Diplomat di KBRI India, Annisa Amrih Sophiany | Dokumentasi Pribadi

Keluarga

Mau Jadi Diplomat? Simak Pengalaman Perempuan Ini

Menjadi diplomat membuat kita terus belajar.

Saat kecil, Annisa Amrih Sophiany sering kali ikut menghadiri acara-acara di tempat orang tuanya bekerja. Dalam acara-acara tersebut, Annisa kerap melihat diplomat dari berbagai negara datang dan dijamu dengan baik.

Saat itu, Annisa memang belum mengerti apa itu diplomat. Akan tetapi, sosok para diplomat yang Annisa lihat membuatnya kagum dan bermimpi bisa seperti itu juga di masa mendatang.

"Dulu saya pernah ingin jadi diplomat, tapi dulu belum paham. Mungkin ini keinginan masa kecil sampai bisa di sini juga," ungkap Second Secretary of Indonesian Embassy New Delhi India Annisa Amrih Sophiany dalam webinar sesi #1 Patriot-Is-Me yang diselenggarakan oleh Komunitas Historia Indonesia.

Sebelum meniti karier sebagai diplomat, Annisa sempat bekerja dengan sebuah perusahaan event organizer. Perempuan yang hobi menari ini mengenal dunia event organizer sejak masa kuliah.

photo
Diplomat di KBRI India, Annisa Amrih Sophiany - (Dokumentasi Pribadi)

Pekerjaannya di perusahaan event organizer berjalan baik. Berkat pekerjaan ini, Annisa juga terbiasa untuk bisa bekerja bersama banyak orang, baik dari balik meja maupun di lapangan.

Akan tetapi, suatu saat rasa bosan menerpa perempuan yang lahir dan besar di Jakarta Timur ini. Rasa bosan ini mendorongnya untuk mengambil cuti sebentar dan menekuni hobinya kembali yaitu menari.

Di saat itulah, Annisa berpartisipasi untuk misi menari ke luar negeri. Dalam kesempatan itu, Annisa bisa melihat bagaimana Kedutaan Indonesia bekerja dan kembali terinspirasi. "Pas banget ada pembukaan PNS (Pegawai Negeri Sipil)," jelas Annisa.

Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Annisa untuk bisa mewujudkan mimpinya kembali menjadi diplomat. Terlebih, usia Annisa saat itu sudah mencapai batas maksimal usia dalam persyaratan pemberkasan. "Kalau saya waktu itu tidak lolos, saya tidak bisa (mencoba lagi) karena umur sudah mentok. Harus lanjut sekolah dulu untuk bisa daftar lagi," tambah Annisa.

Usahanya untuk menjalani serangkaian proses seleksi PNS ini berbuah manis. Annisa berhasil diterima di Kementerian Luar Negeri hanya dengan sekali mendaftar PNS dan mulai meniti kariernya sebagai diplomat.

Dia pun memulai kariernya sebagai junior atase terlebih dahulu. Annisa kini menjabat sebagai Second Secretary of Indonesian Embassy New Delhi India untuk periode 2017-2020, setelah sebelumnya mengantongi gelar Master of International Communication Management pada 2016.

Sebagai Second Secretary, perjalanan karier Annisa sebagai diplomat masih panjang. Akan tetapi, hal ini justru memotivasi Annisa untuk terus belajar dan berkembang. "Tugas diplomat itu, kita selalu belajar," jelas Annisa.

photo
Diplomat di KBRI India, Annisa Amrih Sophiany - (Dokumentasi Pribadi)

Siap menjalankan tugas

Menjadi diplomat berarti juga harus siap untuk menjalani tugas yang diberikan, di mana pun. Seperti saat ini dia menjalani tugas kediplomatan di India. Hal ini pula yang dipegang teguh oleh Annisa. "Biasanya kita ada penugasan sekian tahun, kembali ke capital, kemudian ditugaskan lagi," tambah Annisa.

Hidup yang berpindah-pindah dari suatu negara ke negara lain juga membuat seorang diplomat perlu melakukan perencanaan yang baik. Annisa mengatakan dirinya terbiasa untuk membuat perencanaan jauh-jauh hari.

Hal ini sangat berbeda dengan kondisinya dulu saat masih di Indonesia. Annisa mencontohkan, dulu bila dia mendapatkan undangan pernikahan satu hari sebelum hari H, dia tetap bisa menghadiri acara tersebut. Saat ini, Annisa sulit untuk bisa terlibat dalam kegiatan dadakan karena ada banyak tanggung jawab yang harus dia prioritaskan.

"Dulu, undangan nikahan Jumat untuk hari Sabtu, ayo berangkat. Sekarang sulit yang dadakan, karena lebih banyak tanggung jawabnya," jelas Annisa.

Agar bisa cepat beradaptasi ketika harus berpindah-pindah, Annisa mengatakan penting bagi seorang diplomat untuk memiliki minat terhadap berbagai budaya. Selain itu, penting juga untuk memiliki minat dan kesukaan untuk travelling. "Orang yang benci travelling atau tidak suka, akan merasa capek," tukas Annisa.

 

photo
Diplomat di KBRI India, Annisa Amrih Sophiany - (Dokumentasi Pribadi)

Jejak Kecil ke Tujuan Besar

Seperti diketahui, karier diplomat memiliki beragam jenjang. Tugas yang dilakukan oleh tiap diplomat pun sangat beragam sesuai dengan jabatannya masing-masing. "Tugasnya itu dari memegang baki sampai meja negosiasi," papar Annisa.

Meski beragam, tak ada tugas yang perannya "kecil". Setiap tugas memiliki peran yang berarti dalam mencapai sebuah tujuan.

Annisa Amrih Sophiany mencontohkan, memiliki database berisi kontak-kontak pejabat penting mungkin tampak "remeh". Akan tetapi, database ini akan sangat membantu kelancaran komunikasi antarnegara.

Annisa mengatakan pernah suatu saat menteri luar negeri Indonesia sedang berusaha untuk bisa menghubungi menteri luar negeri Bhutan. Saat itu, Indonesia sedang mencalonkan diri sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan di PBB. Tersedianya database kontak membuat komunikasi akhirnya terjalin dan Indonesia mendapatkan dukungan dari Bhutan.

"Ada courtesy (kesopanan) ya yang mungkin dirasakan pejabat, ketika dia dihubungi langsung melalui telepon daripada hanya dikirimkan lewat nota diplomatik permintaannya, ataupun berupa email," jelas Annisa.

Annisa pun mengatakan tugas yang dia lakukan mungkin tidak tampak besar. Namun bila melihat dari kacamata yang lebih besar, setiap tugas yang dilakukan memiliki arti masing-masing. "Dari jejak-jejak kita yang kecil, pada akhirnya bisa membawa kita ke tujuan yang lebih besar," timpal Annisa.

Sebagai diplomat, ada kalanya Annisa harus menjadi juru bicara dan dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan sulit atau sensitif. Ketika dihadapkan dengan pertanyaan seperti ini, seorang diplomat harus bisa memberikan jawaban yang baik dengan hati-hati karena jawaban tersebut akan mewakili negara. "Tanggung jawabnya adalah yang lebih tertata bahasanya, informasinya juga. Karena itu nanti dikutip oleh wartawan lokal," tambah Annisa.

 

 
Dari jejak-jejak kita yang kecil, pada akhirnya bisa membawa kita ke tujuan yang lebih besar.
          Diplomat di KBRI India, Annisa Amrih Sophiany 

 

 

Tetap Utamakan Komunikasi

Annisa Amrih Sophiany yang kini sedang bertugas di India mengatakan tugas kediplomatan di luar negeri cukup berbeda dengan di Indonesia. Saat menjalani tugas kediplomatan di luar negeri, seorang diplomat perlu lebih beradaptasi khususnya terkait tanggung jawab terhadap keluarga.

Annisa teringat pengalamannya dulu ketika kembali bekerja setelah cuti melahirkan. Sebagai seorang ibu, Annisa tentu ingin memberikan ASI eksklusif untuk bayinya selama enam bulan.

Akan tetapi, pekerjaannya yang saat itu cukup padat tak memungkinkan Annisa untuk bisa melakukan pompa  ASI. Annisa harus mengatur sebuah pertemuan untuk duta besar Indonesia yang akan diwawancara oleh sebuah stasiun televisi ternama India.

Agar tetap bisa memberikan ASI eksklusif, bayi Annisa akhirnya diajak ke lokasi kerja. Saat situasi sudah kondusif, Annisa lalu mencari ruang untuk bisa menyusui anaknya. "Saat Pak Dubes wawancara, kita ngumpet dulu (untuk menyusui). Begitu selesai, pulang, anak-anak juga pulang sendiri dengan mobil sendiri," jelas Annisa saat menceritakan salah satu pengalaman uniknya.

Boleh dibilang mengasuh anak di tengah kesibukan bekerja bukan hal yang mudah. Untuk itulah butuh kerja sama di antara ayah dan ibu agar komunikasi dengan buah hati tetap terjalin.

Pengamat sosiologi keluarga dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Adib Sofia mengingatkan bahwa komunikasi menjadi kunci hubungan yang baik antara orang tua dengan anak. “Dialog terus antara orang tua dan anak tak boleh putus,” kata Adib. Hal tersebut berlaku pula saat pandemi Covid 19 seperti saat ini.

Orang tua harus bersedia mendengar apa keinginan anak. Jangan memaksakan apa yang baik menurut orang tua kepada anak. Karena itu, orang tua dan anak harus memiliki waktu emas untuk saling berdialog, misalnya malam atau sebelum tidur. “Dengarkan inisiatif anak. Ingat, kita (orang tua) hanya mendampingi. Biarkan juga anak mengingatkan kita,” ujar Adib.

Selain itu, pastikan orang tua selalu update ilmu dan informasi yang bisa divalidasi dari berbagai sumber. Di masa normal baru, komitmen suami juga perlu untuk mengasuh dan mendidik anak di rumah. “Perlu dibagi kesalingan, itu kata kunci,” ujar Adib.

Ketika menikah, pasangan itu berkomitmen sakinah, mawadah, dan warahmah. Karena itu, jangan menanggung kesusahan sendirian. Semua kondisi dan masalah harus dikomunikasikan bersama pasangan agar bisa diselesaikan bersama. “Komunikasi dan komitmen harus dijaga, jangan sampai ada yang nggak happy,” kata Adib.

Kemampuan komunikasi yang dibutuhkan di era sekarang adalah mendengar. Menyampaikan sesuatu itu bukan masalah, tapi kemampuan mau mendengarkan itu yang harus diasah terus. “Cara mendengar yang baik itu ada skill-nya, yaitu lihat matanya, sisipkan kata yang menunjukkan atensi, dan jangan jadi kompor,” ujar Adib.

Akademisi UNISBA dan pakar PAUD Dewi Mulyani menganggap mendidik anak adalah sebuah seni. Karena itu, tidak semua cara bisa diaplikasikan di keluarga yang berbeda. Namun yang penting untuk diingat bahwa pengasuhan itu adalah hak anak-anak yang tak bisa diabaikan orang tua. “Yang punya hak mengasuh itu ayah dan ibu,” kata Dewi.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat