Sejumlah pengunjung memadati kawasan Pantai Padang, Sumatera Barat, Ahad (1/11). Masa libur panjang dimanfaatkan warga Padang dan sekitarnya untuk berwisata. | ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

Kabar Utama

Liburan Bakal Dipersingkat

Pemerintah mematangkan kajian dipersingkatnya musim liburan akhir tahun.

Libur panjang yang terjadi beberapa kali dalam tahun ini terbukti jadi salah satu ajang penularan Covid-19. Terkait hal itu, pemerintah mematangkan kajian dipersingkatnya musim libur Natal dan Tahun Baru pada akhir tahun ini.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan, pihaknya akan segera menggelar rapat koordinasi antarkementerian/lembaga untuk membahas pengurangan libur akhir tahun tersebut. Selain itu, akan dibahas juga pengganti libur cuti bersama Idul Fitri. Kendati demikian, belum dipastikan berapa jatah hari cuti bersama yang dikurangi. 

"Kemudian yang berkaitan dengan masalah libur, cuti bersama akhir tahun, termasuk libur pengganti cuti bersama Hari Raya Idul Fitri, Presiden (Joko Widodo) memberikan arahan supaya ada pengurangan," ujar Muhadjir Effendy dalam keterangan pers seusai rapat terbatas, Senin (23/11). 

Wacana peniadaan cuti bersama akhir tahun sempat disampaikan Satgas Penanganan Covid-19 apabila masyarakat tetap abai menjalankan protokol kesehatan dan kasus baru Covid-19 tak kunjung melandai.

Sebelumnya, pemerintah merencanakan penetapan libur Hari Raya Natal pada 24-25 Desember. Kemudian ada cuti bersama akhir tahun pada 28-31 Desember sebagai pengganti libur Lebaran yang lalu. Hari libur masih ditambah tanggal merah pada 1 Januari 2021 yang jatuh pada Jumat. 

Pada masa libur Lebaran Idul Fitri sejak 22 sampai 25 Mei lalu, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mencatat kenaikan kasus harian dan kumulatif mingguan sekitar 69 persen sampai 93 persen dengan rentang waktu 10 sampai 14 hari.

Kemudian, pada libur panjang perayaan Hari Kemerdekaan, Satgas mencatat kenaikan jumlah kasus harian dan kumulatif mingguan naik sebesar 58 persen hingga 118 persen pada pekan ketiga Agustus dengan rentang waktu 10 hingga 14 hari.

Sementara, menurut perkiraan Republika, libur panjang Maulid Nabi sepanjang 26 Oktober hingga 1 November lalu juga memunculkan lonjakan yang berkisar dari 68 persen hingga 101,9 persen pada rentang 10 hingga 14 hari setelah akhir liburan panjang.

Tepat 14 hari setelah akhir libur panjang itu, seturut keluarnya hasil tes terkait penularan sepanjang masa liburan, kasus harian terkonfirmasi mencapai 5.444. Dengan kasus 5.272 keesokan harinya, angka pada 13 November itu adalah rekor tertinggi sejauh ini.

Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengakui, ada peningkatan kasus pascalibur panjang akhir Oktober lalu meski bisa dikendalikan. "Kalau dilihat angkanya masih bisa kita kendalikan. Artinya, tidak lebih tinggi dibandingkan pada libur panjang Agustus sebelumnya," kata Doni Monardo, saat konferensi pers seusai rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (23/11).

Selain disebabkan masa libur panjang, menurut dia, kenaikan kasus juga karena terjadinya pelanggaran protokol kesehatan seperti kerumunan massa, terutama di daerah Bandara Soekarno-Hatta, Kelurahan Petamburan, di Slipi, di Tebet Timur, serta di Megamendung Kabupaten Bogor.

Seluruh daerah tersebut diketahui merupakan lokasi kerumunan terkait kepulangan Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab. 

“Sejumlah kasus yang ikut menambah terjadinya kasus selama libur panjang adalah kegiatan-kegiatan kerumunan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir,” ujar Doni.

Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, terkait dengan libur panjang akhir tahun ini, ia terus melakukan langkah antisipatif yang melibatkan lintas kementerian/lembaga. Saat ini diskusi tentang hal tersebut masih berjalan dan tentunya mempertimbangkan analisis data serta data saintifik pendukung lainnya.

"Kami terus diskusikan terkait dengan libur panjang akhir tahun ini dengan kementerian dan lembaga. Keputusan ini layaknya upaya pengendalian gas dan rem sehingga harus hati-hati, tapi harus tanggap merespons keadaan yang ada," katanya saat dihubungi Republika, Senin (23/11).

Kemudian, ia melanjutkan, jika nanti sudah ada keputusan akhir tentang libur panjang akhir tahun, pihaknya segera memberitahukan kepada masyarakat. 

"Jika sudah final keputusannya, kami akan segera sampaikan kepada publik," kata dia.

Epidemiolog dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman, mengimbau libur panjang akhir 2020 harus ditunda oleh pemerintah. “Desember itu tidak hanya masalah libur panjang, tapi ada juga pilkada. Nah, ini bagaimana? Saya hanya bisa narik napas panjang. Saya tidak bisa bayangin dengan fasilitas kesehatan (faskes) dan kematian yang semakin bertambah. Saya sarankan untuk tunda libur bersama dan diganti pada tahun depan," katanya saat dihubungi Republika, pekan lalu.

photo
Penumpang bus tujuan Jakarta menunggu keberangkatan di terminal bayangan Gerbang Tol Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Ahad (1/11/2020). - (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Kemudian, dia melanjutkan, adanya aksi keramaian massa yang terjadi beberapa hari ini memungkinkan banyak masyarakat yang membawa virus. Dengan demikian, beban kesehatan dan angka kematian akan makin tinggi. 

Lalu, secara pemodelan epidemiologi kasus di Indonesia sedianya berkisar 10 ribuan per hari. Namun, yang ditemukan dan dilaporkan hanya lima ribuan kasus dan itu setengah dari estimasi terendah. 

"Sampai sekarang kami kekurangan tracing dan testing. Hanya angka reproduksi Jakarta yang bagus. Daerah lainnya bisa tiga," kata dia.

Sementara, anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati menyambut baik kemungkinan tidak diadakannya libur panjang akhir tahun nanti. "Karena sudah terbukti pasca-liburan panjang yang lalu angka positif naik lagi," kata Mufida kepada Republika, Senin (23/11). 

Menurut dia, pemerintah saat ini belum siap mengantisipasi potensi penularan saat liburan panjang di pusat-pusat keramaian dan daerah wisata. Belum lagi, rencana pemerintah yang akan membuka kembali kegiatan tatap muka sekolah pada Januari 2021 mendatang. 

"Jika untuk menekan potensi angka penularan saya setuju (libur ditiadakan)," kata politikus PKS tersebut. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat