Hikmah Republika Hari ini | Republika

Hikmah

Etos Kerja

Etos kerja yang sungguh luar biasa dilandasi fondasi istiqamah inilah yang sering hilang dalam kehidupan modern.

OLEH ABDUL MUID BADRUN

Suatu hari, saya berkesempatan ke Yogya. Pagi itu, saya pergi ke pasar dan bertemu seorang ibu penjual getuk yang sudah berusia lanjut dan berjualan lebih dari 30 tahun.

Ia berjualan getuk sejak menikah sampai sekarang. Hasilnya, anak-anaknya bisa hidup dan sukses dari sepincuk getuk. Etos kerja yang sungguh luar biasa dilandasi fondasi istiqamah inilah yang sering hilang dalam kehidupan modern. Budaya instan menjadi pilihan generasi milenial. Akibatnya, mereka terjebak dalam adagium “obsesi besar, tenaga kurang”.

Etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sesuatu yang diyakini, cara berbuat, sikap, serta persepsi terhadap nilai bekerja. Sedangkan, etos kerja Muslim dapat didefinisikan sebagai cara pandang yang diyakini bahwa bekerja tidak hanya bertujuan memuliakan diri, tetapi juga sebagai manifestasi dari amal saleh dan nilai ibadah yang luhur.

Inilah yang dipraktikkan ibu penjual getuk. Ia tak paham apa itu etos kerja, tapi lakunya mencerminkan etos kerja yang sesungguhnya.

Dalam Alquran, Allah berfirman yang artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS al-Qashash: 77).

Maknanya, Allah memerintahkan manusia bekerja dan berusaha untuk kepentingan duniawi dan akhirat secara seimbang. Tidak boleh mengejar duniawinya saja, dan melupakan akhiratnya. Begitu juga sebaliknya.

Keduanya hendaknya berjalan dan dipraktikkan secara seimbang. Jadi, kerja dan ibadah harus dilakukan sungguh-sungguh. Tidak partial, satu sungguh-sungguh dan satunya lagi malas-malasan atau sebaliknya.

Alquran pun mengajarkan manusia akan pentingnya memiliki kearifan equilibrium, yakni kearifan untuk menciptakan keseimbangan dalam dirinya dan kehidupannya, berupa keseimbangan intelektual dan hati nuraninya, jasmani dan rohani, serta keseimbangan dunia dan akhiratnya.

Bahkan, keseimbangan itu pun ditunjukkan oleh Allah SWT melalui penyebutan kosakata antara “ad-dunya dan al-akhirah”, masing-masing disebut dalam Alquran sebanyak 115 kali.

Selain itu, Allah juga berfirman: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan." (QS at-Taubah: 105).

Semestinya, kita sebagai Muslim malu jika malas dan mager (malas gerak). Karena kedua hal itu sangat dibenci Allah.

Karenanya, Rasul mengajarkan kita sebuah doa yang sangat indah: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, rasa takut, kepikunan, dan kekikiran. Dan, aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian.” (HR Muslim).

Inilah bait motivasi Nabi SAW kepada umatnya agar memiliki etos kerja tinggi dan tidak hanya berpangku tangan. Wallahu a’lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat