KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen. Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah, ini berkiprah di ranah pendidikan, dakwah, dan politik nasional. | DOK REP Bowo Pribadi

Tema Utama

Mbah Moen dan Jangkar Politik Kebangsaan

Dalam berpolitik, Mbah Moen selalu mengedepankan kepentingan bangsa dan negara.

OLEH MUHYIDDIN

KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen (1928-2019) merupakan seorang ulama yang dihormati berbagai kalangan. Bahkan, ketokohan sang pengasuh Pondok Pesantren al-Anwar, Sarang, itu diterima tidak hanya umat Islam, melainkan juga komunitas agama-agama lainnya. Di sepanjang hayatnya, dai yang lahir di Rembang, Jawa Tengah, itu juga berkiprah di dunia politik.

Menurut KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus, Mbah Moen memiliki karier perpolitikan yang cemerlang. Gus Mus mengatakan, sikap yang selalu ditunjukkan sang ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu ialah mengutamakan islah dan perjuangan yang luhur. Karena itu, di tengah berbagai konflik politik yang pernah terjadi, Mbah Moen kerap tampil sebagai tokoh penyejuk.

Maka dari itu, lanjutnya, tokoh yang pernah menjadi anggota MPR mewakili Jawa Tengah itu layak dijuluki jangkar politik kebangsaan. “Beliau (Mbah Moen) menerapkan politik yang beretika. Bandingkan sekarang, banyak politikus yang tidak beretika. Kiai Maimoen saat jadi anggota MPR dulu identitas santrinya tidak hilang. Orang-orang tetap menghormatinya bukan hanya sebagai politisi, tetapi juga kiai,” ujar pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang, itu dalam acara Webinar Internasional bertema “Gagasan Pahlawan Nasional Hadratussyaikh KH Maimoen Zubair” yang digelar beberapa waktu lalu.

Gus Mus pun mengajak generasi Muslimin yang bertungkus lumus di dunia politik untuk meneladan cara-cara berpolitik Mbah Moen. Sebab, politik yang ditunjukkan sang alim sangat beretika. Tak mengherankan bila tokoh senior PPP itu bisa menyelesaikan konflik di internal partai politik tersebut.

“Ada masalah apa pun, diselesaikan. Kegaduhan di PPP itu, misalnya, sosok yang menyelesaikan adalah Mbah Maimoen,” katanya.

photo
ILUSTRASI KH Maimoen Zubair atau akrab disapa Mbah Moen saat mengikuti acara Haul Gus Dur kesembilan. Tokoh agama yang wafat pada 6 Agustus 2019 itu dikenang sebagai sosok yang mengayomi dan bersahaja. - (DOK ANTARA Galih Pradipta)

Putra Mbah Moen, Taj Yasin Maimoen, mengatakan, ayahandanya itu kerap mengingatkan bahwa politik adalah salah satu jalan perjuangan amar ma’ruf nahi munkar. Di samping itu, dalam berkiprah di dunia politik Mbah Moen juga selalu mengedepankan islah dan nasionalisme. Fokusnya adalah politik kebangsaan, bukan transaksional apalagi uang.

“Baginya, politik bukanlah kepentingan sesaat, tetapi sumbangsih untuk mendialogkan Islam dan kebangsaan,” ujar Gus Yasin.

Kepada para santrinya di Sarang, kenang wakil gubernur Jawa Tengah itu, Mbah Moen sering berpesan untuk berpegang teguh kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Kecintaan terhadap Tanah Air merupakan semangat yang mesti ada dalam setiap Muslim Indonesia. Di samping itu, dirinya juga acap kali dinasihati agar selalu menghargai kemajemukan di tengah masyarakat.

“Dan beliau (Mbah Moen) juga mengajarkan bagaimana kebhinnekaan tunggal ika itu harus ada. Beliau sering mengatakan, bedo yo bedo, neng ojo bedo,” tuturnya.

Mbah Moen senantiasa mengajarkan konsep islam, rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil ‘alamin). Ulama yang pernah menimba ilmu di Tanah Suci itu berpandangan, Islam tidak hanya mencerahkan kehidupan kaum Muslimin sehingga mereka dapat tenteram dan damai. Cahaya agama ini juga seharusnya mendamaikan dan menenteramkan bagi umat agama-agama lainnya.

“Menurut Mbah Moen, dakwah selayaknya dilakukan secara damai, tak perlu keras atau galak. Sebab, kondisi hari ini berbeda dengan zaman ketika awal-awal (syiar) Islam, yang mana saat itu masih jihad dengan membawa senjata,” jelas Gus Yasin.

KH Ahmad Bahauddin Nursalim mengatakan, sikap politik yang diamalkan Mbah Moen sudah semestinya menjadi inspirasi kalangan politikus Muslim masa kini. Gus Baha, demikian dirinya akrab disapa, menjelaskan bagaimana Mbah Moen berjuang melalui PPP. Gurunya itu tidak hanya bervisi kemaslahatan di dunia, tetapi juga mengharapkan ridha Allah SWT sehingga selamat di akhirat kelak.

Dalam pandangan Mbah Moen, seharusnya partai Islam tidak hanya berhenti pada merumuskan solusi atas pelbagai masalah riil yang membelit bangsa ini, seperti kemiskinan atau ketimpangan ekonomi. Partai Islam hendaknya tetap pada jalur yang benar sehingga tidak melanggar syariat agama ini.

Sebagai contoh, lanjut Gus Baha, dalam menemukan jawaban atas persoalan ekonomi partai Islam tidak pernah sampai berpikiran untuk menjadikan—umpamanya—beberapa pulau di Indonesia sebagai kawasan judi, seperti di Nevada (Amerika Serikat) atau Makau.

“Apa pun kondisi ekonomi kita, insya Allah tidak berpikiran untuk menjadikan pulau-pulau tertentu menjadi pulau judi,” ujar Gus Baha mengenang prinsip gurunya, Mbah Moen, dalam berpolitik islami.

Ia meneruskan, bagi Mbah Moen, partai Islam yang menyuarakan moral akan memiliki keberkahan tersendiri bagi negeri ini. Sebab, dengan adanya partai Islam, Indonesia bisa mengekang sekian nafsunya demi kebaikan bersama. Apalagi bila partai-partai Islam ikut mengambil inspirasi dari Alquran dan sunnah Nabi Muhammad SAW.

“Kita harapkan (partai Islam) bisa mewarnai Indonesia dan selalu kita berharap menuju baldatun tayyibatun warabbun ghafur,” jelas ulama yang ahli tafsir Alquran ini.

Visi untuk NKRI

Menanggapi Gus Baha, para pemateri dalam acara webinar internasional ini berpandangan sama. Bahkan, Gus Yasin mengungkapkan, ayahandanya bervisi agar Indonesia dapat menjadi negara yang sejahtera dan dinaungi ridha Allah Ta’ala. Karena itu, ia mengajak seluruh elemen bangsa, khususnya kaum Muslimin, untuk meneruskan perjuangan Mbah Moen.

“Harapan tentang NKRI ini menjadi baldatun tayyibatun warabbun ghafur, mari kita teruskan, kita perjuangkan apa yang menjadi cita-cita beliau (Mbah Moen),” katanya.

Selama hidupnya, Mbah Moen di dunia politik praktis pernah menjadi anggota DPRD Kabupaten Rembang selama tujuh tahun (1971-1978). Dirinya juga pernah menjadi anggota MPR selama tiga periode (1987-1989). Setelah itu, tokoh yang wafat pada 6 Agustus 2019 di Makkah, Arab Saudi, itu menjadi ketua Majelis Syariah PPP hingga tutup usia.

Dalam membangun NKRI, menurut Gus Yasin, ayahnya memulai pengabdian dari level akar rumput. Sebelum menjadi seorang legislator, Mbah Moen diketahui pernah menjadi kepala pasar dan kepala koperasi untuk mendukung kesejahteraan masarakat lokal.

“Dan, tidak jarang beliau (Mbah Moen) memberikan uang pribadinya kepada masyarakat, khususnya untuk membangun masjid-masjid, dan untuk membangun dam-dam yang ada di sungai-sungai yang ada di Sarang,” ungkapnya.

Gagasan-gagasan Mbah Moen tentang konsep kebangsaan sering juga disampaikan melalui ceramah-ceramah keagamaan. Salah satu petuahnya, kenang Gus Yasin, bahwa Indonesia memang bukanlah sebuah negara Islam. Akan tetapi, republik ini dijiwai oleh sila pertama dari Pancasila, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa.

Maknanya, agama dan religiositas tak bisa dilepaskan dari eksistensi NKRI. Sila pertama itulah yang kemudian memancarkan kebaikan-kebaikan, seperti tertuang dalam sila-sila berikutnya. Mulai dari keadaban atau akhlak, persatuan nasional, kesejahteraan umum, dan tentunya keadilan sosial.

“Mbah Moen tampil sebagai sosok guru bangsa, penebar hawa sejuk yang terus mengingatkan masyarakat Indonesia agar tidak terjebak konflik saudara, bahkan sampai peperangan saudara,” ucapnya.

Mbah Moen selama hidupnya selalu istikamah berjuang dalam partai PPP. Sejak partai Islam itu terbentuk, kiprahnya di ranah politik memang identik dengan partai yang berbendera dominan warna hijau tersebut. Ketika PPP sempat dilanda konflik internal, lanjut Gus Yasin, para tokoh partai tersebut dapat berdialog dengan perantaraan Mbah Moen.

“Ketika kita berbicara tentang politik, tentu ada keberagaman, ada perbedaan. Akan tetapi, ketika sudah berbicara Mbah Moen, orang-orang yang berbeda pun akan selalu segan,” ujarnya.

Peran Mbah Moen sebagai penengah dilandasi pada prinsip dan sikapnya yang selalu berarah pada kepentingan umat dan bangsa, bukan sekadar egoisme golongan, apalagi pribadi. Kecenderungannya yang nirpamrih merupakan teladan yang tampaknya langka dijumpai dewasa ini di dunia perpolitikan nasional.

“Maka, dalam jagat politik di Indonesia kehadiran beliau banyak memberikan warna dan pengaruh pada kancah perpolitikan nasional,” jelas Gus Yasin.

 

photo
KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen. Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah, ini berkiprah di ranah pendidikan, dakwah, dan politik nasional. - (DOK REP Bowo Pribadi)

Tokoh Lintas Agama dan Golongan

 

Sudah lebih dari satu tahun sejak wafatnya KH Maimoen Zubair (1928-2019). Baru-baru ini, berbagai tokoh mengadakan diskusi virtual bertema ketokohan sosok yang akrab disapa Mbah Moen tersebut. Salah seorang pemateri dalam kesempatan ini, KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus memandang nama baik Mbah Moen diterima lintas agama dan golongan.

Menurut Gus Mus, para dai umumnya mungkin sering menyampaikan agar kaum Muslimin terus menjaga solidaritas sesama umat Islam (ukhuwah Islamiyah), bangsa (ukhuwah wathaniyah), dan manusia (ukhuwah basyariah). Bagaimanapun, fenomena yang kerap terjadi ialah perpecahan akibat tidak mampunya untuk menerapkan kedua ukhuwah yang tersebut awal.

“Namun, Kiai Maimoen sudah berada di posisi paling atas. Ukhuwahnya adalah ukhuwah basyariyah,” kata Gus Mus dalam acara webinar virtual bertajuk “Gagasan Pahlawan Nasional Hadratussyaikh KH Maimoen Zubair” yang dihelat beberapa waktu lalu.

photo
Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Maimoen Zubair (kiri) saat menghadiri cara Sarang Berzikir Untuk Indonesia Maju di Rembang, Jawa Tengah, Jumat (1/2/2019). Dalam acara tersebut Maimoen Zubair mengisyaratkan akan mendukung Joko Widodo pada Pilpres 2019 - (ANTARA FOTO)

Turut hadir dalam diskusi ini ialah Kepala Campus Ministry Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Pastor Aloysius Budi Purnomo. Menurutnya, Mbah Moen dihormati kalangan umat Nasrani, termasuk para pemuka agama. Tatkala mubaligh tersebut wafat dalam usia 90 tahun di Makkah, Arab Saudi, Budi Purnomo mengaku tergerak untuk menuliskan sebuah opini di media massa. Baginya, pengasuh Pondok Pesantren al-Anwar Sarang itu merupakan seorang pahlawan.

“Saya mengusulkan Mbah Moen sebagai pahlawan karena dalam diri beliau terpadukan tiga kata (sifat) penting yang selama ini saya lihat, saya rasakan, dan yang saya harapkan,” ujarnya.

photo
Calon Presiden no urut 2 Prabowo Subianto (kanan) berbincang dengan Kyai Maimoen Zubair (kiri) saat mengunjungi pondok pesantren Al-Anwar di Sarang, Rembang, Jawa Tengah, Sabtu (29/9). Kunjungan tersebut untuk bersilaturahmi dengan Kyai Maimoen Zubair dan para santri - (ANTARA FOTO)

Ketiga kata yang dimaksudkannya adalah nasionalis, religius, dan ekologis. Masing-masing berarti cinta Tanah Air, meyakini Kemahakuasaan Tuhan, dan merawat kehidupan di bumi. Ketiganya adalah nilai-nilai yang perlu dilanjutkan dan diperjuangkan oleh seluruh elemen bangsa, baik Muslim maupun non-Muslim.

“Perjumpaan saya dengan Mbah Moen, beliau selalu memancarkan aura itu: nasionalis, religius, dan ekologis,” ucapnya.

Purnomo mengenang, pernah suatu ketika ia menyaksikan bagaimana Mbah Moen menerima dengan hangat kunjungan para pembela hak hidup di Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah. Mereka adalah perempuan dan berjumlah sembilan orang sehingga berjulukan “Sembilan Kartini Kendeng”.

photo
Umat muslim mengangkat jenazah KH Maimun Zubair (Mbah Moen) seusai dimandikan di Masjid Muhajirin Khalidiyah, Mekkah, Selasa (6/8/2019). Jenazah selanjutnya akan disemayamkan di Kantor Urusan Haji Daker Syisyah, Mekah lalu disalatkan di Masjidil Haram dan dimakamkan di Kota Mekah - (ANTARA)

“Pemimpinnya adalah Bu Sukinah, seorang petani di Rembang. Ketika Nyai Sukinah ini datang ke Mbah Moen, beliau dengan wajah rahmatan lil ‘alamin, menerima mereka yang semuanya adalah para petani,” katanya.

“Mbah Moen dengan wajah penuh kasih mendengarkan curahan hati (curhat) dari para Kartini Kendeng ini. Luar biasa, bagi saya, inilah yang disebut dengan pengalaman religius dan ekologis sekaligus. Itulah satu kesan mendalam yang saya dapatkan dari sosok Mbah Moen,” sambung akademisi Unika tersebut.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat