Sejumlah santri memprotes penipuan yang encatut nama pesantren di Situbondo, Jawa Timur. (ilustrasi). | ANTARA FOTO/Seno

Kabar Utama

Laporan Pungli Dana Pesantren Meluas

Pungli dana pesantren diduga dilakukan oknum Kemenag, ormas, asosiasi, dan parpol.

MAROS — Laporan terkait dugaan pemotongan dana bantuan operasional pesantren (BOP) Covid-19 2020 yang seharusnya utuh diterima pesantren-pesantren meluas. Tak hanya di Pulau Jawa, laporan soal adanya pungutan liar (pungli) terhadap dana tersebut juga muncul di Maros, Sulawesi Selatan.

Kepada Republika, pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Maros membenarkan tengah menyelidiki laporan pungli ke sejumlah pondok pesantren (ponpes) dan madrasah. Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Maros Dhevid Setiawan mengatakan, pengungkapan kasus ini berawal dari pelaporan masyarakat. 

Dia menyebut, dugaan pungli tersebut dilakukan oknum pejabat setempat dengan memotong nilai total bantuan antara 10 sampai 15 persen sebelum disalurkan ke ponpes-ponpes dan madrasah di Maros. 

Modus lainnya, pihak madrasah ataupun pesantren yang sudah mencairkan dana BOP Covid-19 diminta untuk menyetorkan antara 10 sampai 15 persen ke sejumlah oknum pejabat setempat. Selain itu, dari pengumpulan data, Dhevid menyebut, rentang pemotongan tersebut berada di kisaran antara Rp 15 juta sampai Rp 45 juta per unit pesantren/madrasah.

Jumlah itu tergolong besar, mengingat pemerintah menganggarkan Rp 10 juta untuk madrasah serta Rp 25 juta hingga Rp 50 juta untuk pesantren, bergantung jumlah santri.

Dhevid melanjutkan, belum ada angka pasti besaran total dari seluruh pemotongan tersebut. Namun, ia menerangkan, jika terbukti, pemotongan adalah tindak pidana karena tak ada mekanisme pemotongan anggaran dalam penyaluran dana bantuan tersebut. Ia juga menjelaskan, dugaan pidana terjadi di 14 madrasah diniyah dan 21 pondok pesantren. 

“Untuk sementara, yang kita duga adalah itu pungli yang dilakukan oknum di Kementerian Agama di Maros,” kata Dhevid saat dihubungi Republika dari Jakarta, Senin (21/9). 

Dhevid melanjutkan, proses pengungkapan saat ini sudah masuk ke ranah pemeriksaan. Menurut Dhevid, belasan pejabat dan pihak sekolah sudah diperiksa. “Kasus ini baru dugaan. Sudah ada pemeriksaan bersama dengan Kementerian Agama di sini (Maros) untuk keperluan pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan),” ujar Dhevid.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Maros Joko Budi Darmawan mengatakan, dana bantuan selama pandemi semestinya digunakan sebagai perbantuan, bukan dijadikan sumber bancakan. “Ini dana bantuan yang seharusnya tidak digunakan untuk memperkaya diri sendiri,” ujar Joko kepada Republika, Senin (21/9). 

Namun, Joko menyebut, pengungkapan kasus tersebut harus tetap mengacu pada pembuktian. “Karena dugaannya ini tindak pidana,” ujar dia.  

Dilansir media setempat, Kepala Kantor Kemenag Maros Muhammad Tonang menjanjikan pihaknya akan kooperatif selama proses penyelidikan kasus dugaan pungli ini. Tim dari kantor Kementerian Agama Sulawesi Selatan juga akan melakukan pemeriksaan internal.

Pada masa pandemi ini, pemerintah melalui Kemenag menganggarkan Rp 2,599 triliun untuk membantu pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan Islam. Anggaran ini disalurkan dalam bentuk bantuan operasional (BOP) untuk 21.173 pesantren dan bantuan dana belajar daring.

Perinciannya, 14.906 pesantren dengan kategori kecil (50-500 santri) mendapat bantuan Rp 25 juta. Kemudian, 4.032 pesantren kategori sedang (500-1.500 santri) mendapat bantuan Rp 40 juta. Sedangkan, 2.235 pesantren kategori besar (di atas 1.500 santri) akan mendapatkan bantuan Rp 50 juta. 

Selain pesantren, bantuan juga akan disalurkan sebagai BOP untuk 62.153 madrasah diniyah takmiliyah (MDT). Masing-masing MDT akan mendapat Rp 10 juta. Bantuan juga diberikan untuk 112.008 lembaga pendidikan Alquran (LPQ). Masing-masing LPQ akan mendapat bantuan Rp 10 juta.

Untuk tahap pertama, bantuan operasional yang dicairkan sejumlah Rp 930.835.000.000. Bantuan tersebut disalurkan kepada  9.511 pondok pesantren, 29.550 madrasah diniyah takmiliyah (MDT), 20.124 LPTQ/TPQ, serta bantuan pembelajaran daring bagi 12.508 lembaga.

Sebelumnya, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Waryono juga membeberkan laporan soal pungli "iuran" kepada pesantren penerima BOP mengatasnamakan oknum organisasi dan asosiasi. 

"Jadi, bahasa yang masuk ke saya itu, kan organisasi itu butuh hidup. Untuk hidup itu kan butuh kebersamaan. Untuk kebersamaan itulah, kemudian sekarang ini kita dapat bantuan di mana ada iuran," kata dia kepada Republika, Ahad (20/9).

Pihak yang meminta "iuran" itu mengeklaim telah berjasa sehingga pesantren tersebut bisa menerima dana bantuan dari pemerintah. "Klaimnya kan karena organisasi, biasa toh. Ini lho peran saya, komunikasi. Ya sampeyan paham toh organisasi masyarakat itu kan klaimnya seperti apa," ujarnya.

Saat diminta "iuran" seperti itu, Waryono menyebut, ada pesantren yang bersedia memberi dan ada yang menolak. Pesantren yang memberi karena menganggap besaran iurannya kecil sekaligus sebagai wujud terima kasih. Sementara pesantren lain menolak karena merasa jumlah iuran yang ditarik tergolong besar. "Yang menolak itulah yang laporan," katanya.

Waryono mengakui, pesantren yang menolak membayar "iuran" itu memang berkategori kecil dengan jumlah santri di bawah 500 orang. Dana bantuan pemerintah yang diterima, yaitu Rp 25 juta. Proses penyalurannya tidak melalui perantara karena dikirim langsung ke rekening penerima.

Sampai saat ini, Waryono melanjutkan, ada tiga pesantren yang langsung menyampaikan laporan ke dirinya soal pungli atas dana BOP. Ketiganya berlokasi di Bogor, Yogyakarta, dan Madura.

Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenag juga telah menerima laporan pungli di pesantren melalui laman simwas.kemenag.go.id. "Saya tidak tahu jumlah persisnya berapa. Namun, yang jelas, (laporan dugaan pungli) yang masuk ke saya itu langsung saya sampaikan ke inspektorat," katanya.

Terhadap dugaan pungli tersebut, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag sudah melakukan evaluasi dan berkoordinasi dengan inspektorat. Hasilnya, harus ada langkah-langkah untuk menutup peluang munculnya pungli semacam itu.

Pengasuh Pesantren As Salafiyah Mlangi Yogyakarta, KH Irwan Masduqi atau yang akrab dipanggil Gus Irwan, sebelumnya juga mengungkapkan ada oknum yang melakukan pungli terkait pencairan BOP. 

"Ada oknum-oknum yang minta-minta imbalan, 20 persen," ujar Gus Irwan, sapaan akrabnya kepada Republika, akhir pekan lalu. Meski demikian, menurut dia, pesantren yang ia pimpin tak termasuk yang memberikan pungli.

Ia menilai, ada mekanisme dari Kemenag yang membuka celah untuk hal tersebut. "Depag kurang profesional dalam penyaluran bantuan. SK bantuan harusnya diserahkan langsung ke pesantren tanpa malalui perantara-perantara orang partai," ujar Gus Irwan.

Kiai muda ini menambahkan, pencairan bantuan BOP seharusnya bisa dilakukan seperti dana bantuan operasional sekolah (BOS). "Sebagaimana BOS sekolah, tanpa perantara, tanpa potongan, hanya ada pajak ke negara. Itu wajar," kata Gus Irwan. 

Ketua Umum Pimpinan Pusat Asosiasi Pesantren NU atau Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) PBNU KH Abdul Ghaffar Rozin juga sebelumnya mengatakan, pihaknya telah menerima laporan pungli terkait pencairan bantuan BOP.

"RMI mendapat informasi mengenai pungutan kepada pesantren penerima BOP dengan besaran bervariasi dan mengatasnamakan berbagai pihak," ujar pria yang akrab dipanggil Gus Rozin ini. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat