Stres (ilustrasi) | Freepik

Pustaka

Mengenal Gangguan Kepribadian Ambang

Kondisi gangguan kepribadian ambang kerap tidak disadari.

Pandemi Covid-19 saat ini ternyata tidak hanya mengancam kesehatan fisik. Boleh jadi tidak banyak yang menyadari bahwa virus ini pun mengganggu kesehatan mental. Inilah yang terjadi ketika pasien-pasien yang datang ke praktik klinis psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) kian meningkat.

''FKUI menyadari bahwa terdapat kesulitan bagi masyarakat umum untuk mengakses informasi-informasi kesehatan yang benar dan terpercaya. Dengan banyaknya hoaks yang beredar melalui media sosial, tidak jarang pasien maupun keluarga pasien mengambil keputusan yang salah karena informasi tersebut,'' ujar Dekan FKUI Prof Dr dr Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH MMB. 

Gangguan kesehatan mental itu pun dikenal dengan istilah Gangguan Kepribadian Ambang (GKA). Ini merupakan kondisi yang tidak banyak diketahui atau disadari oleh yang mengalaminya maupun lingkungan terdekatnya.

GKA adalah salah satu bentuk kepribadian yang ditandai dengan tidak stabilnya hubungan sosial (khususnya hubungan interpersonal), citra diri, adanya ketidakmampuan mengendalikan emosi, seringkali bersikap impulsif, dan kerap berperilaku merusak diri sendiri.

Sayangnya, GKA merupakan kondisi yang akhir-akhir ini sering dijumpai dalam praktik klinis dan juga dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada remaja dan dewasa muda.

Saat ini dari populasi umum terdapat dua persen orang dengan gangguan kepribadian ambang (ODGKA). Sebanyak 10 persen ditemukan pada pasien rawat jalan dan 20 persen pada pasien rawat inap. Sekitar 70 persen ODGKA melakukan perilaku merusak diri sendiri dan sebanyak 8 sampai 10 persen meninggal akibat bunuh diri.

Fenomena itulah yang diangkat Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) ketika meluncurkan sebuah buku berjudul “Mengenal dan Menyikapi Gangguan Kepribadian Ambang”.

Buku ini merupakan karya dua staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI-RSCM, yaitu dr Sylvia Detri Elvira, SpKJ(K) dan Dr dr Nurmiati Amir, SpKJ(K).  Dalam buku tersebut, hadir pembahasan tentang pengertian, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahan, dan hal yang harus dilakukan bila mengetahui seseorang mengalami Gangguan Kepribadian Ambang. Buku tersebut juga dilengkapi dengan ilustrasi kasus.

“Kebutuhan akan pengetahuan tentang isi buku ini ternyata sangat dirasakan dan cenderung meningkat dalam praktik klinik psikiatri sepuluh tahun terakhir ini. Buku ini disusun untuk membantu sebagian kecil dari teman, sanak atau saudara kita yang mengalami kondisi yang tentu tidak diduga dan diharapkan akan dialaminya,'' ujar Sylvia.

Pertolongan dini

Menurut dia, dengan mempelajari tanda dan gejala GKA, diharapkan dapat mengantisipasi seandainya diri sendiri, teman atau kerabatnya mengalami kondisi tersebut. ''Ini agar dapat secara lebih dini mencari pertolongan medis. Dengan demikian fungsinya dalam kehidupan sehari-hari dapat pulih kembali,” lanjut Sylvia.

Lebih lanjut Nurmiati mengungkapkan, sumber penulisan buku ini dihimpun dari penelusuran pustaka serta sekelumit pengalaman membantu pasien dengan GKA. Tujuan penulisan buku ini yaitu untuk dapat berbagi dengan sesama. "Terutama untuk para remaja atau dewasa muda yang sedang dalam usia produktif yang mengalami kondisi ini, maupun bagi keluarga khususnya orang tua serta lingkungan terdekat, agar dapat menjadi pendukung yang berfungsi dengan baik untuk orang dengan GKA,” ungkapnya.

Kondisi GKA kerap tidak diketahui atau disadari oleh mereka yang mengalami dan lingkungan orang terdekatnya. Orang dengan GKA akan mengalami keadaan yang sangat tidak nyaman karena emosinya yang tidak stabil, mudah berganti dalam hitungan menit, jam, atau hari.

Lantaran itulah mereka membutuhkan bantuan segera, karena sering kali melakukan tindakan menyakiti atau membahayakan diri sendiri untuk mengatasi rasa kosong atau hampa yang dialami. Keadaan ini yang juga membuat orang dengan GKA sering mengunjungi unit  gawat darurat rumah sakit terdekat.

Dekan FKUI Prof Dr dr Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH MMB turut memberikan apresiasi kepada tim penyusun yang telah mendedikasikan keilmuannya dalam penyusunan buku panduan ini. “Lahirnya buku ini menunjukkan komitmen FKUI melalui sivitasnya dalam memberikan informasi terbaik kepada pasien maupun keluarga yang membutuhkan,'' ujarnya.

Dia pun berharap buku ini dapat menjadi pegangan dan sumber informasi yang mudah dipahami oleh semua golongan agar dapat membantu siapa pun yang membacanya. ''Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi banyak orang serta menjadi inspirasi bagi yang lainnya,” ujar Prof Ari Fahrial.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat