Mantan Kakorwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetijo Utomo memberikan kesaksikan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/12). | SIGID KURNIAWAN/ANTARA FOTO

Nasional

Nama Besar di Sidang Napoleon

Napoleon kembali meyakinkan hakim soal tiga nama besar di belakang teman Djoko Tjandra.

JAKARTA -- Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri, Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte, kembali meyakinkan hakim soal tiga nama besar di belakang teman Djoko Tjandra, Tommy Sumardi. Nama-nama besar itu dibawa Tommy ketika meminta pengecekan status DPO terpidana korupsi "cessie" Bank Bali tersebut.

"Dia (Tommy) bawa tiga nama besar saat itu, mungkin ini yang dia tidak ingin didengar Prasetijo jadi mengatakan 'Ini urusan bintang 3, bintang 1 keluar dulu'. Loh kok mau Prasetijo bintang 1 keluar (ruangan). Tapi saya paham, Prasetijo adalah pejabat di Bareskrim, jadi mau disuruh keluar, dan bahasanya sudah seperti teman," kata Napoleon saat bersaksi untuk terdakwa Djoko Tjandra di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/12). 

Prasetijo yang dimaksud adalah bekas kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo. Sementara Tommy Sumardi adalah pengusaha yang didakwa sebagai perantara suap Djoko Tjandra ke Prasetijo dan Napoleon. 

 
Ini urusan bintang 3, bintang 1 keluar dulu.
 
 

Napoleon mengatakan, pertemuan itu berlangsung pada awal April 2020 di kantor Napoleon di lantai 11 gedung TNCC Polri. "Saya ingin tahu siapa, jadi orang pertama yang disebut dan katanya betul, dia cerita utusan dan dekat dengan Kabareskrim dengan menunjukkan foto," ungkap Napoleon. Kabareskrim yang dimaksud adalah Komjen Listyo Sigit Prabowo.

Ketiga, Tommy menelepon Wakil Ketua DPR dari fraksi Partai Golkar, Azis Syamsuddin. "Dia menelepon Azis Syamsuddin, Wakil Ketua DPR dan menyerahkan HP-nya ke saya. Telepon-telepon ini ini saya pahami bahwa orang ini meyakinkan saya bahwa permintaannya tolong dilayani," ungkap Napoleon. Permintaan Tommy saat itu adalah menanyakan status Interpol Red Notice Djoko Tjandra. 

photo
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra (kiri) selaku terdakwa dugaan suap kepada jaksa, perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat, dan Tommy Sumardi selaku terdakwa perantara suap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (10/11). - (SIGID KURNIAWAN/ANTARA FOTO)

Napoleon pun mengatakan tidak pernah menerima sesuatu pun dari Tommy. "Saya sejak pertama kali mendengar (pemberian) itu sebetulnya ingin punya waktu klarifikasi dengan Tommy, tapi saat itu saya masih menjabat Kadivhubinter, tapi saya tahu beliau (Tommy) dijaga ketat oleh petugas tidak berseragam anggota Polri," kata dia.

"Saudara sudah disumpah ya?" tanya hakim Saifuddin Zuhri. "Ya benar yang mulia, saya tidak terima," kata Napoleon.

Hal tersebut berkebalikan dari keterangan Tommy yang mengaku memberikan suap kepada Napolepon sebanyak 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS. Sedangkan uang yang diberikan kepada Prasetijo senilai 150 ribu dolar AS. Namun, Prasetijo hanya mengakui mendapat 20 ribu dolar AS pada 27 April 2020 dari Tommy. 

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin pada Rabu (25/11), membantah pernyataan Napoleon tersebut. “Saya tak merasa, sudah dibantah itu,” ujar Azis. Begitu juga Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo.

Kepada sejumlah media, Listyo mengaku tidak mungkin mengusut kasus itu jika pihaknya terlibat. Bantahan juga muncul dari pengacara Tommy Sumardi. 

Cabut BAP

Dalam sidang tersebut, Prasetijo mencabut keterangan yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Prasetijo mengaku tidak pernah menandatangani BAP tersebut.

Prasetijo mencabut pernyataannya bahwa Napoleon menolak pemberian 50 ribu dolar AS dari Tommy. "Saya cabut itu. Saya tidak katakan itu," kata Prasetijo. 

photo
Terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte (kanan), menjalani sidang lanjutan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/12). - (Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO)

Prasetijo juga mengaku hanya menerima uang sebesar 20 ribu dolar AS dari Tommy pada 27 April 2020. Namun, ia mengaku tidak tahu jika uang tersebut dari Djoko Tjandra. Setelah mengetahuinya, ia mengaku mengembalikannya pada 16 Juli 2020 saat diperiksa Propam Mabes Polri. 

Prasetijo juga mengaku tidak tahu bila Djoko Tjandra pernah menjadi subjek red notice. "Kapan saudara tahu? Apa saudara tahu saat ke Pontianak sudah dijatuhi hukuman?" tanya Ketua Hakim, Muhammad Damis.

"Tidak," jawab Prasetijo. "Yang benar?" lanjut hakim. "Benar, Pak. Karena penjelasannya dia orang bebas."

Dalam persidangan kemarin, Prasetijo mengakui dirinya memberikan akses kepada pengusaha Tommy Sumardi untuk bertemu Napoleon Bonaparte.

Awalnya, jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung Agung M Yusuf Putra menanyakan ke Prasetijo awal mula pertemuan antara Napoleon dan Tommy Sumardi. Prasetijo menceritakan, pada pertengahan Maret 2020, Tommy mendatangi ruangan kerjanya bermaksud ingin diperkenalkan dengan Irjen Napoleon. Keinginan Tommy akhirnya tercapai pada akhir Maret 2020.

"Saya coba hubungi Kadiv, saya telepon Pak Kadiv, Jenderal mohon izin ini ada sahabat saya mau kenalan apakah diperkenankan untuk bisa kenalan di ruang Jenderal. Ya silakan saja," ujar Prasetijo mengulang pembicaraannya ditelepon dengan Irjen Napoleon.

"Dilakukan pertemuan?" tanya Jaksa. "Ya ketemu," jawab Prasetijo.

Jaksa kemudian bertanya, apakah dalam pertemuan tersebut ada pembicaraan khusus. Prasetijo mengaku jika dirinya sempat diminta keluar ruangan oleh Tommy Sumardi.

"Saya ngobrol biasa saja, terus beberapa waktu kemudian saya diminta keluar sama Haji Tommy. Pras, ini urusan bintang 3, bintang 1 keluar dulu," kata dia.

"Berapa lama saudara di luar," tanya Jaksa. 

"Kurang lebih 10 sampai 15 menit," jawab Prasetijo. 

Prasetijo mengaku, sebelum mengajak Tommy bertemu dengan Napoleon, Tommy terlebih dahulu memberitahu kepadanya maksud bertemu Napoleon.

"Dia cerita bahwa dia mau buat surat.

'Surat apa Bro?'

'Ini lho saya diminta tolong untuk buat surat permintaan draf'.

'Draf apa?'

'Draf surat saja buat surat Div Hubinter.'

'Dari siapa?'

'Ada lah Bro, nanti gue kasih datanya'," tutur Prasetijo mengulang percakapannya dengan Tommy Sumardi.

Djoko Tjandra didakwa menyuap Irjen Napoleon sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS. Djoko Tjandra juga didakwa memberikan suap kepada Brigjen Prasetijo sebesar 150 ribu dolar AS. Suap itu diberikan Djoko Tjandra melalui perantara Tommy Sumardi.

Djoko Tjandra diduga menyuap dua jenderal polisi tersebut untuk mengupayakan namanya dihapus dari daftar pencarian orang (DPO) yang dicatatkan di Ditjen Imigrasi, dengan menerbitkan surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat