Rumah Sakit Muhammadiyah menjadi sarana penanganan covid-19. Ormas Islam seperti Muhammadiyah dan NU terlibat aktif menanggulangi pandemi. | republika

Khazanah

Ormas Islam Ingatkan Pandemi Covid-19 Belum Usai

RS Muhammadiyah dan Aisyiyah berusaha meningkatkan pelayanan Covid-19.

JAKARTA -- Memasuki tahun 2021, berbagai organisasi masyarakat (ormas) Islam mengingatkan publik untuk tetap mewaspadai penyebaran Covid-19. Koordinator Divisi Diseminasi Informasi dan Komunikasi MCCC, Budi Santoso, menyebut tagline "Wabah Belum Berakhir" masih mereka gaungkan hingga saat ini.

"Muhammadiyah melalui MCCC mendorong setiap pihak, termasuk majelis dan lembaga maupun amal usaha di seluruh Indonesia dan di luar negeri, untuk bersatu memerangi Covid-19 sesuai peran masing-masing," ujarnya saat dihubungi Republika, Ahad (3/1).

Di satuan pendidikan Muhammadiyah dan Aisyiyah, protokol pencegahan penanggulangan bencana untuk pembelajaran jarak jauh masih diterapkan. Hal ini berlaku dari jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga perguruan tinggi.

Di bidang kesehatan, RS Muhammadiyah dan Aisyiyah berusaha meningkatkan pelayanan baik secara kualitas dan kuantitas, berupa penambahan tempat tidur. Sejauh ini, tercatat ada 84 rumah sakit yang menangani Covid-19.

Tak hanya itu, Budi menyebut MCCC juga mendorong seluruh wilayah untuk menyediakan shelter isolasi mandiri bagi warga yang terinfeksi Covid-19 namun berstatus orang tanpa gejala (OTG). Di Yogyakarta, sudah ada tiga shelter yang bisa digunakan.

"Di Yogya sudah ada tiga shelter. Akan ada lagi nanti di Nggose, Bantul. Tujuannya, agar mereka mendapatkan fasilitas terbaik saat menjalani karantina. Tidak semua orang punya rumah yang memadai untuk isolasi," lanjutnya.

Selain hal-hal di atas, masih ada beragam usaha lain yang dikerahkan untuk membantu mengedukasi masyarakat. Budi menyebut di tahun 2021 ini, MCCC masih kencang melakukan perang melawan Covid-19, dengan menggerakkan segala aspek yang dimiliki.

Bersama Majelis Tabligh dan Tarjih Muhammadiyah, ia menyebut MCCC kerap melakukan kajian. Kajian tidak hanya dilakukan di pusat, namun sampai ke tingkat wilayah, setidaknya seminggu sekali. Mubaligh yang ada di Muhammadiyah dikerahkan sevata penuh untuk membantu memberikan pencerahan kepada masyarakat.

"Dalam dakwah, kita pertimbangkan juga terkait ilmu pengetahuan. Ilmu menjadi basis referensi untuk menerapkan atau implementasi muamalah kita," kata dia.

 

 

Maka dalam tabligh, kita hadirkan ustaz dan pakar atau dokter

 

BUDI SANTOSO, Koordinator Divisi Diseminasi Informasi dan Komunikasi MCCC
 

Cara ini juga disebut menjadi salah satu jalan yang ditempuh untuk membalas berita-berita bohong yang banyak bertebaran di media sosial serta masyarakat. Agar penyebaran informasi kajian semakin luas, Muhammadiyah menyediakan siaran langsung dan memanfaatkan media sosial.

Kehadiran ulama atau ustaz dalam kajian untuk menerangkan dari sisi fiqih, sementara dokter akan menjelaskan kajian epidemiologi. Ruang-ruang diskusi terus dibuka, termasuk di Youtube, Instagram, Twitter, serta Facebook. Bahkan, MCCC menyediakan layanan telepon atau call center dan konseling privat, jika diperlukan.

Dalam memberikan edukasi kepada masyarakat, Budi mengakui tantangan terbesar adalah sebaran informasi yang diberikan pihak lain, atau dalam hal ini berita bohong. Kondisi ini dinilai biasa terjadi, mengingat pasti ada dua pelaku yang muncul dalam menanggapi suatu hal.

"Kita berpacu dengan mereka yang menyebarkan informasi tidak benar. Kita berlomba dengan mereka dalam menyebarkan informasi yang sebenarnya. Produksi informasi hoaks ini terus menerus dan tidak berhenti," ujarnya.

Koordinator Satuan Tugas Nahdlatul Ulama (NU) Peduli Covid-19 dr Makky Zamzami mengatakan, pihaknya telah melakukan evaluasi terhadap berbagai program edukasi tentang Covid-19 yang telah berjalan 10 bulan terakhir.

Menurut dia, setidaknya ada beberapa cara agar edukasi tersebut dapat semakin efektif untuk selanjutnya. “Pertama-tama, edukasi yang paling efektif itu memanfaatkan kearifan lokal. Ini bisa melalui budaya atau bahasa lokal,” ujar dia saat dihubungi Republika, kemarin.

Sebagai contoh, belakangan ini pihaknya membuat video-video pendek dengan latar yang akrab bagi masyarakat sasaran edukasi. Para pemeran video tersebut menghadirkan suasana sehari-hari, umpamanya, seperti di pesantren atau warung kopi.

“Dengan video-video ini, diharapkan masyarakat lebih memahami tentang bahaya Covid-19 tanpa terkesan digurui. Sebab, bahasa yang dipakai memang sesuai dengan bahasa di masyarakat,” kata dia.

Cara lainnya dalam mendukung proses edukasi adalah mengundang orang-orang yang pernah terkena Covid-19. Sejak 31 Desember 2020, dia menambahkan, Satgas NU Peduli Covid-19 membentuk komunitas Survival Covid Indonesia (Sucovi).

Melalui Sucovi, publik tidak hanya dapat memperoleh cerita dari para penyintas penyakit tersebut, tetapi juga informasi tentang donasi plasma darah (konvalesen) dari mereka.

“Per tanggal 1 Januari, sudah ada aksi nyata dari komunitas mendonorkan plasmanya,” ujar dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat