219.380.900 sebagai uang pemberian Joko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.

Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Joko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.

Dalam dakwaan kedua, Pinangki didakwa Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sementara dakwaan ketiga yakni tentang untuk pemufakatan jahat, Pinangki didakwa melanggar Pasal 15 Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP.

Dalam dakwaan, Pinangki disebut menyusun rencana aksi alias action plan untuk membebaskan Djoko Tjandra melalui mekanisme peninjauan kembali lewat PN Jakarta Selatan. Dalam persidangan, Pinangki menyebut "action plan" untuk Djoko Tjandra berasal dari rekannya, pengusaha Andi Irfan Jaya yang juga sempat jadi kader Partai Nasional Demokrat.

photo
Saksi Andi Irfan Jaya memberikan keterangan saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (17/12). - (Republika/Thoudy Badai)

"Pertama, saya tidak buat action plan, saya tidak minta dibuatkan action plan, tetapi bulan Februari 2020 itu saya pernah di-forward oleh Andi Irfan," kata Pinangki dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.

Action plan yang dimaksud terdiri dari 10 tahap pelaksanaan untuk meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) atas putusan Peninjauan Kembali (PK) Djoko Tjandra dengan mencantumkan inisial "BR" sebagai pejabat di Kejaksaan Agung dan dan "HA" selaku pejabat di MA.

Biaya pelaksanaan action plan itu awalnya 100 juta dolar AS namun Djoko Tjandra hanya menyetujui 10 juta dolar AS. "Kemudian action plan itu saya forward lagi ke Anita (kuasa hukum Djoko Tjandra, Anita Kolopaking). Anita mengatakan itu adalah action plan yang ditolak Djoko Tjandra pada Desember 2019. Jadi waktu itu kita membahas mengenai penolakan bulan Desember tapi saya tidak membaca detailnya," ujar Pinangki.

Atas pernyataan Pinangki itu, Jaksa Penuntut Umum meminta untuk menceritakan terkait penolakan action plan lebih dulu sebelum dikirim."Yang mengirim kan bukan saya Pak," jawab Pinangki.

Pinangki mengaku membawa rekannya Andi Irfan Jaya untuk bertemu dengan Djoko Tjandra di kantornya di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 25 November 2019. Pertemuan itu juga dihadiri oleh advokat Anita Kolopaking.Terkait hal tersebut, dalam nota pembelaan (pledoi), Andi Irfan juga membantah telah membuat action plan tersebut.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat