Relawan memasang poster partisipasi pilkada di Markas Republik Aeng-Aeng, Solo, Jawa Tengah, Jumat (2/10). Pemasangan poster tersebut untuk sosialisasi mengajak masyarakat menggunakan hak pilihnya dalam Pilkada serentak 2020. | Maulana Surya/ANTARA FOTO

Nasional

Perppu Pilkada Dinilai Mendesak

Perppu dibutuhkan untuk mengatur sanksi maupun inovasi pemungutan suara saat pandemi.

JAKARTA—Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada dinilai mendesak jika pemerintah tetap ingin melanjutkan pilkada pada 9 Desember 2020. Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni menuturkan, Perppu Pilkada dibutuhkan untuk mengatur dua hal. 

Pertama, soal sanksi tegas bagi pelanggar protokol kesehatan. Kedua, terkait inovasi pemungutan suara di tengah pandemi Covid-19. "Termasuk kalau juga kita berencana menerapkan rekapitulasi suara elektronik karena rekap suara elektronik akan mengurangi kerumunan massa,” tutur Titi dalam diskusi virtual, Sabtu (3/10). 

Ia menilai, aturan tegas maupun inovasi pemungutan suara tak bisa mengandalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Dalam konteks pencegahan dampak penyebaran Covid-19, Titi menilai perlu ada koordinasi antara lembaga pemilu dan penegakan hukum dalam mengatur protokol kesehatan. Jangan sampai ada pendikotomian bahwa hal tersebut merupakan ranahnya pilkada sehingga aparat penegak hukum tidak bisa mengintervensi.

Menurutnya hal tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang pilkada dan Peraturan KPU. Sebab, di dalam PKPU dalam hal memberikan sanksi tertulis dan pembubaran merupakan otoritasnya Bawaslu.

Kalaupun sampai dilakukan sanksi pembubaran, ia menambahkan, maka Bawaslu juga harus dilakukan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait yang punya otoritas. "Tetapi dia tidak menyentuh sama sekali kewenangan dari pihak lain yang sebenarnya itu adalah the existing power yang sudah tersedia," ujarnya.

Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar menilai, penindakan pelanggaran dan ketentuan sanksi dengan menggunakan UU lain di luar UU Pilkada harus melibatkan beragam pihak yang memiliki kewenangan. Artinya, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan KPU tidak dapat menjatuhkan sanksi tegas kepada pelanggar protokol kesehatan dengan mudah karena penindakannya berada di ranah kepolisian. 

Maka, sanksi yang bisa dikenakan Bawaslu hanya sekadar pembubaran saat pelanggaran protokol kesehatan itu terjadi. "Saya sih sebenarnya begini, sanksi itu kan di ujung, andai kata di awalnya yang diperbaiki itu akan jauh lebih baik dalam artian kalau pilkada yang ditunda kan selesai, kita tidak perlu bicara soal sanksi," kata Zaenal.

Cakada 

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyarankan pemerintah segera mengevaluasi pelaksanaan pilkada. Sebab faktanya, banyak calon kepala daerah yang ikut terpapar.

Keselamatan publik harus menjadi pertimbangan utama dalam evaluasi ini. "Pembuat kebijakan untuk memastikan kebijakan yang diambil itu benar-benar memastikan keselamatan rakyat terkait dengan pelaksaan pilkada ini," ujarnya.

Penyelenggara pemilu, menurutnya, terkesan gamang memberikan jaminan soal keselamatan warga negara di pilkada ini. Ia berpandangan bahwa aturan yang dibuat KPU dinilai tanggung. Lucius mendorong agar pemerintah mengeluarkan perppu terkait pilkada. Termasuk soal sanksi yang dinilai perlu dicantumkan di dalam perppu tersebut.

"Untuk memastikan sanksi-sanksi tegas itu bisa diakomodasi jangan sampai kemudian lembeknya yang ada dalam PKPU jadi pembenar untuk peserta selalu melakukan pelanggaran," ujarnya.

Sebelumnya diketahui sebanyak tiga calon kepala daerah (cakada) meninggal dunia akibat Covid-19. Ketiganya, yaitu Adi Darma (calon wali kota Bontang), H Muharram (bakal calon bupati Berau, yang juga pejawat), dan Kena Ukur Karo Jambi Surbakti (bakal calon bupati Karo, Sumatra Utara). Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, pihaknya masih mencermati jumlah cakada yang meninggal, baik karena Covid-19 atau penyakit lainnya.

Ketentuan penggantian calon kepala daerah yang meninggal diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pilkada. Penggantian calon dapat dilakukan oleh partai politik, gabungan parpol, atau calon perseorangan apabila yang bersangkutan berhalangan tetap. "Ketentuan tentang penggantian calon yang berhalangan tetap, termasuk karena meninggal dunia sudah diatur dalam PKPU. Pada Bab VII tentang Penggantian Calon, mulai Pasal 78 sampai dengan 87," kata Raka. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat