Tim medis melakukan penanganan terhadap pasien dalam persiapan simulasi vaksinasi COVID-19 di Puskesmas Abiansemal I, Badung, Bali, Senin (5/10/2020). Kementerian Kesehatan melakukan kunjungan dan survei untuk melihat kesiapan puskesmas tersebut sebagai l | Nyoman Hendra Wibowo/ANTARA FOTO

Kabar Utama

Delapan Instansi Kawal Kehalalan Vaksin Covid-19

Wapres mengarahkan agar vaksin Covid-19 diupayakan semaksimal mungkin memiliki sertifikasi halal.

JAKARTA -- Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin telah memerintahkan agar ada tim bersama yang mengawal proses sertifikasi halal vaksin Covid-19. Ada delapan instansi yang bersinergi untuk membantu sertifikasi halal vaksin Covid-19 yang sedang dikembangkan PT Bio Farma (Persero) bersama perusahaan farmasi asal Cina, Sinovac. 

Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir mengatakan, pembentukan tim bersama tersebut diperintahkan Wapres saat audiensi dengan holding BUMN farmasi dan pemangku kepentingan terkait lainnya beberapa waktu lalu. Dia menyebut, tim bersama tersebut terdiri atas Bio Farma, Kementerian BUMN, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Komisi Fatwa MUI, LPPOM MUI, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Sucofindo, dan Surveyor Indonesia. 

Menurut Honesti, Wapres dalam audiensi tersebut mengarahkan agar vaksin Covid-19 diupayakan semaksimal mungkin memiliki sertifikasi halal. "Pak Wapres arahannya, seandainya vaksin ini memang halal, bagus. Namun, kalau belum memenuhi unsur halal, dalam kondisi pandemi bisa diberikan vaksinasinya," ujar Honesti saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR di gedung DPR, Jakarta, Senin (5/10).

Honesti menyampaikan, proses vaksinasi diperkiraan dilakukan pada awal tahun depan. Saat ini Bio Farma tengah menyelesaikan uji klinis tahap tiga di Bandung. Menurut Honesti, Sinovac telah berkomitmen menyediakan 15 juta dosis pada November dan Desember 2020, sebanyak 35 juta dosis pada Januari hingga Maret 2021, dan 210 juta dosis pada April hingga Desember 2021.

"Rencananya akan dilakukan audit BPOM ke Sinovac, Beijing, pada Oktober 2020," kata Honesti. Ia menambahkan, tim Sinovac telah berkunjung ke fasilitas produksi Bio Farma dan menyebut fasilitas tersebut memenuhi persyaratan dalam memproduksi vaksin Covid-19.

Soal harga vaksin, Honesti mengaku belum dapat mengungkapkan rentang harga pastinya. Namun, harga vaksin diharapkan bisa ditekan hingga Rp 200 ribu per dosis atau Rp 400 ribu per dua dosis. Dia mengatakan, keputusan harga vaksin berada di tangan Kementerian Kesehatan. "Penentuan bujet dilakukan Kemenkes. Lalu, ada penugasan ke kami untuk menyediakan vaksin," ujar Honesti.

Sejauh ini holding BUMN farmasi telah menggandeng perusahaan asal Cina, Sinovac, dan UEA, G42, dalam pengadaan bahan baku vaksin Covid-19. Proses produksi vaksin akan mulai dilakukan setelah uji klinis tahap III yang dilalukan di Bandung selesai. Honesti menyebut hasil uji klinis tahap III kepada relawan hingga saat ini berjalan lancar dan tidak menimbulkan indikasi apa pun. 

Honesti menyebut, sampai akhir September 2020, terdapat 1.319 relawan yang sudah mendapatkan suntikan pertama, 656 relawan sudah mendapatkan suntikan kedua, dan 244 relawan dalam tahap pengambilan darah pascasuntikan kedua. "Insya Allah akhir Januari atau awal Februari 2021 kita sudah bisa melakukan progam vaksinasi," kata Honesti menambahkan. 

Ia menambahkan, kerja sama dengan produsen vaksin Covid-19 dari berbagai negara sangat dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan vaksinasi dalam negeri. Berdasarkan hasil diskusi dengan Kementerian Kesehatan, Indonesia memerlukan 340 juta dosis vaksin Covid-19 pada tahun depan. Vaksinasi akan diberikan kepada 170 juta masyarakat Indonesia. Setiap orang akan mendapat dua suntik dosis. 

"Makanya butuh kerja sama dengan beberapa produsen vaksin karena tidak mungkin satu produsen mampu menyuplai kebutuhan kita. Kita butuh beberapa (produsen) untuk dapat vaksin ini," ujarnya. 

Selain Sinovac, Honesti melanjutkan, anggota BUMN farmasi, Kimia Farma, telah bekerja sama dengan G42 yang berkomitmen memberikan 10 juta dosis vaksin pada Desember 2020. Holding BUMN farmasi juga menjajaki kerja sama pengadaan vaksin dengan CanSinoBio, AstraZeneca, hingga Novavax. 

Honesti menyampaikan, program vaksinasi juga memerlukan sistem distribusi yang baik. Menurut dia, distribusi vaksin akan menjadi tantangan mengingat kualitas vaksin harus terjaga dengan baik sejak diproduksi hingga disalurkan ke sejumlah daerah. 

Obat Covid-19

Dua anggota holding BUMN farmasi, yaitu PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk, siap memasarkan obat Covid-19. Kimia Farma sudah mampu memproduksi obat favipiravir yang dapat digunakan untuk terapi Covid-19. Sementara Indofarma siap memasarkan obat remdesivir dengan nama dagang Desrem. Obat ini diproduksi Mylan Laboratories Limited atas lisensi dari Gilead Sciences Inc, Foster City, dan Amerika Serikat.

Kimia Farma dan anak usahanya, yaitu PT Phapros, juga telah berhasil memproduksi beberapa obat untuk penanganan Covid-19, antara lain, chloroquine, hydroxychloroquine, azithromycin, dexamethasone, dan methylprednisolon. 

Direktur Utama Kimia Farma Verdi Budidarmo menyampaikan, jenis obat favipiravir yang digunakan untuk terapi Covid-19 sudah dapat diproduksi Kimia Farma. Ia menegaskan, produk itu merupakan produk pertama di Indonesia yang dikembangkan sendiri oleh BUMN. "Obat ini telah mendapatkan nomor izin edar (NIE) dari BPOM serta akan didistribusikan ke seluruh layanan kesehatan sesuai dengan regulasi pemerintah," katanya. 

Verdi menambahkan, Kimia Farma melalui jaringan ritelnya juga mendistribusikan alat kesehatan, seperti masker, hand sanitizer, serta melakukan layanan pemeriksaan Covid-19. 

Sementara, anggota holding BUMN farmasi lainnya, Indofarma, menyatakan mendukung upaya prmerintah dalam menekan penyebaran Covid-19 melalui berbagai jenis produk, antara lain, Oseltamivir 75gr Caps yang merupakan antiviral unggulan yang saat ini telah menjadi rujukan sebagai protokol pengobatan Covid-19 di berbagai rumah sakit. 

Direktur Utama Indofarma Arief Pramuhanto mengatakan, Oseltamivir 75 gr Caps merupakan produk yang telah memiliki sertifikat tingkat kandungan dalam negeri senilai 40,06 persen dan telah diproduksi sendiri oleh Indofarma dengan kapasitas produksi sebesar 4,9 juta kapsul per bulan. Ia mengatakan, produk yang akan dipasarkan dalam waktu dekat adalah Desrem Remdesivir Inj 100 mg. 

"Obat itu telah mendapatkan persetujuan Emergency Use Authorization (EUA) di Indonesia dan telah disetujui BPOM melalui penerbitan nomor izin edar yang sudah diterbitkan pada 30 September 2020," kata Arief. 

Arief menjelaskan, obat Desrem akan mulai dipasarkan pekan depan. Ini merupakan obat yang digunakan pada pasien rawat inap Covid-19 dalam kondisi sedang-berat. Mengenai ketersediaan stok, ia menyebut, sudah ada sebanyak 400 ribu vial dengan harga yang terjangkau. 

Dalam kesempatan terpisah, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi yang juga Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Panjaitan mengingatkan produsen obat Covid-19 agar dapat menetapkan harga yang terjangkau bagi masyarakat.

"Jangan buat harga yang terlalu tinggi, sesuai kewajaran saja karena ini masalah kemanusiaan dan tolong perhatikan kondisi ekonomi masyarakat yang sedang sulit," kata Luhut saat memimpin rapat koordinasi ketersediaan dan kewajaran harga obat/farmasi untuk Covid-19 di Jakarta, kemarin. 

Luhut mengatakan, pemerintah telah memiliki kumpulan data mengenai harga obat berbasis free on board (FoB) atau harga barang di tempat asal negara, seperti India, Cina, dan Jerman. Data tersebut akan digunakan untuk mengevaluasi kewajaran harga obat-obatan di Tanah Air. 

Kebijakan evaluasi harga obat itu, Luhut melanjutkan, dinilai perlu dilakukan khususnya untuk obat-obat yang bahan bakunya masih diimpor dari luar negeri atau obat yang masih belum mampu diproduksi dalam negeri. 

Obat darurat

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan, saat ini ada dua obat yang menunjukkan manfaat menyembuhkan pasien Covid-19. Kedua obat itu adalah Favipiravir untuk pasien derajat ringan dan sedang yang dirawat di rumah sakit dan Remdesivir untuk pasien derajat berat.

BPOM pun telah menerbitkan izin penggunaan dalam kondisi darurat (EUA) Favipiravir kepada Industri Farmasi PT Beta Pharmacon (Dexa Group) dengan merek dagang Avigan dan kepada PT Kimia Farma Tbk yang saat ini sudah memproduksi produk generik Favipiravir di Indonesia. Sementara untuk Remdesivir telah diberikan EUA sejak 19 September kepada PT Amarox Pharma Global, PT Indofarma, dan PT Dexa Medica.

Kepala BPOM, Penny K Lukito menjelaskan, EUA merupakan persetujuan penggunaan obat atau vaksin saat kondisi darurat kesehatan masyarakat, dalam hal ini pandemi Covid-19. Penerbitan EUA diharapkan, dapat memberikan percepatan akses obat-obat yang dibutuhkan dalam penanganan Covid-19 oleh para dokter, sehingga mempunyai pilihan pengobatan yang sudah terbukti khasiat dan keamanannya dari uji klinik.

"Dengan tersedianya obat-obat tersebut diharapkan, dapat meningkatkan angka kesembuhan dan menurunkan angka kematian pasien Covid-19, yang menjadi target pemerintah dalam percepatan penanganan Covid-19,” kata dia dalam siaran pers, Senin (5/10).

Terhadap produk yang telah mendapatkan EUA, Penny menegaskan, BPOM terus melakukan pengawasan penyaluran dan peredaran sejak dari industri farmasi, pedagang besar farmasi, hingga sarana pelayanan kefarmasian. Ia menambahkan, pengawasan dapat dilakukan melalui evaluasi pelaporan realisasi importasi, produksi, dan distribusi obat yang disampaikan kepada BPOM.

“Semoga para dokter dan tenaga kesehatan lain bekerja sama untuk berpartisipasi aktif, dalam pemantauan terhadap khasiat dan keamanan melalui kegiatan farmakovigilans,” ujarnya.

Farmakovigilans merupakan kegiatan pemantauan dan pelaporan kejadian tidak diinginkan dan/atau efek samping obat pada pasien oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya di fasilitas pelayanan kesehatan. Semua laporan tersebut diterima oleh Badan POM dan dievaluasi secara periodik.

Apabila terdapat peningkatan frekuensi efek samping, Badan POM dapat melakukan tindak lanjut dengan memberikan komunikasi risiko dan pencabutan EUA untuk meningkatkan kehati-hatian dalam penggunaan dan perlindungan kesehatan masyarakat.

Sebagai bagian dari Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional serta anggota Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Penny menambahkan, BPOM juga berupaya melakukan percepatan akses vaksin yang digunakan dalam penanganan Covid-19. BPOM sedang mengawal uji klinis fase III vaksin Sinovac oleh PT Bio Farma. 

“Sejauh ini, tidak ada laporan kejadian efek samping dalam uji klinis ini. Diharapkan, semua subjek dapat selesai direkrut pada pertengahan Oktober 2020 sehingga data interim hasil uji klinis bisa kami dapatkan untuk dilakukan proses evaluasi, untuk mendapatkan EUA,” katanya.

 
Sejauh ini, tidak ada laporan kejadian efek samping dalam uji klinis.
Penny K Lukito, Kepala BPOM
 

Ia mengingatkan masyarakat untuk terus berhati-hati dalam memilih, membeli, dan mengonsumsi produk obat dan makanan. Selain itu, harus juga mewaspadai banyaknya informasi penggunaan obat-obat herbal dengan klaim dapat mencegah, mengobati, atau menyembuhkan Covid-19.

"Selalu ingat Cek ‘KLIK’ (kemasan, label, izin edar, dan kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi produk obat dan makanan. Karena pencegahan merupakan kunci utama dalam memutus mata rantai penyebaran wabah Covid-19," ungkapnya.

Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Zullies Ikawati mengatakan, izin penggunaan darurat diberikan BPOM karena belum ada obat Covid-19 yang definitif dan disetujui. Terkait obat Remdesivir, ia menjelaskan, obat tersebut tidak bisa didapat secara bebas di pasaran. Obat langsung didistribusikan ke rumah sakit dan tidak tersedia di apotek.

Menurut dia, sejumlah negara menggunakan obat itu dan hasilnya menunjukkan, ada efektivitas yang baik ketika digunakan dalam pengobatan pasien Covid-19. Pemberian Remdesivir mampu mempersingkat masa penyembuhan pasien Covid-19.

"Remdesivir merupakan obat antivirus. Dulu dikembangkan untuk atasi virus-virus RNA dan pernah dicobakan saat wabah Ebola dan MERS," ujar Zullies. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat