Sejumlah menteri negara berfoto bersama dengan pimpinan DPR usai pengesahan UU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10). | Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO

Kabar Utama

UU Ciptaker Disahkan, Buruh Diadang

FPD dan FPKS menilai pembahasan RUU terburu-buru dan sejumlah pasalnya bermasalah.

JAKARTA -- DPR resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) menjadi undang-undang. Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna DPR RI Masa Sidang IV Tahun Sidang 2020-2021 yang digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10) sore.

"Perlu kami sampaikan, berdasarkan yang telah kita simak bersama, sekali lagi saya memohon persetujuan di forum rapat paripurna ini, bisa disepakati?" tanya Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin yang memimpin rapat, Senin (5/10).  "Setuju," dijawab serentak oleh anggota DPR yang hadir dan diikuti dengan ketukan palu.

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas menyampaikan laporan hasil rapat Baleg DPR bersama pemerintah sebelumnya. Hasilnya, tujuh fraksi setuju RUU Cipta Kerja disahkan menjadi undang-undang. 

Sementara, Fraksi Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan menolak RUU Cipta Kerja disahkan. Mereka menilai pembahasan RUU terburu-buru, tak memberikan akses pada masyarakat, dan sejumlah pasalnya bermasalah.

photo
Sejumlah buruh berunjuk rasa di kawasan EJIP (East Jakarta Industrial Park), Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (5/10). Pada aksinya itu mereka menolak pengesahan RUU Cipta Kerja dan mengancam akan melakukan mogok kerja pada 6-8 Oktober 2020. - (Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO)

Dalam sidang kemarin, Fraksi PAN merevisi sikap mereka dengan memberikan catatan penolakan terhadap pasal pengurangan pesangon buruh dari 32 gaji menjadi 25 kali gaji. Sedangkan, Fraksi Demokrat melakukan walk out karena tak diizinkan meneruskan paparan soal keberatan mereka.

Pihak DPR mengeklaim draf terbaru telah mengakomodasi keberatan serikat buruh. DPR dan pemerintah sepakat upah minimum kabupaten/kota (UMK) tetap dijalankan dengan syarat atau kriteria tertentu. UMK juga tetap ada menyesuaikan inflasi dan tidak dikelompokkan secara sektoral.

Poin lain yang juga disetujui adalah soal jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), jaminan hari tua, dan jaminan kecelakaan kerja. Semua jaminan kehilangan pekerjaan ini pada intinya disetujui untuk tetap disubsidi melalui upah dengan menggunakan data BPJS Ketenagakerjaan.

Supratman yang juga ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja menegaskan, beleid itu tidak akan menghilangkan hak cuti haid dan hamil. Selain itu, persoalan pemutusan hubungan kerja (PHK) tetap diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 

Draf RUU Ciptaker merupakan usulan pemerintah. Ia adalah tindak lanjut keinginan Presiden Joko Widodo memiliki omnibus law alias regulasi sapu jagat untuk menggenjot perekonomian. 

photo
Sejumlah anggota DPR Fraksi Partai Demokrat meninggalkan ruang sidang (walk out) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10). - (Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO)

RUU Cipta Kerja terdiri dari 15 bab dan 186 pasal. Adapun yang diatur mencakup kewenangan perizinan dan tata ruang yang lebih terpusat, penyederhanaan perizinan, pemberdayaan UMKM dan koperasi, ketenagakerjaan, zona perekonomian, serta riset dan teknologi. 

Dengan pengesahan kemarin, tak sampai sembilan bulan RUU Cipta Kerja dibahas di DPR sejak draf awal diserahkan pemerintah pada 12 Februari lalu. Sebanyak 64 rapat dilakukan sebelum pengesahan. Sedikitnya 8.000 daftar inventaris masalah diklaim selesai dalam jangka waktu tersebut. 

Pada Sabtu (3/10), Baleg DPR melakukan rapat di luar hari kerja hingga malam hari dan menyepakati RUU Ciptaker akan dibawa ke sidang paripurna untuk disahkan pada Kamis (8/10). Namun, rapat pimpinan DPR pada Senin (5/10) pagi kemudian menyepakati disegerakannya sidang paripurna. Badan Musyawarah juga menyepakati RUU Ciptaker diloloskan ke paripurna.

Selepas pengesahan kemarin, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, keberadaan UU Cipta Kerja akan membantu Indonesia keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah dengan memanfaatkan bonus demografi. Beleid ini dinilai mampu menyelesaikan permasalahan terbesar Indonesia, yaitu hiper-regulasi untuk menciptakan lapangan kerja.

UU Omnibus Law Cipta Kerja, kata Airlangga, akan merevisi beberapa undang-undang eksisting yang menghambat penciptaan lapangan kerja. Regulasi ini sekaligus sebagai instrumen penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi. Airlangga meyakini, dengan disahkannya RUU, berbagai dampak positif bisa dirasakan oleh masyarakat. 

"Dengan demikian, bagi pekerja atau buruh yang alami PHK, bisa tetap terlindungi dalam jangka waktu tertentu sambil mencari pekerjaan baru yang lebih sesuai," kata Airlangga yang juga menjabat ketua umum Partai Golkar itu. Menurut Airlangga, UU Cipta Kerja memungkinkan pelaku UMKM mendapatkan kemudahan dan kepastian hukum. 

RUU Ciptaker ini sebelumnya mendapat kritikan dari berbagai pihak, termasuk ormas Islam, serikat buruh, persatuan petani, dan aktivis lingkungan hidup. "Pandangan dan sikap MUI dan ormas-ormas yang menolak omnibus law adalah bukti bahwa mereka masih punya rasa tanggung jawab untuk memiliki, mengawal, dan menjaga negara ini dari kemusnahan dan kehancuran," kata Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyiddin Junaidi, kemarin.

photo
Peserta aksi dari Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) menggelar aksi di Tugu Pal Putih, Yogyakarta, Senin (5/10). Dalam aksi ini MPBI menuntut pembatalan pengesahan RUU Cipta Kerja. - (Wihdan Hidayat / Republika)

Buruh diadang

Menjelang pengesahan kemarin, ribuan buruh dari kawasan penyangga Ibu Kota yang hendak bertolak ke Jakarta diadang aparat kepolisian. Para buruh tersebut berniat memprotes pengesahan RUU Cipta Kerja yang dilakukan secara mendadak, kemarin.

Di Kabupaten Bekasi, ribuan buruh yang berencana menuju Kompleks Parlemen Senayan tertahan di kawasan industri MM2100 di Cikarang Barat. “Kawasan yang di MM2100 mengarah kemari sudah dicegat-cegatin dan di beberapa sekretariat ditongkrongin TNI dan polisi,” kata salah satu pengurus cabang Federasi Sektor Pekerja, Percetakan, Penerbitan Media dan Informatika, (PC FSP PPMI) SPSI, saat dihubungi wartawan, Senin (5/10).

Pengurus FSP PPMI ini menuturkan, massa buruh dari Bekasi selain datang dari wilayah MM2100, ada juga yang dari Bantargebang, Rawa Pasung, dan kawasan EJIP. Berdasarkan keterangan pengurus, ada tiga hingga empat peleton petugas yang berjaga. “Mau maksa keluar dijaga beberapa tameng-tameng, padahal kita sudah sangat-sangat menggunakan birokrasi (yang ada),” katanya.

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Provinsi Banten, Dedi Sudrajat mengatakan, rencana demonstrasi tersebut merupakan langkah spontanitas dari para buruh. Hal itu menyusul informasi rapat paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja dilaksanakan kemarin. "Di seluruh serikat pekerja, di kantor-kantor, dan di titik kumpul itu diblokir, disekat, kita tidak boleh berangkat (ke Jakarta)," ujar dia. 

Dedi mengatakan, para buruh merasa kecewa dengan para anggota dewan yang dinilai seolah ingin RUU Cipta Kerja Omnibus Law segera diselesaikan. "Kenapa kita saat pandemi begini tidak boleh demo, tapi mereka memaksakan pengesahan. Ada apa dengan semua ini?" katanya kesal. 

Sementara itu, buruh di Kabupaten Purwakarta akan ikut menyuarakan penolakan RUU Cipta Kerja serentak se-Indonesia mulai Selasa (6/10). Rencananya, akan diadakan aksi unjuk rasa dan mogok nasional selama tiga hari. Buruh di Kabupaten Karawang juga akan mengikuti aksi mogok nasional yang diserukan akan dilakukan pada 6-8 Oktober. 

photo
Ratusan buruh berunjuk rasa di kawasan Jatiuwung, Kota Tangerang, Banten, Senin (5/10). Dalam aksinya mereka menolak omnibus law dan mengancam akan melakukan mogok kerja pada 6-8 Oktober 2020. - (FAUZAN/ANTARA FOTO)

Ketua SPSI Kabupaten Karawang, Ferry Nuzarli mengatakan, pekerja dengan tegas menolak RUU Cipta Kerja, yang isinya banyak yang tidak berpihak pada pekerja. “Contohnya, nggak ada lagi upah sektoral. Kedua, pesangon dari 32 kali upah turun jadi 25 kali upah. Nggak ada batasan kontrak kerja itu mau satu bulan juga semaunya pengusaha saja, outsourcing semua jenis pekerjaan. Jelas itu merugikan kami,” tuturnya. Aksi di Karawang juga dilakukan di masing-masing pabrik guna mencegah penyebaran Covid-19 dan bakal diikuti 200 ribu pekerja. 

Dua pimpinan organisasi pekerja telah menemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Senin (5/10) siang. Di antaranya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.

Kedua tokoh tersebut terlihat hadir di kompleks Istana Kepresidenan sekitar pukul 13.40 WIB. Tak seperti biasanya, Said dan Andi diantar masuk ke istana melalui pintu samping. "Tadi malam (dipanggil)," kata Andi singkat sebelum masuk ke istana, Senin (5/10). 

Selepas pertemuan, keduanya meninggalkan istana tanpa memberikan penjelasan apa pun. Republika berusaha menghubungi keduanya, tapi masih belum ada tanggapan. 

photo
Ratusan buruh berunjuk rasa di kawasan Jatiuwung, Kota Tangerang, Banten, Senin (5/10). - (FAUZAN/ANTARA FOTO)

Beredar juga telegram Kapolri Jenderal Pol Idham Azis, kemarin. Surat itu berisi arahan untuk mengantisipasi aksi unjuk rasa dan mogok kerja oleh buruh. "Ya benar telegram itu," ujar Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.

Argo mengatakan, dikeluarkannya surat telegram tersebut demi menjaga kondusivitas situasi keamanan dan ketertiban masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Menurut dia, pada kondisi seperti ini, keselamatan rakyat merupakan hukum yang tertinggi sesuai prinsip hukum salus populi suprema lex esto.

"Sehingga, Polri tidak memberikan izin aksi demonstrasi atau kegiatan lainnya, yang menyebabkan terjadinya kerumunan orang dengan tujuan mencegah penyebaran Covid-19. Ini juga sejalan dengan maklumat kapolri. Kami minta masyarakat untuk mematuhinya," ujar Argo.

Di antara instruksi kapolri dalam telegram itu adalah agar jajarannya melaksanakan fungsi intelijen dan deteksi dini guna mencegah terjadinya aksi unjuk rasa dan mogok. 

Selain itu, melakukan pemetaan di perusahaan atau sentra produksi strategis dalam mengantisipasi ancaman atau provokasi buruh untuk ikut unjuk rasa. Selanjutnya, mencegah, meredam, dan mengalihkan aksi unjuk rasa kelompok buruh demi kepentingan pencegahan penyebaran Covid-19.

Penolakan nelayan

Selain serikat buruh, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) juga menolak RUU Omnibus Law. Sekretaris Jenderal KNTI Iin Rohimin menyebut RUU tersebut membahayakan masa depan nelayan tradisional. "Puluhan pasal dalam RUU itu berkaitan dengan sektor nelayan, kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil yang tidak berpihak pada nelayan tradisional," ujar Iin saat dihubungi Republika di Jakarta, Senin (5/10).

Iin mengingatkan pemerintah dan DPR akan besarnya dampak yang ditimbulkan apabila meloloskan RUU tersebut bagi para nelayan. Ia mengambil contoh penghapusan pasal  kategori nelayan kecil dan besar. Iin menilai hal ini akan berdampak pada kesulitan akses BBM bersubsidi para nelayan kecil akibat dikuasai oleh nelayan skala besar. 

Iin menjelaskan penghapusan ukuran nelayan kecil akan membingungkan dalam pembuatan program serta implementasi di lapangan. Pada Pasal 1 angka 11 UU no 45/2009 dijelaskan nelayan kecil menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 GT dan di Omnibus Law tidak ada ukuran gross ton yang memiliki implikasi yang serius terkait, misalnya, dalam program subsidi BBM. 

"KNTI saat ini tengah melakukan investigasi dan langkah-langkah advokasi terkait tidak tersalurkannya BBM bersubsidi bagi nelayan kecil yang kuotanya sangat besar setiap tahun," ucap Iin.

Terkait pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau keci, kata Iin, dalam pasal 1 angka 17 UU 1/2014 disebutkan Rencana Zonasi Rinci adalah rencana detail dalam 1 (satu) Zona berdasarkan arahan pengelolaan di dalam Rencana Zonasi dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan teknologi yang diterapkan serta ketersediaan sarana yang pada gilirannya menunjukkan jenis dan jumlah surat izin yang diterbitkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah yang diubah di dalam pasal 1 angka 17 menjadi "Rencana Zonasi Rinci adalah rencana detail dalam 1 (satu) Zona berdasarkan arahan pengelolaan di dalam Rencana Zonasi dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan teknologi yang dapat diterapkan serta ketersediaan sarana". 

Kata Iin, Omnibus Law akan menghilangkan kewenangan daerah dalam penerbitan izin dan pengawasan yang sebenarnya akan sangat efektif jika dilakukan Pemda dibandingkan pemerintah pusat. "Kita menyadari praktek mengakselerasi pembangunan yang terpimpin oleh pemerintah pusat cenderung gagal untuk memenuhi dan memahami kebutuhan daerah yang memiliki beragam situasi dan konteks tertentu," lanjut Iin. 

Iin menambahkan, dalam Pasal 17A ayat 1 disebutkan bahwa "Dalam hal terdapat kebijakan nasional yang bersifat strategis yang belum terdapat dalam alokasi ruang dan/atau pola ruang dalam rencana tata ruang dan/atau rencana zonasi, Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan di Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) diberikan oleh Pemerintah Pusat berdasarkan rencana tata ruang wilayah nasional dan/atau rencana tata ruang laut". 

photo
Nelayan memanggul barang bawaannya di Pelabuhan Ikan Muncar Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (2/10). - (BUDI CANDRA SETYA/ANTARA FOTO)

Ia menilai hal ini merupakan pasal karet dimana pemerintah pusat dapat juga memberikan izin sesuai tafsir dan kebutuhan pemerintah pusat tanpa memperhatikan rencana zonasi daerah. Kata Iin, RUU Cipta Kerja ini juga tidak mengakomodir sanksi yang tegas kepada pemegang izin lokasi yang tidak merealisasikan kegiatannya dalam jangka dua tahun sejak izin diterbitkan. Sanksinya hanya berupa sanksi administratif (Pasal 18) tanpa ada pencabutan izin lokasi seperti pada Pasal 18 UU 1/2014. 

"Ini akan menyebabkan potensi wilayah yang ada tidak bisa dioptimalkan dan akan menimbulkan konflik bagi masyarakat pesisir yang telah dan akan mengelolanya," kata Iin. 

Iin menilai Omnibus law juga memberikan kemudahan-kemudahan dalam rangka penanaman modal asing terhadap pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan yang sangat membahayakan serta rentan hilangnya akses bagi publik khususnya nelayan tradisional yang telah turun temurun mengelola suatu wilayah tertentu (Pasal 26A).

Omnibus Law ini semakin meminggirkan peran dan perlindungan bagi nelayan kecil, tradisional, petambak garam, pembudidaya, serta pengelola hasil perikanan skala kecil yang menggerakkan ekonomi secara kolektif. "Semangat untuk tidak memunggungi laut hanya sebatas lips service yang pada praktiknya hanya digaungkan pada momen-momen pemilihan umum," ungkap Iin.

Iin menilai logika keberpihakan yang ngawur serta tidak partisipatifnya proses perancangan undang-undang adalah masalah laten yang masih terus merugikan nelayan tradisional. Iin berharap DPR dan pemerintah tidak menutup mata dan telinga terhadap suara rakyat.

"Kalau memaksakan diri diketok palu, sama saja dengan menghancurkan rakyatnya sendiri. Wakil rakyat seharusnya mewakili suara rakyat bukan suara konglomerat atau pemodal yang ingin menguasai pesisir, laut dan pulau-pulau kecil," ucap Iin.

KNTI, kata Iin, siap bergabung dengan komponen nelayan, buruh, dan petani lain untuk melakukan aksi besar-besaran menentang RUU tersebut. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat