Petugas Warteg Mobile Laznas BSM Umat membagikan makanan siap saji untuk masyarakat di kawasan pemukiman Nelayan, Cilincing, Jakarta, Jumat (11/12). | Prayogi/Republika

Opini

Milenial dan Bank Syariah

Kolaborasi milenia mengakselerasi lompatan kemajuan literasi keuangan syariah.

ARIEF ROSYID HASAN, Penggagas Rabu Hijrah

Sorak-sorai menyambut lahirnya Bank Syariah Indonesia, bak publik menggelar karpet merah, kita peroleh di hampir semua kanal media, baik konvensional maupun media sosial.

Harapan ini mengemuka sejak pertengahan 2020, saat gagasan disampaikan Menteri BUMN Erick Thohir sebagai pemilik saham. Bagi Erick, merger Bank Syariah Indonesia, satu dari dua aksi korporasi terbesar, selain penggabungan usaha mikro agar ada database riil UMKM.

Seperti yang banyak diberitakan, proses merger yang melibatkan Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRI Syariah ini akhirnya, menemukan babak baru dengan penetapan nama, yaitu Bank Syariah Indonesia dalam ringkasan penggabungan usaha yang dipublikasikan pada Jumat (11/12).

Kehadiran Bank Syariah Indonesia ini, bukan hanya sebagai kekuatan baru dalam menopang ekonomi di Tanah Air, melainkan juga meminjam istilah Presiden Joko Widodo, yakni sebagai “raksasa” baru yang akan bersaing secara global.

 
Faktor lain yang tentu akan mengakselerasi kemajuan Bank Syariah Indonesia ini adalah seberapa kompak milenial di dalam dan di luar struktur bank tersebut
 
 

Jumlah aset Rp 214,6 triliun, modal inti lebih dari Rp 20,4 triliun, karyawan lebih dari 20 ribu orang, dan jumlah cabang yang mencapai 1.200 kantor dengan 1.700 jaringan ATM adalah infrastruktur yang sangat memadai untuk menjawab seluruh ekspektasi di atas.

Kolaborasi milenial

Faktor lain yang tentu akan mengakselerasi kemajuan Bank Syariah Indonesia ini adalah seberapa kompak milenial di dalam dan di luar struktur bank tersebut. Potensi ini sebuah kekuatan besar yang mesti diaktivasi dengan baik.

Surplus kaum muda dengan total 62,98 persen (milenial 33,75 persen dan sentenial 29,23 persen) dari total penduduk Indonesia. Artinya, enam dari 10 orang Indonesia atau lebih dari setengah penduduk Indonesia adalah mereka yang muda.

Jika melihat demografi pegawai Bank Syariah Mandiri, sebagai salah satu entitas terbesar dari Bank Syariah Indonesia ini sangat mencengangkan, yakni 72,5 persen dari total pegawainya berusia muda. Besarnya jumlah ini harus menjadi ‘magnet’ agar bisa menarik milenial yang ada di luar.

Mengelola harapan dan mewujudkannya satu per satu adalah kunci membangun kepercayaan milenial. Ketika terbangun dengan baik oleh kolaborasi milenial, bukan tak mungkin kita mampu mengakselerasi lompatan kemajuan literasi dan inklusi keuangan syariah.

 
Ketika terbangun dengan baik oleh kolaborasi milenial, bukan tak mungkin kita mampu mengakselerasi lompatan kemajuan literasi dan inklusi keuangan syariah.
 
 

Maklum saja literasi keuangan syariah Indonesia masih di angka 8,93 persen dan inklusi keuangan syariah 9,1 persen, bahkan market share perbankan syariah masih 6,18 persen. Angka-angka yang masih jauh dari ideal, mesti dikejar dengan cara-cara yang tak biasa nan segar.

Bank 5.0

Bersyukur, kita memasuki era teknologi digital yang menghampiri semua sisi kehidupan, khususnya kaum muda. Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet di Indonesia hingga kuartal II 2020 mencapai 73,7 persen dari total penduduk Indonesia.

IDN Research Institute pada 2019 menjelaskan, 79 persen milenial menggunakan telepon genggam satu menit setelah bangun pagi. Data-data itu secara gamblang menggambarkan, kini hampir tak ada kehidupan tanpa teknologi dan internet.

Dalam satu bedah buku Bank 4.0; Perbankan di Mana Saja dan Kapan Saja karya Brett King yang dihadiri Bari Arijono, pemilik lisensi untuk terjemahan dan pemasaran buku tersebut di Indonesia, tergambar, teknologi sangat memengaruhi perkembangan bank di dunia.

Bank 1.0 menjadikan kantor sebagai pusat pelayanan nasabah, Bank 2.0 memberikan pelayanan di luar kantor seperti ATM, Bank 3.0 ditandai kehadiran smartphone yang memungkinkan pelayanan melalui perangkat ini, dan Bank 4.0 ditandai penggunaan kecerdasan buatan (AI).

 
Seiring waktu, bank semakin dituntut memfasilitasi nasabah melakukan transaksi di luar kanal milik perbankan, seperti media sosial dan lain sebagainya.
 
 

Seiring waktu, bank semakin dituntut memfasilitasi nasabah melakukan transaksi di luar kanal milik perbankan, seperti media sosial dan lain sebagainya. Kita seperti tidak lagi ‘membutuhkan’ bank, tetapi lebih ke aktivitas perbankannya.

Namun, sesungguhnya kita telah memasuki fase yang mungkin saja belum dibayangkan Brett King. Ketika teknologi di perbankan berkontribusi maksimal terhadap kemaslahatan yang berpusat pada kehidupan manusia, di situlah hadir gagasan tentang Bank 5.0.

Misalnya saja Bank Syariah Mandiri yang belakangan ini terus memperbarui layanan digitalnya. Dengan harapan tidak hanya sebagai sahabat finansial, tetapi juga sahabat sosial dan spiritual.

Selama pandemi Covid-19, layanan teknologi Mandiri Syariah Mobile membantu ratusan rumah sakit dengan APD, masker, hand sanitizer, dan disinfektan. Juga, membantu ribuan pelajar dengan smartphone dan paket kuota dalam Gerakan Tetap Bisa Sekolah.

Selain itu, pengumpulan dana zakat, infak, dan wakaf mencapai Rp 76,6 miliar dengan 78.312 orang dan 2.710 lembaga penerima manfaat. Dampak sangat besar inilah yang tentu menjadi pembeda utama kelahiran Bank Syariah Indonesia sebagai Bank 5.0.

Indonesia tidak lagi menjadi follower, tetapi pemimpin dunia perbankan. Ini keunggulan yang akan menjadi magnet bagi milenial berbondong-bondong menyukseskan agenda besar Indonesia, sebagai 'raksasa' baru dunia keuangan dan ekonomi syariah di dunia. Semoga! 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat