Pengendara motor melintas di dekat spanduk sosialisasi Pilkada yang terpasang di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Senin (28/9). | Republika/Putra M. Akbar

Nasional

MUI: Pilkada Harus Ditunda

Pilkada beserta seluruh prosesnya sangat berpotensi memunculkan klaster baru.

JAKARTA—Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Taklimat MUI tentang Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 pada Selasa (29/9). Dalam taklimat tersebut, MUI menyampaikan Pilkada 2020 harus ditunda sesuai amanat konstitusi.

Taklimat MUI Nomor: Kep-1702/DP-MUI/IX/2020 tersebut ditandatangani Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyiddin Junaidi dan Sekretaris Jenderal MUI Buya Anwar Abbas. Beberapa isi taklimat MUI, antara lain, pertama, memberikan apresiasi kepada pemerintah dan semua pihak yang telah bekerja keras melakukan kerja kemanusiaan dalam upaya pengendalian dan penanggulangan Covid-19 di Tanah Air.

"Dan meminta pemerintah supaya lebih fokus dan kompak dalam menjaga kesehatan dan jiwa dari segenap anak bangsa," kata Kiai Muhyiddin dalam Taklimat MUI yang diterima Republika, Rabu (30/9).

Kedua, saat ini penyebaran Covid-19 masih sangat tinggi dan diyakini pelaksanaan pilkada diprediksi masih belum melandai. Pelaksanaan pilkada beserta seluruh prosesnya pada saat itu sangat berpotensi memunculkan klaster baru.  

Kiai Muhyiddin menuturkan, keselamatan jiwa manusia harus didahulukan sesuai kaidah dar'u al-mafasid muqaddamun 'ala jalbi al-mashalih. Hal ini juga sesuai amanat konstitusi yang menyatakan tugas negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia. MUI menilai, pelaksanaan pilkada pada Desember tahun ini harus ditunda hingga pandemi Covid-19 transmisinya melandai (R<0). 

"Ketiga, jika pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan tetap melaksanakannya (pilkada), maka harus membuat dan melaksanakan aturan yang tegas tentang protokol kesehatan dalam pelaksanaan pilkada. Sehingga tidak terjadi kerumunan yang bisa menjadi mata rantai penularan Covid-19," ujarnya.

Kiai Muhyiddin menegaskan, penegakan hukum harus dilakukan secara tegas dengan mengenakan sanksi yang berat bagi pelanggarnya. Baik juru kampanye, partai pengusung, sampai dengan diskualifikasi pasangan calon pilkada.

Kegawatdaruratan

Selain MUI, desakan penundaan pilkada juga disuarakan lembaga kemanusiaan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C). MER-C menilai, berkaca pada pemilu sebelumnya, Indonesia belum memiliki sistem kegawatdaruratan. Apalagi, kali ini pilkada digelar dalam kondisi pandemi Covid-19.

"MER-C merekomendasikan tunda dululah sebentar ini, pilkada ini, sambil mempersiapkan sistem rujukan kegawatdaruratan pada penyelenggaraan pilkada," ujar Presidium MER-C dokter Yogi Prabowo dalam konferensi pers daring, Rabu.

Ia mengatakan, jumlah dokter di Indonesia tak akan cukup memantau setiap tempat pemungutan suara (TPS) yang jumlahnya diperkirakan sekitar 250 ribu lebih di 270 daerah. MER-C menyarankan sistem rujukan atau sistem penanggulangan kegawatdaruratan dibuat untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Tidak dilakukannya sistem kegawatdaruratan terbukti membuat banyak petugas Pemilu 2019 wafat. Sistem penanggulangan kegawatdaruratan yang baik adalah ketika seseorang mengalami sakit harus dibawa ke rumah sakit yang tepat dan dipastikan ketersediaan fasilitas dan alat medis sesuai penyakitnya.

Ia menyebut, sistem itu tidak dilihat dalam pilkada ini, saat risiko Covid-19 juga mengancam petugas maupun masyarakat. 

Anggaran

Pelaksana harian Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra mengatakan, pihaknya tidak menutup mata dengan adanya desakan penundaan Pilkada 2020. Akan tetapi, kata dia, energi dan anggaran yang sudah dikeluarkan untuk melaksanakan tahapan pemilihan sejauh ini membuat KPU ingin terus melanjutkan pilkada di tengah pandemi Covid-19.

"Jika dikatakan penundaan, maka KPU masih berharap bisa dilanjutkan. Karena tadi soal effort yang sudah kita keluarkan, energi yang sudah begitu banyak kita keluarkan, juga soal anggaran dan lain sebagainya," ujar Ilham dalam diskusi publik virtual, Rabu (30/9).

Meskipun pilkada dilaksanakan dalam kondisi pandemi Covid-19, KPU telah mengeluarkan aturan penyesuaian kegiatan pilkada dengan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19. Kini, pilkada sudah sampai tahapan kampanye pasangan calon selama 71 hari, dari 26 September sampai 5 Desember.

Kendati demikian, Ilham mengingatkan seluruh pemangku kepentingan ikut bertanggung jawab dan berkomitmen secara konsisten menyelenggarakan pilkada sesuai aturan protokol kesehatan. Bukan hanya KPU yang bertanggung jawab menggelar pilkada dalam situasi pandemi Covid-19.

photo
Petugas BPBD Jember menyemprotkan cairan disinfektan di Tempat Pemungutan Suara saat simulasi sistem pengamanan kota (Sispamkota) di Patrang, Jember, Jawa Timur, Selasa (29/9). Simulasi tersebut digelar tim gabungan dari TNI, Polri, Satpol PP, KPU, Bawaslu dan BPBD menghadapi Pilkada serentak pada 9 Desember 2020 di tengah wabah Covid-19. - (SENO/ANTARA FOTO)

"Salah satu keberhasilan dari pemilihan umum di Korea Selatan di masa pandemi adalah karena pemerintahnya me-support, kemudian penyelenggaranya juga patuh dengan protokol Covid, juga masyarakatnya," kata Ilham.

Ia memaparkan, KPU merancang seluruh petugas di tempat pemungutan suara (TPS) akan dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD). Petugas, pemilih, dan setiap orang di TPS harus menjaga jarak minimal satu meter dan mengenakan masker.

KPU memberikan pemilih sarung tangan sekali pakai untuk meminimalisasi berpindahnya virus korona saat proses pencoblosan surat suara. KPU menyediakan sarana sanitasi di pintu masuk dan keluar di setiap TPS.

Selain itu, KPU berencana mengatur waktu kedatangan masing-masing pemilih ke TPS untuk menghindari penumpukan antrean. "KPU sudah menerapkan protokol pencegahan Covid dalam proses penyelenggaraan pilkada yang ada di regulasi kita," tutur Ilham.

Di sisi lain, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menyampaikan kekecewaannya lantaran masih ada pelanggaran protokol kesehatan dalam kampanye Pilkada 2020. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengungkapkan, pelanggaran yang dimaksud paling banyak adalah kerumunan massa. 

"Mari selamatkan diri Anda dan para pemilih Anda. Selain itu, para paslon yang maju dalam Pilkada 2020 ini harus betul-betul bisa menjadi contoh yang baik bagi para pemilihnya di daerah dengan selalu kedepankan protokol kesehatan," ujar Wiku dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Selasa (29/9). 

Wiku mewanti-wanti kepada seluruh paslon pilkada agar menyelenggarakan kegiatan kampanye yang tunduk pada protokol kesehatan terutama dengan menghindari kerumunan. Ia juga mengapresiasi pemda dan partai politik yang punya inisiatif membuat satuan khusus untuk melakukan pengawasan protokol kesehatan selama rangkaian pilkada, termasuk kampanye.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat