Menteri Sosial Juliari P Batubara mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Ahad (6/12). KPK menetapkan Menteri Sosial Juliari P Batubara dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial Adi Wahyono sebagai tersangka | Republika/Putra M. Akbar

Nasional

Penyidikan Suap Juliari Diperluas 

KPK dalami pemotongan nilai bansos dalam kasus Juliari hingga Rp 100 ribu per paket.

JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperluas penyidikan kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) yang menjerat Menteri Sosial nonaktif Juliari Peter Batubara. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, komisi antirasuah tidak akan berhenti hanya pada fee yang diterima Juliari dan kawan-kawan. 

"Kami lihat kan baru terkait suap sembakonya saja, ya, kita (akan) lihat rentetan proses pengadaan barang dan jasanya itu, apakah ada unsur merugikan uang negara. Itu semua akan didalami," kata Alexander di gedung KPK, Jakarta, Senin (14/12).

KPK telah menetapkan Juliari bersama empat orang lainnya sebagai tersangka, yaitu dua PPK di Kementerian Sosial, Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW). Dua lainnya dari pihak swasta yang diduga memberi suap, Ardian IM (AIM) dan Harry Sidabuke (HS). 

KPK menduga Juliari menerima suap senilai Rp 17 miliar dari fee pengadaan bansos sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek. Fee yang disepakati adalah Rp 10 ribu per paket bansos sembako dari Rp 300 ribu per paket. 

Ia menyatakan, penyidik akan mengarah ke hal lain. KPK telah mendapat informasi adanya pemotongan nilai bansos sembako tersebut hingga Rp 100 ribu. Nilai sembako dipatok Rp 300 ribu per keluarga, tetapi yang sampai ke masyarakat hanya Rp 200 ribu. KPK masih menyelidiki hal tersebut.

"Kami ingin lihat sebetulnya berapa sih dari anggaran itu yang sampai kepada masyarakat," ujar dia. 

Kemudian, menelusuri kelaikan dari perusahaan-perusahaan yang ditunjuk untuk menyalurkan bansos tersebut. "Tetapi kan kami lihat juga siapa sih yang menjadi vendor-vendor yang menyalurkan sembako, apakah mereka laik, memang dia punya usaha pengadaan sembako, atau tiba-tiba perusahannya baru didirikan kemudian langsung dapat pengerjaan itu, lalu dia mensubkan ke pihak lain, dia hanya ingin mendapatkan fee, itu kan harus didalami," tuturnya.

Terakhir, dugaan penggelembungan harga barang-barang dalam paket bansos bagi masyarakat terdampak Covid-19 tersebut. Menurut dia, informasi ini masih terus dikembangkan.

"Nanti biasanya penyidik kalau dapat bukti cukup akan melakukan pemaparan ke pimpinan. Misalnya, ada dugaan penggelembungan harga hingga menyebabkan kerugian negara, kemudian kami akan mengembangkan dari penyidik," ujar dia.

Wacana hukuman mati terhadap Juliari muncul lantaran perbuatan rasuahnya pada saat negara dalam bahaya pandemi Covid-19. Namun, KPK hingga saat ini belum menerapkan pasal 2 ayat 2 dan pasal 3 terkait tuntutan hukuman mati. Hal itu membuat sejumlah orang menduga adanya intervensi politik. Namun, KPK selalu membantahnya.

photo
Penyidik KPK menunjukan barang bukti uang tunai saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) tindak pidana korupsi pada program bantuan sosial di Kementerian Sosial untuk penanganan Covid-19 di Gedung KPK, Jakarta, Ahad (6/12) dini hari. - (Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO)

Aliran dana Edhy

KPK pada Senin memperpanjang masa penahanan mantan menteri kelautan dan perikanan Edhy Prabowo. Edhy ditahan sejak ditetapkan sebagai tersangka suap perizinan ekspor benih lobster pada Rabu (25/11). Penambahan masa tahanan tersebut dilakukan untuk kepentingan penyidikan perkara.

Dalam kasus ini, KPK juga mulai melakukan penelusuran aliran dana yang diterima Edhy dan staf khususnya, Andreau Pribadi Misata (APM), dari pihak lain. Pada Jumat pekan lalu, KPK telah memeriksa dua orang saksi, yaitu sekretaris pribadi Menteri Juliari, Fidya Yusri dan Anggia Putri.

"Diperiksa penyidik seputar pengetahuan saksi mengenai dugaan adanya aliran uang yang diterima tersangka APM dan EP kepada pihak lain yang diduga bersumber dari perizinan ekspor benur di KKP," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin (14/12).

Di saat yang bersamaan, KPK juga melakukan pemeriksaan terhadap Andreau Pribadi Misata dan tersangka dari pihak swasta, Amiril Mukminin (AM). Keduanya adalah tersangka dalam kasus itu.

"Saksi AM dikonfirmasi penyidik terkait pengetahuan saksi soal dugaan penerimaan uang yang diterima tersangka EP dari pihak-pihak yang berhubungan dengan perizinan ekspor benih lobster," katanya.

KPK menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut. Mereka adalah Edhy Prabowo, staf khusus menteri KKP Safri, pengurus PT ACK Siswadi, staf istri menteri KKP Ainul Faqih, Andreu Pribadi Misata, dan Amiril Mukminin. Kemudian, Direktur PT Duta Putra Perkasa Suharjito yang diduga telah menyuap enam tersangka lainnya sebesar Rp 9,8 miliar. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat