Terdakwa Pinangki Sirna Malasari mendengarkan keterangan saksi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/11). | Republika/Thoudy Badai

Nasional

Hakim Nilai Pemeriksaan Pinangki Aneh

Pinangki biasa kirim uang hingga Rp 500 juta untuk kebutuhan keluarga. 

JAKARTA -- Mejelis hakim menilai pemeriksaan Jaksa Pinangki Sirna Malasari oleh tim Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung aneh dan tidak mendalam. Hal itu terungkap ketika hakim mencecar Jaksa Luphia Claudia Huwae, anggota tim pemeriksa Jamwas yang bersaksi untuk terdakwa Pinangki di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (30/11). 

"Terserah jawaban saksi seperti apa, tetapi buat majelis aneh (itu) dan tidak diperdalam," kata Ketua Majelis Hakim Ignasius Eko Purwanto. 

Dalam kasus ini, Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan. Pertama, penerimaan suap 500 ribu dolar AS (sekitar Rp 7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra. Kemudian, pencucian uang dan pemufakatan jahat.

Luphia menjadi anggota tim pemeriksa Pinangki di Jamwas Kejakgung terkait laporan berdasarkan akun Twitter @idn_project. Saat pemeriksaan tersebut, Pinangki mengaku bertemu dengan seseorang bernama Jochan, bukan Djoko Tjandra, di Kuala Lumpur untuk membicarakan soal power plant

Luphia mengaku pemeriksaan terhadap mantan kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan itu hanya terkait dengan etik. Ia mengonfirmasi Pinangki sembilan kali ke luar negeri tanpa izin. Hal itu membuat ia dicopot dari jabatannya.

"Terkait dengan cuitan Twitter bahwa terlapor terima uang dari Djoko Tjandra, tidak kami perdalam lagi karena akan menyerahkannya ke Jaksa Agung Muda Pidana Khusus," kata Luphia.

"Apakah Pinangki dalam pemeriksaan mengatakan sudah berbicara dengan teman-temannya saat bertemu dengan Djoko Tjandra?" tanya hakim Eko.

"Terlapor mengatakan menunjukkan foto-foto kepada teman-teman dan atasannya, menurut keterangan terlapor, dia menunjukkan di ruangan," jawab Luphia.

"Nama atasannya siapa?" tanya hakim Eko. "Tidak disebutkan, tetapi dia (Pinangki) mengatakan sudah disampaikan kepada atasannya langsung," jawab Luphia. "Siapa? Masa tidak diperiksa?" tanya Eko.

Secara struktural, atasan Pinangki bernama Agus dan telah diperiksa oleh Jampidsus. Namun, Agus belum dihadirkan sebagai saksi di persidangan. "Tidak secara spesifik ditanyakan," jawab dia.

Selain Luphia, jaksa juga menghadirkan adik Pinangki, Pungki Primarini sebagai saksi. Pungki dikonfirmasi soal pengiriman uang yang dilakukan Pinangki untuk keluarganya. Menurut dia, sang kakak sudah biasa mengirim uang Rp 100 - 500 juta untuk kebutuhan rumah tangga dalam waktu 3 hingga 6 bulan sekali. "Saya tahu nominalnya saat diperiksa di Kejaksaan Agung, saat ditunjukkan rekening koran saya," jawab Pungki.

photo
Terdakwa Pinangki Sirna Malasari mendengarkan keterangan saksi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/11). - (Republika/Thoudy Badai)

Menurut dia, pengiriman uang oleh Pinangki telah dilakukan sejak dulu ketika suami pertama Pinangki masih hidup. Suami Pinangki yang berprofesi sebagai jaksa dan pengacara menyimpan banyak harta untuk keluarganya. "Ada simpanan di brankas, duit semua, ada uang asing, tapi tidak tahu apakah dolar AS atau Singapura," ungkap Pungki.

Pungki mengungkapkan, jumlah gaji pembantu rumah tangga, baby sitter, sopir, koki, dan pembantu lainnya di rumah mereka total Rp 70 juta per bulan. "Itu semua dari kakak saya," tambah Pungki. 

Sidang Napoleon

Kemarin, Pengadilan Tipikor juga menggelar sidang kasus penghapusan red notice Djoko Tjandara dengan terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte. Jaksa menghadirkan Sekretaris Djoko Tjandra, Nurmawan Fransisca sebagai saksi yang menyiapkan uang suap untuk Napoleon dan Brigjen Prasetijo Utomo. 

Fransisca mengaku pernah beberapa kali diminta Djoko Tjandra untuk menyiapkan sejumlah uang sepanjang 2020. Dia mengaku baru tahu untuk pengurusan red notice setelah kasus ini muncul.

"Jadi tanggal 27 April 2020, Pak Djoko minta disiapkan 100 ribu dolar AS. Perintah itu tolong disampaikan pada Nurdin, melalui telepon," ujar Fransisca. Nurdin adalah karyawan Djoko Tjandra.

Fransisca mengaku kembali diminta menyiapkan uang, yaitu pada 28 April 2020 sebanyak 200 ribu dolar Singapura untuk diberikan kepada Tommy Sumardi. Tommy adalah terdakwa perantara suap kepada Napoleon dan Prasetijo.

Pada 29 April 2020, Djoko kembali meminta memberikan 100 ribu dolar AS kepada Nurdin yang kemudian diteruskan kepada Tommy. Pada 4 Mei 2020, 13 Mei 2020, dan 22 Mei 2020 juga dirinya diminta menyiapkan 150 ribu dolar AS, 100 ribu dolar AS, dan 50 ribu dolar AS.

"Saya tidak tahu uang itu disampaikan ke mana. Saya cuma dapat perintah untuk siapkan uang, lalu kasih ke Nurdin. Sisanya Pak Djoko hubungi Nurdin. Waktu itu dia (Nurdin) sebut restoran Merah Delima," katanya.

Napoleon didakwa menerima uang 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra. Suap diberikan agar Napoloen bersama Prasetijo menghapus nama Djoko dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat