Gedung Museum Muhammadiyah selesai pembangunan di Komplek kampus 4 Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, Selasa (17/11). | Wihdan Hidayat / Republika

Opini

Muhammadiyah dan Society 5.0

Gerakan pembaruan Muhammadiyah harus sigap dan siap menatap masa depan yang semakin penuh tantangan.

MUHBIB ABDUL WAHAB, Dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Sekretaris Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah

Pada 18 November 2020, Muhammadiyah genap berusia 108 tahun.

Sejak didirikan KH Ahmad Dahlan pada 12 November 1912, mentari Muhammadiyah menyinari negeri dengan berbagai amal usaha. Eksis melintas zaman karena konsisten memperjuangkan khitah sebagai organisasi sosial keagamaan.

Pada era digital dan revolusi industri 4.0, Muhammadiyah kian dinamis bertaawun untuk negeri: mencerdaskan kehidupan bangsa dengan amal usahanya di bidang pendidikan, menyehatkan warga bangsa dengan berbagai rumah sakit dan klinik.

 
Bagaimana Muhammadiyah menyiapkan diri untuk memasuki era baru pascarevolusi industri 4.0, yaitu era Society 5.0?
 
 

Selain itu, memberdayakan sosial ekonomi masyarakat dengan berbagai panti asuhan, Lazismu, dan gerakan sosial ekonominya. Jejaring manajerial dan sosial Muhammadiyah kian mendunia dan mendapat rekognisi internasional sebagai organisasi modern.

Namun, gerakan pembaruan Muhammadiyah harus sigap dan siap menatap masa depan yang semakin penuh tantangan. Bagaimana Muhammadiyah menyiapkan diri untuk memasuki era baru pascarevolusi industri 4.0, yaitu era Society 5.0?

Apa kontribusi strategis yang dapat diberikan kepada generasi milenial yang mulai mengalami kegersangan spiritual?

Humanisasi peradaban

Revolusi industri 4.0 diawali penemuan siber fisik dan kolaborasi manufaktur sekitar 2011. Revolusi ini di antaranya ditandai komputerisasi dan digitalisasi manufaktur, peningkatan volume data, kekuatan komputasi.

Era ini berdampak sangat signifikan pada kehidupan manusia. Kemajuan sains dan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi berikut robot cerdas, ternyata mulai menggantikan dan mendegradasi peran manusia.

Internet of Thing (IOT), munculnya big data, percetakan 3D, AI, kendaraan tanpa pengemudi, rekayasa genetika, dan mesin pintar membuat hidup manusia kurang bermakna. Manusia teralienasi dan termarginalisasi.

Bahkan, manusia mengalami despiritualisasi, akibat kemajuan sains dan teknologi yang diciptakan sendiri. Karena itu, muncullah kesadaran baru dalam bergumul dengan kemajuan sains dan teknologi.

Gagasan Society 5.0 mulai digulirkan Jepang dengan menawarkan konsep masyarakat yang berpusat pada manusia. Konsep ini memadukan posisi sentral manusia dan berbagai aktivitas kehidupan berbasis teknologi.

 
Bila revolusi industri 4.0 mengandalkan kecerdasan buatan (AI) dalam menyelesaikan berbagai hal, Society 5.0 memfokuskan kepada komponen manusianya.
 
 

Society 5.0 berupaya membuat keseimbangan antara kemajuan ekonomi, sosial budaya, dan teknologi dengan penyelesaian masalah sosial melalui sistem yang menghubungkan dunia maya dan dunia nyata.

Bila revolusi industri 4.0 mengandalkan kecerdasan buatan (AI) dalam menyelesaikan berbagai hal, Society 5.0 memfokuskan kepada komponen manusianya. Society 5.0 adalah era ketika semua teknologi adalah bagian dari manusia itu sendiri.

Internet bukan hanya sebagai informasi dan teknologi jaringan, melainkan harus difungsikan juga untuk menjalani dan memaknai kehidupan. Society 5.0 diharapkan menjadi tonggak sejarah humanisasi peradaban.

Masyarakat dunia memang sedang merindukan peradaban baru yang lebih humanis dan bermakna, bukan peradaban mekanistik.

Peneguhan gerakan

Humanisasi peradaban idealnya menjadi gerakan kemanusiaan. Masyarakat dunia diserukan menjadikan sains dan teknologi sebagai sarana aktualisasi nilai kemanusiaan, merengkuh kemuliaan dan kebahagiaan sejati dengan menghadirkan Tuhan dalam kehidupan.

Humanisasi peradaban dapat dimulai dari pengembangan sistem pendidikan holistik integratif, sistem yang memadukan trilogi iman, ilmu, dan amal saleh, menyeimbangkan orientasi duniawi dan ukhrawi.

Dalam konteks ini, dengan konsep pendidikan holistik integratifnya, Muhammadiyah dapat berkontribusi strategis dengan peneguhan gerakan sosial keagamaan.

 
Meminjam istilah ilmu sosial profetik yang dipopulerkan Kuntowijoyo dalam menafsirkan ayat 110 surah Ali Imran, humanisasi dimaknai upaya pemanusiaan manusia.
 
 

Jejaring amal usaha pendidikan Muhammadiyah, termasuk pesantren, penting direorientasi ke arah humanisasi peradaban tersebut. Namun, humanisasi peradaban melalui proses pendidikan haruslah terintegrasi dengan gerakan liberasi dan transendensi.

Meminjam istilah ilmu sosial profetik yang dipopulerkan Kuntowijoyo dalam menafsirkan ayat 110 surah Ali Imran, humanisasi dimaknai upaya pemanusiaan manusia.

Namun, humanisme dalam ilmu sosial profetik sejatinya tidak sejalan dengan rasionalisme di Barat, yang menjadikan manusia sebagai penentu segalanya.

Dengan kecerdasannya, manusia menjadi pencipta mesin-mesin perang, senjata pemusnah massal, dan pengeksploitasi alam sehingga humanisme yang ditawarkan Barat justru mendegradasi kemanusiaan itu sendiri.

Karena itu, berbasis Pancasila, humanisasi harus dilandasi iman dan nilai ketuhanan.

Peneguhan gerakan sosial keagamaan Muhammadiyah juga harus dibarengi spirit liberasi, yaitu upaya pembebasan manusia dari sistem pengetahuan, sosial, ekonomi, dan politik yang membelenggu.

Menurut Kuntowijoyo, tak sedikit manusia masih hidup dalam hegemoni kesadaran palsu. Hidupnya berdasarkan mitos, bukan logos. Sebagian masyarakat juga beragama dengan meyakini ajaran agama, tetapi tidak mengamalkannya.

Dalam konteks ini, Muhammadiyah harus tampil memberi pencerahan kehidupan beragama, agar agama berfungsi optimal sebagai transformasi sosial, spiritual, dan moral, sekaligus berperan sebagai perekat persatuan dan persaudaraan bangsa.  

 
Kesiapan Muhammadiyah memasuki Society 5.0 penting dilakukan dengan merapatkan barisan, menyinergikan segala potensi dan sumber daya.
 
 

Selain itu, dalam Society 5.0 nanti, transendensi merupakan kebutuhan mental spiritual masyarakat sehingga dapat meraih tujuan hidup secara bermakna.

Nilai-nilai transendental, sejatinya merupakan nilai-nilai ketuhanan yang mamandu orientasi hidup manusia untuk menemukan nilai-nilai luhur kemanusiaan, agar merasakan kebermaknaan hidup dan meraih kedekatan spiritual dengan Allah SWT.

Dengan demikian, implementasi konsep khaira ummah (QS Ali Imran [3]: 110) dan baldah thayyibah (negeri yang gemah ripah loh jinawi, sejahtera, adil, dan makmur) (QS Saba’ [34]: 15) yang menjadi elan vital gerakan sosial keagamaan Muhammadiyah menjadi sangat penting dimaknai secara kontekstual.

Pada abad pertamanya, Muhammadiyah sukses menerjemahkan teologi al-Ma’un dengan menebar manfaat dan maslahat bagi bangsa dan umat melalui jalur pendidikan, kesehatan, pemberdayaan sosial ekonomi umat, dan jihad konstitusi maka pada abad keduanya, Muhammadiyah harus mampu menghadirkan kontribusi kemanusiaan profetik dan kontribusi kenegarawanan yang lebih konstruktif.

Kesiapan Muhammadiyah memasuki Society 5.0 penting dilakukan dengan merapatkan barisan, menyinergikan segala potensi dan sumber daya, dan meneguhkan gerakan sosial keagamaan yang mengakar dan mengaliri denyut nadi kehidupan umat dan bangsa.

Modal sosial dan intelektual Muhammadiyah untuk menyambut dan memaknai Society 5.0 sangat besar, karena rekognisi dan ekspektasi masyarakat bangsa dan dunia terhadap Muhammadiyah juga sangat tinggi.

Modal sosial, intelektual, rekognisi, dan ekspektasi itu merupakan kekuatan penggerak perjuangan Muhammadiyah yang perlu direspons dengan spirit yang diwariskan KH Ahmad Dahlan, “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, dan jangan mencari hidup dalam Muhammadiyah’’.

Harapan masa depan umat dan bangsa sudah saatnya dijawab Muhammadiyah, dengan mengembangkan peradaban profetik sebagai solusi terhadap tantangan Society 5.0

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat