Pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar, KH Maimoen Zubair memimpin doa saat Halaqah Nasional Alim Ulama di Jakarta, Kamis (13/7/2017) malam. | Republika/ Wihdan

Tema Utama

Mbah Moen Dalam Kenangan, Heroisme Sang Perekat Bangsa

Mbah Moen mengumandangkan jiwa nasionalis yang religius.

OLEH MUHYIDDIN

KH Maimoen Zubair merupakan seorang ulama yang termasyhur di Tanah Air. Kiprahnya tak hanya di dunia dakwah, melainkan juga politik. Berbagai kalangan mengusulkan sosok yang disapa Mbah Moen itu sebagai pahlawan nasional.

KH Maimoen Zubair merupakan salah seorang ulama nusantara yang berkontribusi besar dalam merekatkan bangsa. Sosok karismatik asal Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, itu tidak hanya dihormati kalangan umat Islam, tetapi juga komunitas agama-agama lainnya di Tanah Air. Karena itu, berbagai pihak, utamanya masyarakat Muslimin, memandangnya pantas didaulat sebagai seorang pahlawan nasional.

Sejarawan Zainul Milal Bizawie mengatakan, tokoh yang biasa dipanggil Mbah Moen itu telah memenuhi kriteria-kriteria pahlawan nasional. Menurut penulis buku Islam Nusantara ini, Mbah Moen harus ditempatkan sebagai ulama yang layak menjadi pahlawan nasional.

Sebab, lanjut dia, ulama yang hingga akhir hayatnya mengasuh Pondok Pesantren al-Anwar Sarang itu turut berperan dalam perjuangan dan pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

photo
Pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar, KH Maimoen Zubair memimpin doa saat Halaqah Nasional Alim Ulama di Jakarta, Kamis (13/7) malam. Pada Halaqah Nasional Alim Ulama ini menghasilkan Deklarasi Majelis Dzikir Hubbul Wathon - (Republika/ Wihdan)

“Mbah Maimoen juga mengangkat senjata sebagai laskar di daerah Sarang. Dan, mungkin Mbah Maemoen juga (mendirikan) laskar di Lirboyo (Kediri, Jawa Timur),” ujar Milal Bizawie dalam acara Webinar Internasional bertema “Gagasan Pahlawan Nasional Hadratussyaikh KH Maimoen Zubair” yang digelar beberapa waktu lalu.

Acara yang sama mengumpulkan elemen-elemen masyarakat yang mengusulkan gelar pahlawan nasional bagi Mbah Moen. Mereka tergabung dalam kelompok yang disebut sebagai Tim-17. Menurut Bizawie, Tim-17 hendaknya mengusung topik Mbah Moen sebagai sosok perekat bangsa Indonesia yang majemuk. “Jadi, saya menggarisbawahi bahwa Mbah Maimoen Zubair ini sebagai perekat bangsa,” katanya.

 
Saya menggarisbawahi bahwa Mbah Maimoen Zubair ini sebagai perekat bangsa.
 
 

Dalam merekatkan bangsa ini, menurut Bizawie, setidaknya ada tiga tindakan yang telah dilakukan Mbah Moen. Pertama, sang alim di sepanjang hidupnya mampu merekatkan para ulama pendiri bangsa, pejuang, dan juga penjaga kemerdekaan.

“Mbah Maimoen ini sebagai penyambung sanad itu semuanya. Beliau merakit itu semuanya. Jadi, Mbah Moen sebagai perekatnya, mengalami semuanya, menemui semua. Bahkan, beliau menjadi santri para ulama-ulama tersebut,” jelasnya.

Dia pun menuturkan tanggal-tanggal manarik yang mengiringi perjuangan Mbah Moen sejak tokoh tersebut lahir pada 28 Oktober 1928. Menurut dia, momen-momen tersebut merupakan rentetan penanda bahwa Mbah Moen memang dilahirkan sebagai perekat bangsa.

photo
KH Zubair Dahlan, yang juga ayahanda Mbah Moen, merupakan sosok ulama yang zuhud. Pada masa transisi Orde Lama ke Orde Baru, ia bersama para santrinya sempat dirundung kaum komunis. - (DOK NU CARE)

Pertama-tama, tanggal kelahirannya yang bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda. Selanjutnya, pada 17 Agustus 1945, yakni hari proklamasi kemerdekaan RI, Mbah Moen diketahui juga menjadi santri di Lirboyo.

Bizawie mengatakan, dengan demikian itu menandakan bahwa Mbah Moen ikut mempertahankan kedaulatan negeri, khususnya pada Pertempuran Surabaya tanggal 10 November 1945. Terlebih lagi, peristiwa yang akhirnya dikenang sebagai Hari Pahlawan Nasional itu didahului oleh terbitnya Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 oleh sang pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari.

“Sehingga saya yakin beliau (Mbah Moen) juga mengikuti Laskar Hizbullah yang dibangun oleh Mbah Mahrus Ali Lirboyo yang dibentuk untuk mempertahankan Kota Surabaya saat itu. Sebab, perang besar 10 November itu (pesertanya) terbanyak dari Lirboyo,” ungkapnya.

Karena itu, Bizawie menegaskan, Tim-17 perlu melakukan penelusuran dan pencarian atas berbagai arsip yang mencatat keikutsertaan Mbah Moen dalam laskar pejuang, baik ketika ulama tersebut masih beraktivitas di Sarang, Rembang, maupun ketika di Lirboyo, Kediri, Jawa Timur.

 
Pada 1950, Mbah Moen pergi ke Makkah, Arab Saudi, untuk menuntut ilmu agama di Darul Ulum.
 
 

Pada 1950, Mbah Moen pergi ke Makkah, Arab Saudi, untuk menuntut ilmu agama di Darul Ulum. Lembaga pendidikan itu tidak hanya menjadi kawah candradimuka para pelajar, tetapi juga generasi Muslimin Indonesia yang hendak membangun tanah airnya. Karena itu, selama di sana mubaligh tersebut juga turut serta dalam proses kaderisasi alim ulama yang cinta Indonesia.

Salah seorang gurunya adalah pamannya sendiri, yaitu KH Muhaimin Lasem. Sosok ini dikenal memiliki hubungan yang dekat dengan banyak ulama Haramain. Bizawie menjelaskan, komunikasi dan diskusi yang ada semakin menguatkan dukungan mereka terhadap kemerdekaan Indonesia, sebuah negeri nun jauh dari Jazirah Arabia tetapi berpenduduk Muslim terbesar.

“Itu juga menjadi penanda diterimanya NKRI secara penuh sebagai negara yang berdaulat,” ucap Bizawie.

Beberapa tahun setelah pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda, Mbah Moen terjun ke dunia pendidikan. Pada 1965, ia mendirikan Pondok Pesantren al-Anwar Sarang di Rembang. Bizawie mengingatkan kembali, pada tahun itu terjadi pula pergolakan G30S/PKI. Ketika itu, kekuatan Islam harus berhadapan dengan kaum komunis, utamanya yang bernaung di bawah Partai Komunis Indonesia (PKI) yang sedang mesra-mesranya dengan rezim Presiden Sukarno.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Muhibbin KH Maemoen Zubair (muhibbin.mbahmaemoen)

“Jadi, ada penanda-penanda yang memang perlu kita ulas. Beliau seakan memang diciptakan untuk menandai sebuah perjalanan bangsa,” ucap dia.

Khususnya pada masa Orde Baru, Mbah Moen terjun ke dunia politik. Waktu itu, kekuatan politik Islam terkonsentrasi pada Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akibat keinginan Presiden Soeharto untuk memberlakukan kebijakan fusi partai-partai. Dengan memasuki ranah politik praktis, yakni berkiprah di PPP, Mbah Moen mulai diterima semua kalangan.

Ketokohannya tak lagi sebatas internal umat Islam, melainkan lintas golongan. Bizawie mengatakan, sang alim sekali lagi berperan merekatkan hubungan antara ulama, para pejabat pemerintahan, dan umat.

 
Mbah Moen merekatkan ulama dan umara, dan berbagai kalangan.
 
 

“Beliau (Mbah Moen) merekatkan ulama dan umara, dan berbagai kalangan,” ujarnya.

Guru Besar Sejarah Peradaban Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Prof Ismawati menilai, sosok Mbah Moen layak disebut sebagai seorang alim penjaga keutuhan dan perdamaian NKRI. Menurutnya, selama hidupnya ketua Majelis Syariah PPP itu tidak hanya berjuang secara fisik, tetapi juga keilmuan.

Karena itu, tidak sedikit para ulama, kiai, dan tokoh khususnya di Jawa Tengah yang berguru kepada Mbah Moen. Hasil tempaan dan pendidikannya kemudian turut menyebarkan perdamaian di Tanah Air.

“Saya menyebut beliau (Mbah Moen) sebagai penjaga perdamaian NKRI. Jadi sejak awal Mbah Moen mengumandangkan jiwa nasionalis yang religius. Tidak hanya mengajarkan agama, tetapi beliau juga berjuang bagi bangsa Indonesia,” kata Ismawati.

Dalam menyebarkan ajaran Islam, terutama prinsip rahmatan lil ‘alamin, jasa-jasa Mbah Moen antara lain mendirikan Pondok Pesantren al-Anwar. Di sanalah, Mbah Moen mengajarkan ajaran-ajaran agama ini, seperti sikap ramah, toleran, dan menghargai kultur masyarakat Indonesia yang majemuk. Pesantren yang didirikannya itu pun berkembang pesat. Jutaan alumninya telah tersebar ke berbagai pelosok negeri untuk mendakwahkan Islam.

“Artinya, Kiai Maimoen ini betul-betul menjadi pelopor keagamaan yang jaringannya jelas. Ketika Islam dibawa Mbah Moen dari Makkah dan mampu menyesuaikan dengan kondisi kultur bangsa Indonesia, kemudian kita mengenalnya dengan Islam Nusantara,” jelasnya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Muhibbin KH Maemoen Zubair (muhibbin.mbahmaemoen)

Ismawati menuturkan, Mbah Moen juga merupakan seorang ulama lintas zaman. Dirinya hidup sejak era presiden pertama, Sukarno, hingga presiden terakhir saat ini. Karena itu, lanjut akademisi tersebut, Mbah Moen sudah merasakan betul pahit getirnya bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan dan mempertahankan kedaulatan.

“Maka beliau (Mbah Moen) berketetapan untuk terus mensyukuri bahwa Indonesia harus bersatu, tidak boleh terpecah-belah. Dan, beliau menjaganya jangan sampai Indonesia terpecah-belah,” katanya.

Karena itu, tambah dia, Mbah Moen sangat mengecam hal-hal yang dapat mengoyak keutuhan NKRI. Di antaranya adalah paham-paham transnasional yang ingin menandingi Pancasila sebagai kesepakatan bangsa Indonesia.

“Sebab negara ini sudah merdeka dan menjadi NKRI, sehingga tidak boleh terpecah belah lagi, dan ini sangat dijaga oleh Mbah Moen,” ujarnya.

Dalam upaya mengajukan Mbah Moen sebagai seorang pahlawan nasional, Tim-17 telah menyiapkan berbagai dokumen. Semuanya akan difinalisasi untuk mendapatkan rekomendasi dari pihak-pihak terkait, seperti bupati Rembang dan gubernur Jawa Tengah.

Tim tersebut menargetkan, pada akhir Januari 2021 semua berkas yang diperlukan sudah bisa dikirim ke pemerintah pusat, yakni dalam hal ini Kementerian Sosial (Kemensos) untuk diproses lebih lanjut.

Salah satu arsip rujukan yang diandalkan ialah dokumen almarhum KH R As’ad Syamsul Arifin (1897-1990). Ulama yang juga pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Sukorejo Situbondo, Jawa Timur, itu sebelumnya telah mendapatkan gelar pahlawan nasional yakni pada 2016 lalu.

Apresiasi terhadap kerja Tim-17 disampaikan banyak pihak. Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen menyampaikan terima kasih kepada para ulama dan tokoh agama yang ingin bersama-sama mengusulkan Mbah Moen sebagai pahlawan nasional.

“Khususnya kepada Tim-17, yang saya yakin, tim ini rasa mahabbah-nya kepada Mbah Maimoen sangat tinggi sehingga mengusulkan gelar pahlawan nasional,” katanya.

Putra Mbah Moen itu mengatakan, selama hidupnya sang alim benar-benar telah mewakafkan dirinya kepada agama dan bangsa. Mbah Moen juga dipandangnya sangat berjasa dalam mengajarkan Islam yang kaffah. Prinsip rahmat bagi semesta (rahmatan lil ‘alamin) disebarkannya agar menjadi solusi bagi segala permasalahan yang ada.

“Mbah Moen selalu berpesan tentang semangat kebangsaan, patriotisme, dan kenegaraan. Di samping itu, tentu beliau mengajak bagaimana memegang teguh agama dan syariat,” ucap sosok yang akrab disapa Gus Yasin itu menjelaskan.

Selain itu, Mbah Moen merupakan sosok kiai sekaligus ulama yang menjadi rujukan. Bahkan, ketokohannya tidak hanya diakui di Indonesia, tapi juga mancanegara. Salah satu nasihatnya yang masih terus diingat Gus Yasin ialah, bahwa Islam mengormati kebinekaan di tengah masyarakat.

“Beliau (Mbah Moen) juga menyampaikan bahwa ikhtilaf ummah itu rahmah. Beliau mengajarkan bahwa nilai-nilai toleransi, gotong royong, perdamaian, keberagamaan, dan mencintai sesama manusia itu penting,” tutupnya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Muhibbin KH Maemoen Zubair (muhibbin.mbahmaemoen)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat