Tenaga kesehatan dengan mengenakan APD berjalan menuju salah satu tower di kawasan Rumah Sakit Darurat (RSD) wisma atlet, Kemayoran, Jakarta, Jumat (11/9). | Prayogi/Republika

Kisah Dalam Negeri

Di Balik Gerbang RSD Wisma Atlet

Kamar perawatan di RSD Wisma Atlet tak seperti rumat sakit, tapi seperti ruangan apartemen.

Terjangkit Covid-19 bukan cobaan yang mudah bagi sebagian besar orang. Pada masa pandemi ini, Covid-19 menjadi jenis penyakit dengan banyak nuansa, bukan hanya memengaruhi kesehatan, melainkan juga kehidupan sosial pengidapnya. Jurnalis Republika, Fauziah Mursid, menuturkan pengalamannya terjangkit dan akhirnya sembuh dari penyakit tersebut. Berikut tulisan bagian ketiganya.

Sepekan setelah ibu saya dinyatakan positif Covid-19, hasil tes swab saya pun keluar. Hasilnya, sudah seperti yang saya prediksi, positif Covid-19. Prakiraan itu karena saya sudah merasakan kehilangan indra penciuman total kurang lebih tiga hari terakhir.

Berbekal pengalaman sebelumnya usai ibu saya mendapat hasil positif, kali ini saya tidak mengalami kebingungan. Apalagi, saat itu kami sekeluarga di rumah sudah menggunakan masker, menjaga jarak usai ibu saya positif Covid-19.

Beruntung, klinik Artha Graha Peduli, tempat saya melakukan tes swab begitu peduli kepada pasiennya. Usai dinyatakan positif, saya diberikan pilihan apakah isolasi secara mandiri di rumah atau di Wisma Atlet.

 

 
Saya bersyukur, proses isolasi saya dari rumah hingga menuju Wisma Atlet begitu mudah. Sekitar pukul 13.00 WIB saya sudah tiba di IGD Tower Enam Wisma Atlet Kemayoran, setelah beberapa kali lapor di pos pengamanan.
 
 

 

Berdasarkan pertimbangan keselamatan anggota keluarga di rumah, ada bapak saya yang sudah berusia lanjut, adik saya, dan ponakan yang kondisinya sehat dan bergejala, akhirnya saya putuskan untuk isolasi di RSD Wisma Atlet Kemayoran. Tidak butuh lama, surat rujukan ke Wisma Atlet pun selesai dibuat.

Saya cukup datang menyertakan hasil positif dan surat rujukan tersebut ke klinik. Kemudian saya berangkat menuju Wisma Atlet, dibantu oleh tim dari kantor yang sudah berkoordinasi dengan pihak Wisma.

Saya bersyukur, proses isolasi saya dari rumah hingga menuju Wisma Atlet begitu mudah. Sekitar pukul 13.00 WIB saya sudah tiba di IGD Tower Enam Wisma Atlet Kemayoran, setelah beberapa kali lapor di pos pengamanan.

Setibanya di sana, saya diminta mengisi administrasi layaknya layanan di fasilitas kesehatan. Cukup memperlihatkan KTP, surat hasil swab positif Covid-19, dan rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama.

Petugas dengan alat pelindung diri lengkap secara sabar mendata, memberikan penjelasan mengenai prosedur perawatan Covid-19 di Wisma Atlet. Saya masih ingat, sebelum menandatangi dokumen persetujuan perawatan, dokter menjelaskan bahwa prosedur perawatan di Wisma Atlet kini telah berubah.

 
Jangan bayangkan, tempat administrasi IGD Tower Enam Wisma Atlet Kemayoran menyeramkan. Saya yang tiba agak terkejut, di sana banyak pasien sehat seperti saya yang tengah menunggu antre administrasi.
 
 

Jika sebelumnya, kepulangan pasien harus melalui dua kali swab negatif, kini cukup sekali swab negatif pasien diizinkan pulang dan prosesnya biasanya 10 hari. Dengan rincian, tujuh hari pascapengobatan, dilakukan swab ulang, ditambah dua hari menunggu hasil.

Jangan bayangkan, tempat administrasi IGD Tower Enam Wisma Atlet Kemayoran menyeramkan. Saya yang tiba agak terkejut, di sana banyak pasien sehat seperti saya yang tengah menunggu antre administrasi.

Beberapa di antaranya mengemas barang mereka menggunakan koper-koper besar, seperti di bandara hendak bepergian jauh. Baru, setelah proses administrasi selesai, saya diizinkan masuk ke ruangan IGD Wisma Atlet. Ruangan IGD ini adalah tempat transit sebelum pasien dipindahkan ke ruangan kamar isolasi.

Karena memang tempat pemilahan pasien, di ruangan yang cukup lapang ini kondisi pasien berbeda-beda,. Ada yang masih terlihat sehat seperti saya, ada juga yang lemah harus menggunakan bantuan oksigen.

Saat saya masuk, petugas medis meminta saya mengisi salah tempat tidur IGD. Di sana saya menjalami pemeriksaan mulai tensi darah, nadi, saturasi oksigen, rekam jantung atau EKG, foto rontgen dan ditanya mengenai keluhan saat itu.

Kurang lebih dua jam menunggu, barulah seorang petugas medis ber-APD memanggil dan memandu saya untuk pindah ke kamar perawatan di Tower Tujuh, atau gedung tepat di samping IGD Tower Enam Wisma Atlet Kemayoran.

 
Berada di satu lingkungan yang sama dengan pasien Covid-19 lainnya saya rasa cukup tepat membantu proses pemulihan. Sama rasa, sama beban setidaknya bisa menjadi dorongan semangat untuk sembuh segera.
 
 

Kamar perawatan di Wisma Atlet ini tak seperti umumnya kamar rumah sakit. Di sini seperti ruangan apartemen tiap kamarnya. Saya kala itu mendapat kamar 72414 yang berarti Tower Tujuh lantai 24 kamar 14.

Setiap kamar memiliki satu ruang tamu berisi sofa meja dan perangkat wifi, dua kamar tidur yang masing-masing di isi satu orang, satu kamar mandi, dan pintu samping menuju tempat cuci piring atau jemur pakaian.

Karena tempatnya demikian, wajar jika Wisma Atlet Kemayoran diperuntukkan untuk pasien Covid-19 yang bergejala ringan. Sebab, pemantauan rutin kesehatan bagi pasien hanya dilakukan tiga kali sehari, yakni pagi mulai pukul 06.00 WIB, siang pukul 12.00 WIB, dan sore sekitar pukul 18.00 WIB.

photo
Koordinator Dokter Lapangan Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet Letkol Laut M Arifin meninjau sarana dan prasarana di Tower 5 RSD Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Jumat (11/9). - (Prayogi/Republika)

Pemeriksaan biasanya meliputi tensi darah, nadi, saturasi oksigen dan keluhan-keluhan, baru setelah itu diberi obat. Namun demikian, pasien yang memiliki keluhan lain di luar jam kontrol, bisa langsung mendatangi ruangan perawatan atau nursing suster yang letak kamarnya persis setelah pintu lift dan tangga.

Sementara makanan juga diberikan secara teratur sebanyak tiga kali, yakni pagi mulai pukul 06.00 WIB, siang pukul 12.00 WIB, dan sore sekitar pukul 18.00 WIB. Pasien biasanya mengambil makanan yang sudah tersedia di depan ruangan perawatan sebelum atau sesudah pemeriksaan rutin.

Ingat kondisi

Berada di satu lingkungan yang sama dengan pasien Covid-19 lainnya saya rasa cukup tepat membantu proses pemulihan. Sama rasa, sama beban setidaknya bisa menjadi dorongan semangat untuk sembuh segera.

Sehari setelah di Wisma Atlet, masih dengan gejala yang saya rasakan saat itu, demam saat malam dan penciuman hilang, saya masih lebih bersyukur, banyak pasien lainnya yang datang ke Wisma Atlet dengan gejala sedang, batuk kering, sesak napas, diare, bahkan mual juga muntah.

 
Kisah-kisah itu menguatkan saya. Membuat saya sadar bahwa cobaan yang dihadapi tidak hanya menimpa keluaga kami, tetapi juga yang lain. Ini juga menjadi semangat saya menjalani hari-hari di Wisma Atlet Kemayoran.
 
 

Setiap pagi, siang dan sore, penghuni kamar di masing-masing pantau biasanya berkumpul di depan ruang perawatan untuk mengantre jadwal pemeriksaan rutin mulai dari tensi darah, cek nadi dan saturasi serta pengambilan obat. 

Di saat menunggu antrean itu pula, dengan tetap menggunakan masker tentunya, biasanya kami saling bertukar tanya. Entah sudah berapa lama tinggal di wisma, gejala apa yang dirasakan, obat apa yang sudah dikonsumsi, lalu bagaiamana efek obat terhadap tubuh, hingga bergurau untuk hal-hal ringan untuk menyemangati.

Atau sesekali bercerita mengenai kisah pilu pasien Covid-19 usai dinyatakan positif. Saya teringat cerita seorang ibu, mengaku sudah dua pekan lebih di Wisma Atlet, namun ia tidak juga bisa pulang. Hasil swab-nya berturut-turut masih positif dan belum mencapai ambang batas nilai virus yang aman.

Ia juga bercerita mengenai kesedihannya ditinggal lebih dahulu sang suami yang positif Covid-19, sementara ia dan keluarga juga harus menjalani isolasi di Wisma Atlet. Ada juga cerita pasien lain yang menjadi bulan-bulanan cibiran tetangga karena dianggap penyebar Covid-19 di lingkungannya. Ada juga kepiluan seorang pasien yang diusir dari kos-kosannya, saat kondisi ia masih di Wisma Atlet.

Kisah-kisah itu menguatkan saya. Membuat saya sadar bahwa cobaan yang dihadapi tidak hanya menimpa keluaga kami, tetapi juga yang lain. Ini juga menjadi semangat saya menjalani hari-hari di Wisma Atlet Kemayoran.

Kebiasaan lain yang dilakukan pasien isolasi di Wisma Atlet saat pagi adalah olahraga pagi. Biasanya sebagian pasien mendatangi jogging track yang disediakan di Tower Wisma Atlet yang berada di lantai 16 atau 12.

Ada yang memilih senam bersama dengan sesama pasien lainnya, ada yang berlari santai, merenggangkan badan, berjalan hingga duduk di sekitar lokasi untuk berjemur matahari. Lagi-lagi, ini membuat saya merasa tetap bisa menjalani aktivitas normal, untuk sekadar berjemur di luar ruangan, olahraga pagi tanpa harus khawatir tetangga tertular. Saya hanya ingin merasa tetap normal. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat