Sejumlah massa berkumpul sebelum terjadi bentrok dengan anggota kepolisian di Jakarta, Rabu (13/10). Mereka menolak disahkannya UU Cipta Kerja. | Republika/Putra M. Akbar

Kabar Utama

Penangkapan Pascademo UU Cipta Kerja Marak

Sebanyak 167 orang dijadikan tersangka terkait penolakan UU Cipta Kerja.

JAKARTA --  Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Awi Setiyono membenarkan Polri telah menangkap delapan orang terkait hasutan unjuk rasa penolakan Undang-undang Omnibus Law Ciptakerja. Dua di antaranya adalah petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat.

Keduanya ditangkap oleh Bareskrim Polri pada Selasa (13/10). "Tanggal 13 Oktober 2020 ada dua kali penangkapan, yang pertama ditangkap atas nama SG (Syahganda Nainggolan) pada pukul 04.00 WIB, kemudian yang kedua saudara JH (Jumhur Hidayat) ditangkap di Cipete, Jakarta Selatan sekitar pukul 05.00 WIB," jelas Awi dalam konferensi pers di Kompleks Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (13/10)

Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat menjabat sebagai anggota Komite Eksekutif KAMI. Selain kedua orang itu, Polisi juga menangkap Anton Permana (AP) yang merupakan deklarator KAMI ditangkap di daerah Rawa Mangun, Jakarta Timur pada tanggal 12 Oktober 2020 lalu. Anton pernah menjabat sebagai salah satu pengurus di Forum Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri ABRI (FKPPI) Kota Batam. 

photo
Syahganda Nainggolan (kiri) - (ANTARA)

"Pada tanggal 12 Oktober 2020 telah ditangkap atas nama AP ditangkap oleh Tim Siber Bareskrim Polri antara 00.00 WIB sampai dengan 02.00 di Rumah saudaranya di Rawa Mangun, Jakarta Timur," paparnya.

Selain itu, kata Awi, lima anggota KAMI lainnya yang ditangkap dalam waktu yang berbeda itu telah ditetapkan sebagai tersangka. Kelima Khairil Amri selaku Ketua KAMI cabang Medan, Devi, Juliana dan Wahyu Rasari Putri. Sementara satu tersangka lagi berasal dari Ormas KAMI Pusat atas nama Kingkin Adinda.

Kata Awi, tim penyidik mempunyai alat bukti yang cukup untuk menetapkan kelima orang tersebut sebagai tersangka. Salahnya adalah bukti percakapan dan koordinasi di salah satu grup Whatsapp

"Jadi total ada lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka, sementara tiga lainnya masih berstatus sebagai terperiksa karena belum 1x24 jam," tutur Awi.

Selanjutnya untuk kelima tersangka dijerat dengan pasal ujaran kebencian ataupun permusuhan terkait aksi unjuk rasa penolakan Undang-undang Omnibus Law Ciptakerja. Hal itu termaktub dalam pasal 45 A ayat 2 UU RI nomor 19 tahun 2014 tentang ITE dan atau pasal 160 KUHP. Dalam beleid pasal tersebut, seluruh tersangka terancam kurungan penjara 6 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.

photo
Mantan ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI), Jumhur Hidayat.

"Mereka dipersangkakan setiap orang yang sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu ataupun kelompok tertentu didasarkan atas SARA dan atau penghasutan," tutup Awi.

Anggota Komite Eksekutif KAMI Ahmad Yani menilai, tudingan kepolisian tidak jelas. "Makanya kita tidak tahu perbuatan apa yanng dipersangkakan dan pasal apa yang dikenakan," ujar Ahmad Yani, Selasa (13/10).

Terkait Jumhur Hidayat, Ahmad Yani mengatakan bahwa Jumhur baru saja keluar dari rumah sakit setelah menjalani operasi. Ia belum mengetahui mengapa Jumhur ditangkap. Sedangkan untuk Syahganda, Ahmad Yani mengatakan, saat pemeriksaan sempat disinggung soal cuitan-cuitan pada akun Twitter pribadinya. 

"Saya baca nggak ada (hasutan) ya kalau pandangan saya. Hal-hal biasa, apakah betul dengan tweet-tweet-nya Pak Syahganda itu orang mau demonstrasi. Kita belum melihat korelasi dan relevansinya antara yang ditweetkan dan dituduh," ujarnya. "Kalau ada kriminalisasi kita akan lawan," lanjutnya. 

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebut penangkapan pimpinan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) dilakukan untuk menebar ketakutan. Ketakutan yang hendak disebarkan kepada pihak-pihak yang mengkritik pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

“Penangkapan ini dilakukan untuk menyebar ketakutan di antara mereka yang mengkritik pengesahan Undang-Undang Omnibus Cipta Kerja," ujar Usman lewat keterangan pers kepada Republika, Selasa (13/10).

 
Penangkapan ini dilakukan untuk menyebar ketakutan di antara mereka yang mengkritik pengesahan Undang-Undang Omnibus Cipta Kerja
USMAN HAMID, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia
 

Di sisi lain, kata dia, penangkapan itu menunjukkan sedang terancamnya kebebasan berekspresi di negara ini. Selain itu, langkah tersebut juga ia nilai dapat dilihat sebagai upaya untuk mengintimidasi oposisi dan mereka yang mengkritik rezim yang sedang berkuasa.

Usman juga menyebut, penangkapan tiga orang pimpinan KAMI dengan dugaan pelanggaran UU ITE sangat mengkhawatirkan. Negara, kata dia, harus menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap pihak yang mengkritik dan memastikan penghormatan penuh terhadap hak asasi manusia bagi siapa saja, termasuk pihak oposisi.

“Justru dengan langkah ini, Presiden Jokowi telah melanggar janjinya sendiri untuk melindungi hak asasi manusia. Pihak berwenang harus segera membebaskan ketiganya, yang dijerat hanya karena mempraktikkan kebebasan berbicara, dengan tanpa syarat,” jelas dia.

Ratusan ditangkap

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengungkapkan, unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja terjadi sepanjang 5-8 Oktober 2020. Awalnya pada 5 Oktober 2020 terjadi empat aksi di kota yaitu, di Jakarta Pusat, Sleman dan Tangerang. Pada tanggal 6 Oktober 2020 menyusul empat aksi yakni di Bandung, Serang, dan Makassar.

"Tanggal 7 Oktober ada 8 aksi, yakni Bandung, Jambi, Bandar Lampung, Majene dan Mamuju. Pada 8 Oktober 2020 ada 95 aksi demo di seluruh wilayah Indonesia ini di 34 provinsi ada semua. Terakhir 9 Oktober ada enam aksi ada di Jakarta, Gorontalo, NTB dan Banten," ujar Argo Yuwono saat konferensi pers bersama di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (12/10).

Dari beberapa aksi demonstrasi menolak UU Ciptaker yang berujung ricuh, kata Argo, pihak Kepolisian mengamankan 5.918 pendemo. Kemudian dilakukan pemeriksaan dan hasilnya sebanyak 167 orang dinaikkan status ke tahap penyidikan dan menyandang status tersangka. Dari 167 orang tersebut, sebanyak 96 orang ditahan.

Menurut Argo, para tersangka berasal dari berbagai macam latar belakang atau profesi. Sebanyak 83 orang adalah kelompok pelajar, 29 orang kelompok mahasiswa, tujuh orang dan kelompok buruh dan masyarakat umum. Ada 10 orang dari kelompok pengangguran dan kelompok lainnya sebanyak 30 orang. 

Polisi juga menangkap sekitar 500 orang yang diduga anarkis usai demonstrasi damai menolak UU Cipta Kerja di dekat Patung Kuda Arjuna Wiwaha atau Bundaran Bank Indonesia (BI), Jakarta, Selasa (13/10) sore. Kepala Polda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana mengatakan, ratusan orang itu berasal dari berbagai wilayah di Provinsi DKI Jakarta.

"Ada sekitar 500 orang ditangkap termasuk Anarko yang ada di wilayah. Harusnya mereka belajar, bukan malah ikut aksi," ujar Nana di lokasi unjuk rasa, kemarin. Jumlah yang ditangkap itu tercatat hingga Selasa pukul 16.45 WIB. 

photo
Seorang warga berfoto bersama anggota kepolisian yang sedang beristirahat saat aksi tolak Undang-Undang Cipta Kerja di Kawasan Sabang, Jakarta, Selasa (13/10). - (Aprillio Akbar/ANTARA FOTO)

Nana menjelaskan, awalnya massa dari rombongan Anak NKRI dan Front Pembela Islam (FPI) yang berjumlah sekitar 4.000 orang berjalan damai di dekat Patung Kuda Arjuna Wiwaha. Massa Anak NKRI dan FPI kemudian membubarkan diri dengan tertib pada pukul 16.00 WIB. 

Namun, secara tiba-tiba muncul massa aksi lain yang didominasi oleh remaja. Mereka melempar batu ke arah petugas keamanan sehingga terjadi kericuhan. "Anak-anak Anarko inilah yang bermain. Ada sekira enam ratusan, mereka berupaya provokasi. Awalnya, kami bertahan agar tidak terpancing. Namun mereka melemparkan benda-benda keras, maka kemudian dalam kondisi itu, kami lakukan pendorongan dan penangkapan," ujar Nana.

Tembakan gas air mata mulai diarahkan ke massa yang bertindak anarkis pada pukul 16.05 WIB. "Mundur-mundur kalian semua!" kata Kepala Polres Metro Jakarta Pusat Kombes Heru Novianto lewat pengeras suara dari mobil pengurai massa (Raisa) di Jalan Medan Merdeka Barat.

photo
Sejumlah massa aksi berdoa usai melaksanakan shalat Ashar berjamaah di sela unjuk rasa di Jakarta, Rabu (13/10). Dalam aksi tersebut mereka menolak disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law), tolak RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dan bubarkan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). - (Republika/Putra M. Akbar)

Awalnya, Heru mengingatkan para remaja di kawasan Bundaran BI itu untuk pulang ke rumah masing-masing karena aksi penolakan UU Cipta Kerja sudah selesai. "Aksi ini aksi damai, teman-teman tadi melaksanakannya dengan baik dan yang lainnya juga begitu. Kita berjanji tadi tidak anarkis dan tidak rusuh. Ya silakan warga dan adik-adik aksi, sudah selesai. Silakan kembali ke rumah masing-masing tanpa ada anarkisme," ujar Heru.

Namun, bukannya mengikuti arahan kepolisian, massa remaja semakin anarkis dan melempar batu ke arah polisi. Anak-anak remaja yang disebut kelompok Anarko itu saat ini dibawa ke Monas dan diamankan untuk pemeriksaan lebih lanjut di bawah penanganan Polda Metro Jaya.

Polda Metro Jaya memang memusatkan pengunjuk rasa menolak UU Ciptaker ke kawasan Patung Kuda. Sebanyak 12 ribu personel keamanan gabungan Polri dan TNI dikerahkan untuk mengamankan situasi. 

Pada Selasa malam, polisi masih melakukan penangkapan terduga pengunjuk rasa. Sebanyak lima remaja ditangkap saat melintas di Jalan Pintu Besar Selatan, Tamansari, Jakarta Barat sekitar pukul 19.00 WIB. Di waktu yang sama, lima remaja lain yang membawa bendera merah putih datang dari arah Jalan Pasar Pagi Asemka.

photo
Sejumlah pelajar yang akan mengikuti aksi unjuk rasa terjaring razia di Stasiun Bekasi, Jawa Barat, Selasa (13/10). Sebanyak 23 pelajar yang akan mengikuti aksi unjuk rasa di Jakarta diamankan oleh petugas Polisi dan TNI untuk selanjutnya dilakukan pembinaan - (Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO)

“Ampun Pak, jangan saya dibawa,” ujar salah satu remaja yang berasal dari Tanjung Priok sambil memegang benderanya. Polisi kemudian menggeledah isi ponsel para remaja tersebut serta mencatat nama lengkap dan alamat mereka. Para remaja itu kemudian diboyong ke Mapolsek Metro Tamansari Jakarta Barat untuk diperiksa lebih lanjut.

Kecam

Demontrasi penolakan UU Cipta Kerja telah terjadi sejak disahkan pada Senin (5/10). Ribuan orang telah ditangkap dan ratusan ditetapkan sebagai tersangka di seluruh Indonesia. Penanganan demontrasi pada Jumat (8/10) menjadi yang paling disoroti. Sejumlah orang mengecam tindakan represif yang dilakukan aparat kepada demonstran dan wartawan.

Dewan Pers menilai kepolisian perlu memberikan penjelasan resmi atas kekerasan yang dilakukan oknum aparat terhadap wartawan saat meliput unjuk rasa di berbagai daerah. "Kami memandang perlu pihak kepolisian memberikan penjelasan resmi atas kekerasan dan perusakan yang terjadi. Kami memberi dukungan moral kepada para wartawan yang menjadi korban kekerasan beserta keluarganya," ujar Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh dalam siaran persnya, kemarin.

Nuh mengatakan, Dewan Pers menyatakan enam sikap resmi lembaga sebagai bentuk keprihatinan mendalam atas kekerasan terhadap wartawan yang masih terjadi pada aksi demo 8 Oktober. Di antaranya, mengecam dengan keras oknum aparat yang melakukan tindak kekerasan, intimidasi verbal, dan perusakan alat kerja wartawan; meminta agar kepolisian segera melepaskan para wartawan jika ada yang masih ditahan; dan mengingatkan bahwa dalam menjalankan tugasnya, para wartawan dilindungi oleh undang-undang. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat