Pemilik industri rumah tangga Bolu Ria Jaya mengangkat kue yang sudah mendapat sertifikasi halal di Kota Pekanbaru, Riau, Kamis (27/8/2020). Kementerian Perindustrian pada tahun ini melanjutkan program fasilitasi untuk industri kecil menengah (IKM) pangan | ANTARA FOTO/FB Anggoro

Khazanah

Kampus Harus Jadi Unggulan Pengembangan Halal

Perguruan tinggi dapat mendirikan LPH, Halal Center, dan Lembaga Sertifikasi Profesi.

JAKARTA -- Perguruan tinggi diharapkan dapat menjadi center of excellent atau unggulan dalam pengembangan jaminan produk halal (JPH) di Indonesia. Hal itu karena perguruan tinggi memiliki sejumlah potensi sumber daya yang memungkinkan untuk memainkan peran penting dalam pengembangan JPH.

"Tidak hanya dukungan sumber daya manusia (SDM), perguruan tinggi juga memiliki infrastruktur yang lengkap untuk berperan dalam penyelenggaraan JPH," kata Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) Sukoso saat menjadi narasumber webinar Annual Conference on Islamic Economics and Law (ACIEL) 2020, Selasa (15/12).

Webinar yang mengangkat tema "Challenges and Opportunities for Developing the Halal Ecosystem through Synergy of Islamic Financial Institutions" tersebut diadakan oleh Universitas Trunojoyo Madura (UTM).

Lebih lanjut Sukoso mengatakan, perguruan tinggi memiliki peran yang strategis bagi masyarakat di sekitarnya dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan JPH.

‘’Hal itu dapat diwujudkan, di antaranya dengan perguruan tinggi mendirikan LPH (Lembaga Pemeriksa Halal), Halal Center (HC), dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)," ujar Sukoso seperti dilansir laman resmi Kemenag.

Pengamat halal, Anton Apriyantono, mengapresiasi apa yang disampaikan Sukoso tersebut. “Rencana BPJPH itu bagus, cuma masalahnya ada di akreditasinya. Kalau Halal Center tidak ada masalah karena memang sudah ada di beberapa tempat. Tapi, Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), ini profesi apa yang mau disertifikasi?” ujarnya saat dihubungi Republika, Rabu (16/12).

“Setahu saya pekerjaan yang berkaitan dengan auditor itu biasanya bersatu dengan sertifikasi Lembaga Pemeriksa Halal, jadi biasanya berada dalam satu sistem akreditasi lembaga sertifikasi,” katanya menjelaskan.

Dia pun menyarankan agar sistem dan prosedur lembaga-lembaga tersebut diperincikan dan dirapikan terlebih dahulu untuk menghindari kesalahpahaman atau hal lain yang tidak diharapkan. Meski begitu, dia berharap agar rencana BPJPH ini terus berlanjut dan tidak terbengkalai seperti rencana-rencana terdahulu. Salah satu kunci agar rencana ini dapat terealisasi adalah kerja sama.

 

 

BPJPH harus mau bekerja sama dengan lembaga lain yang punya kompetensi. Jadi, jangan karena UU JPH menyatakan pembentukan BPJPH, lalu semua pekerjaan diambil alih oleh BPJPH.

 

ANTON APRIYANTONO, Pengamat Halal.
 
photo
Anton Apriyantono  - (Republika/Edi Yusuf)

Jadi, kata Anton, jangan semuanya ada di satu badan, misalnya yang mengakreditasi BPJPH, membangun LPH, juga BPJPH, semuanya dikerjakan BPJPH. ‘’Itu jelas tidak boleh karena akan menjadi abuse of power. Maka, perlu bagi-bagi tugas agar ada controlling system,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian dan Pengembangan Jaminan Produk Halal (P3JPH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sandra Hermanto, menyampaikan, P3JPH punya beberapa program yang menjadi fokus untuk diselesaikan dalam jangka pendek. Salah satunya, menyiapkan sarana dan prasarana bagi calon auditor halal dan penyelia halal.

Penyiapan calon auditor halal itu, Sandra menambahkan, untuk mendorong tercapainya salah satu target jangka panjang lembaganya, yakni pendirian LPH. Sebab, salah satu syarat pendirian LPH, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang JPH, yakni memiliki minimal tiga auditor halal.

Namun, Sandra mengakui, kalaupun tiga orang yang mengikuti uji kompetensi auditor halal itu lulus, masih ada tantangan lain yang harus dilewati sebelum UIN Jakarta memiliki LPH. "(Karena) salah satu syarat lainnya adalah harus sudah terakreditasi oleh Badan Standardisasi Nasional dan BPJPH,’’ ujar dia.

Sejauh ini, Sandra mengatakan, P3JPH sudah menginisiasi kerja sama dengan Pemda Tangerang Selatan dan Divisi Sertifikasi dan Standardisasi BPJPH. Harapannya, P3JPH UIN Jakarta dapat menjadi salah satu lembaga pengkajian halal yang mampu menjadi mitra strategis BPJPH dalam pelaksanaan sertifikasi dan standardisasi produk halal di Indonesia.

photo
Sejumlah warga memakan hidangan nasi kuning yang telah dibelinya di Warung Nasi Kuning Podjok Halal di Taman Situ Lembang, Menteng, Jakarta, sebelum pandemi Covid-19 - (Republika/Putra M. Akbar)

Urgensi halal

UU Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (JPH) menjelaskan bahwa negara harus menjamin kehalalan produk yang dikonsumsi masyarakatnya. Hal ini merupakan semangat yang dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu

Untuk menjamin setiap pemeluk agama untuk beribadah dan menjalankan ajaran agamanya, negara berkewajiban memberikan pelindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat. 

Produk yang beredar di masyarakat belum semua terjamin kehalalannya. Bahwa pengaturan mengenai kehalalan suatu produk belum menjamin kepastian hukum dan perlu diatur dalam suatu peraturan perundangundangan. Berdasarkan pertimbangan itu maka negara membentuk Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal.

Undang-undang ini menjelaskan beberapa istilah strategis terkait halal. Pertama, produk adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat. 

Kedua, produk halal adalah yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam. 

Ketiga, proses produk halal yang selanjutnya disingkat PPH adalah rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk. 

Keempat, bahan adalah unsur yang digunakan untuk membuat atau menghasilkan Produk. 

Kelima, jaminan produk halal yang selanjutnya disingkat JPH adalah kepastian hukum terhadap kehalalan suatu Produk yang dibuktikan dengan Sertifikat Halal.

Keenam, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang selanjutnya disingkat BPJPH adalah badan yang dibentuk oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan JPH. 

Ketujuh, Majelis Ulama Indonesia yang selanjutnya disingkat MUI adalah wadah musyawarah para ulama, zuama, dan cendekiawan muslim. 

Kedelapan, Lembaga Pemeriksa Halal yang selanjutnya disingkat LPH adalah lembaga yang melakukan kegiatan pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap kehalalan Produk. 

Kesembilan, auditor halal adalah orang yang memiliki kemampuan melakukan pemeriksaan kehalalan Produk. 

Kesepuluh, sertifikat halal adalah pengakuan kehalalan suatu Produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI. 

Kesebelas, label halal adalah tanda kehalalan suatu Produk. 

Kedua belas, pelaku usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan usaha di wilayah Indonesia. 

Ketigabelas, penyelia halal adalah orang yang bertanggung jawab terhadap PPH.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat