Warga Amerika mengenakan topeng bergambar Joe Biden menyikapi pilpres di Amerika. Joe Biden merupakan calon presiden yang suaranya mendekati kemenangan. | AP/Rebecca Blackwell

Kabar Utama

Joe Biden Semakin Dekat untuk Memenangkan Pilpres AS

Capres pejawat yang merupakan penantang Biden dari partai Republik Donald Trump mengajukan gugatan.

 

WASHINGTON — Ketidakpastian atas hasil Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) tampaknya bakal semakin panjang. Pejawat Presiden AS Donald Trump dan tim kampanyenya mengajukan tuntutan hukum di empat negara bagian AS. Mereka menuding terdapat kecurangan dalam pilpres dan menuntut penghitungan suara di negara bagian terkait dihentikan.

Hingga Jumat (6/11) waktu Indonesia, kandidat presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden, semakin dekat untuk memenangkan Pilpres AS. Ia unggul cukup jauh dalam perolehan suara elektoral. Biden telah mendapatkan 264 suara, sedangkan Trump 214. 

Untuk menjadi orang pertama di Gedung Putih, kandidat presiden harus merebut 270 suara elektoral. Sementara itu, berdasarkan penghitungan Associated Press, suara populer yang telah dikumpulkan Biden adalah sebanyak 73.488.248 suara (50,5 persen), sedangkan Trump 69.622.407 (47,8 persen).

Tim kampanye Trump dilaporkan meminta penghitungan suara di Nevada, Pennsylvania, dan Georgia dihentikan. Di Wisconsin, kubu Trump menuntut penghitungan ulang. Suara di keempat negara bagian tersebut masih dihitung dan dianggap bakal menjadi penentu kemenangan dalam kontestasi.

Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih, Jumat (6/11), mengatakan dapat memenangkan pilpres dengan mudah jika tidak ada kecurangan. "Bila Anda menghitung suara sah, saya akan menang dengan mudah," kata Trump.

Ia pun mengeluh karena proses penghitungan suara masih dilakukan. Menurut dia, ada banyak suara pendukungnya yang dicuri. Trump sejak awal telah menyatakan tak akan menyerahkan kursi kepresidenan begitu saja jika kalah dalam pemilihan.

Manajer kampanye Trump, Bill Stepien, mengatakan, pihaknya akan terus berjuang untuk memenangkan Trump. “Kami akan terus berjuang untuk pemilihan ini karena itulah yang pantas diterima rakyat Amerika,” kata Stepien, Kamis (5/11).

Di Pennsylvania, kubu Trump mengajukan gugatan ke pengadilan federal di Philadelphia. Dalam laporannya, kubu Trump menyebut pengawasnya telah ditempatkan terlalu jauh dari mesin hitung hingga tak dapat mengamati proses penghitungan secara saksama. 

Pengadilan negara bagian mengabulkan permintaan kubu Trump. Oleh karena itu, pengawas dari pihak Trump kini dapat berdiri sekitar 2 meter dari mesin hitung. Kasus tersebut menunda penghitungan sementara di Philadelphia.

Kubu Trump juga mengajukan gugatan ke pengadilan federal di Arizona, Nevada. Mereka meminta proses penghitungan suara dihentikan sementara. “Kami mengajukan ke pengadilan distrik federal di sini, di Las Vegas. Kami meminta bantuan darurat dan ganti rugi,” kata mantan jaksa agung Nevada yang turut menjabat sebagai ketua kampanye bersama Trump, Adam Laxalt.

Menurut laporan Associated Press, sebanyak 89 persen suara di Nevada telah dihitung. Capres dari Partai Demokrat unggul 11 ribu suara atau kurang dari 1 persen atas Trump. 

Di Wisconsin, kubu Trump menuntut penghitungan ulang. Padahal, Biden telah dinyatakan sebagai pemenang di sana. Biden unggul 20.500 suara atau sekitar 0,6 persen. Undang-undang negara bagian mengizinkan kandidat meminta penghitungan ulang dalam kontestasi pemilu jika selisih suara antarkandidat kurang dari 1 persen.

Karena margin kemenangan Biden lebih tinggi dari 0,25 persen, kubu Trump harus membayar penghitungan ulang tersebut. Dia memiliki satu hari kerja untuk membuat permintaan setelah penghitungan selesai. Sementara itu, negara memiliki waktu 13 hari untuk menyelesaikan penghitungan.

Joe Biden tak terima atas tuduhan Trump yang menyebut Demokrat telah mencurangi pemilihan presiden. "Tidak ada yang bisa mengambil demokrasi dari kami, tidak sekarang, tidak akan pernah," cicit Biden di Twitter, Jumat (6/11).

Biden yakin akan mengalahkan Trump. Kendati demikian, dia meminta para pendukungnya untuk tetap tenang karena penghitungan suara masih berlangsung. "Kami yakin, ketika penghitungan selesai, saya dan Senator (Kamala) Harris akan dinyatakan sebagai pemenang. Jadi, saya meminta semua pendukung untuk tetap tenang," kata Biden dalam konferensi pers.

Semakin panasnya persaingan Pilpres AS membuat petugas pemilihan umum mengkhawatirkan keselamatan mereka. Mereka merasa terancam oleh para pendukung Trump yang berunjuk rasa di depan pintu gedung penghitungan suara. "Istri dan ibu saya bahkan sangat mengkhawatirkan saya," kata petugas pemungutan suara di Clark County, Nevada, Joe Gloria, Jumat (6/11).

photo
Demonstran menyuarakan pendapatnya terkait Pilpres Amerika Serikat dekat Gedung Putih Washington  - (EPA-EFE/MICHAEL REYNOLDS)

Ia mengatakan, stafnya memperketat keamanan dan melacak mobil yang keluar-masuk gedung penghitungan suara. Kendati demikian, ia menegaskan, para petugas tidak akan berhenti menghitung suara.

Sekelompok pendukung Trump berkumpul di pusat tabulasi suara di Phoenix, Detroit, dan Philadelphia. Mereka mengancam tempat-tempat yang mencatatkan keunggulan suara bagi kandidat dari Partai Demokrat. Meski pengunjuk rasa tidak berbuat kekerasan dan berkumpul dalam jumlah besar, petugas pemilihan merasa sudah sangat tertekan. Jaksa Agung Michigan Dana Nessel sampai meminta para pendukung kandidat untuk berhenti mengancam dan melecehkan para petugas lewat telepon. 

Sementara itu, Sekretaris Negara Bagian Arizona Katie Hobbs mengaku turut mengkhawatirkan keselamatan petugas pemungutan suara. Kendati demikian, ia menegaskan, kepolisian telah mengerahkan petugas untuk memberikan pengamanan. Menurut dia, pengunjuk rasa telah mengganggu proses Pilpres AS karena mencoba menginterupsi petugas penghitungan suara melakukan pekerjaannya.

 

Bukan pertunjukan Solo

photo
Sebuah surat kabar Kamboja memberitakan hasil pemilihan presiden Amerika Serikat pada halaman muka. - (EPA-EFE/MAK REMISSA)

Mata sebagian besar dunia tertuju pada penghitungan hasil pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS). Banyak yang menunda berkomentar hingga penghitungan usai, ada pula yang sudah lebih dahulu memberi peringatan ataupun ucapan selamat. 

Di Jerman, misalnya, Menteri Luar Negeri Heiko Maas, Jumat (6/11), mendesak kedua kandidat pilpres AS saling menahan diri sampai penghitungan suara usai. Pesan itu ditujukan kepada pejawat Presiden AS Donald Trump dan pesaingnya, Joe Biden. 

"Amerika lebih dari sekadar pertunjukan solo. Siapa pun yang terus menyiramkan minyak ke dalam api dalam situasi seperti ini berarti ia bertindak tidak bertanggung jawab," ujar Maas kepada media Jerman, Funke. Tak biasanya ia berkomentar tajam seperti ini.

"Sekarang saatnya untuk tetap berkepala dingin sampai ada hasil yang ditetapkan secara independen," kata dia.

"Demi hasilnya --yang hingga kini belum ditetapkan-- bisa diterima, setiap orang harus menahan diri. "Termasuk kita."  

Maas mengakui bahwa usai pengumuman pilpres keluar, AS mungkin tidak akan langsung kembali aktif di panggung internasional dengan kekuatan penuh. Namun, ia mengatakan, "Dunia membutuhkan AS sebagai kekuatan demi ketertiban, bukan sebagai faktor pencetus kerusuhan."

Komentar juga datang dari pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, Jumat. Menurutnya, siapa pun pemenang pilpres AS harus mengakhiri campur tangan AS di Hong Kong dan Cina secara keseluruhan. Ia kerap menuding pemerintahan Trump mencampuri urusan Hong Kong, termasuk dengan menjatuhkan sanksi atas dirinya dan penangguhan kesepakatan perdagangan istimewa antara AS dan Hong Kong.

"Sungguh tidak masuk akal," ujarnya, pada akhir kunjungan empat hari ke Beijing. "Semoga mereka (AS, Red) bisa kembali normal dan menerima bahwa hubungan harus dibangun dengan sikap saling menghormati dan kerja sama."

Sementara itu, Israel memperingatkan kemungkinan konfrontasi Israel dan Iran jika Biden menang. Menteri Permukiman Israel Tzachi Hanegbi mengatakan, ada kemungkinan AS akan kembali kepada kesepakatan nuklir Iran atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Di bawah Trump, AS keluar dari kesepakatan tersebut kemudian memberlakukan kembali serangkaian sanksi kepada Iran.  

 

 

Biden telah secara terbuka sejak lama bahwa ia akan kembali ke kesepakatan nuklir tersebut.

 

TZACHI HANEGBI, Menteri Permukiman Israel 
 

Jika Biden mempertahankan kebijakan itu, maka pada akhirnya, akan ada konfrontasi kekerasan antara Israel dan Iran.

Namun, menurut pengamat politik di Bar-Ilan University, Profesor Jonathan Rynhold, Biden memiliki sikap pro-Israel sejak lama. "Ia memiliki catatan sikap pro-Israel paling panjang dari polisi AS mana pun. Ia bertemu (perdana menteri Israel) Golda Meir dan suka menceritakan bagaimana dukungan ayahnya terhadap pembentukan negara Israel," ujarnya kepada the Media Line yang dikutip the Jerusalem Post, Jumat. "Ia punya komitmen mendasar pada keamanan Israel."

Penghitungan suara pilpres ini memang bak drama di sejumlah negara lain. Di Jepang, sebuah televisi menampilkan grafik yang menggunakan bola api yang meledak di negara bagian AS yang menjadi pertarungan Biden dan Trump.

"Saya dengar, akan butuh waktu sebelum semuanya menjadi jelas," kata Menteri Keuangan Jepang Taro Aso. "Saya tidak tahu bagaimana semua itu bisa memengaruhi kita."

Tokoh oposisi Rusia yang baru saja menderita keracunan, Alexei Navalny, bahkan mengatakan tertundanya pengumuman kemenangan pilpres AS justru menandakan sistem demokrasi sedang bekerja. 

"Terbangun lalu melihat Twitter untuk melihat siapa pemenangnya. Masih belum jelas. Itulah yang namanya pemilu," cicit Navalny, Kamis. 

Hal senada diungkapkan Perdana Menteri Australia Scott Morrison. "Saya yakin pada demokrasi di AS dan saya yakin pada lembaga mereka serta hal-hal tentang kehebatan lembaga dan demokrasi yang mereka jalani dalam menghadapi tantangan apa pun," kata Morrison kepada para wartawan di Sydney.

Sementara di Slovenia, Perdana Menteri Janez Jansa yakin bahwa Trump menjadi pemenangnya. Slovenia adalah negara kelahiran Ibu Negara AS Melania Trump. 

"Amat jelas bahwa rakyat Amerika telah memilih Donald Trump," katanya.   

Sebaliknya, masa vakum hasil pilpres menjadi penilaian berbeda di mata sejumlah negara. Bagi sebagian orang di Afrika, proses penghitungan pilpres yang lama membongkar demokrasi Amerika yang tidak sempurna.

"Afrika biasa mempelajari demokrasi Amerika, kini Amerika mempelajari demokrasi Afrika," cicit Senator Nigeria Shehu Sani, mengacu pada AS yang kerap mengkritik pemilihan umum di Afrika. 

Di Zimbabwe, juru bicara partai berkuasa ZANU-PF, Patrick Chinamasa, mengatakan, "Tak ada yang bisa dipelajari tentang demokrasi dari bekas para pemilik budak."

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat