Tersangka Nurhadi (kanan) berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jakarta, Jumat (28/8). | MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA FOTO

Nasional

MA Didesak Bentuk Tim Investigasi Kasus Nurhadi

Publik belum melihat bentuk kerja sama yang baik dari MA membongkar praktik korupsi ini.

JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Lokataru mendesak agar Ketua Mahkamah Agung (MA) Syarifuddin segera membentuk tim investigasi internal untuk menyelidiki lebih lanjut perihal keterlibatan oknum lain dalam perkara yang melibatkan mantan Sekertaris MA Nurhadi. Mereka meminta MA bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dapat membongkar tuntas perkara di internal MA. 

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, keterlibatan oknum lain perlu diselidiki lebih lanjut karena kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Nurhadi berkaitan dengan penanganan perkara di MA. Terlebih, saat ini KPK juga sedang mendalami adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam perkara tersebut.

Pada Senin (14/9), Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengungkapkan, pihaknya telah melakukan ekspose dugaan TPPU Nurhadi. Dengan begitu, KPK segera menerbitkan surat perintah penyidikan. 

ICW menilai, publik belum melihat adanya bentuk kerja sama yang baik dari MA untuk dapat membongkar praktik korupsi ini secara lebih menyeluruh. Kurnia mencontohkan, pada awal Agustus lalu, KPK memanggil sejumlah hakim agung, tapi MA justru terlihat resisten dengan mendalihkan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020.

Padahal, dalam penegakan hukum dikenal asas equality before the law, yang mengamanatkan setiap orang tidak berhak mendapatkan perlakuan khusus. 

"Tak hanya itu, Pasal 112 KUHAP juga telah menegaskan bahwa penyidik dapat memanggil saksi maupun tersangka dan kedua subjek tersebut wajib hukumnya memenuhi panggilan penegak hukum. Jadi, tidak tepat jika dalih SEMA digunakan untuk menghindari proses pemeriksaan di KPK," tutur Kurnia dalam pesan singkatnya, Senin (21/9).

photo
Tersangka kasus dugaan suap gratifikasi senilai Rp46 miliar Nurhadi (kiri) berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/8).  - (ANTARA FOTO/RENO ESNIR)

ICW dan Lokataru pada periode Juli sampai September, kata dia, juga sudah dua kali mengirimkan surat ke MA. Kurnia mengklaim lembaga kehakiman itu sama sekali tidak merespons.

Ia menilai hal itu mengindikasikan MA menutup diri terhadap koreksi publik dalam penanganan perkara yang melibatkan Nurhadi. Padahal, perkara ini telah mengundang perhatian publik, sebab korupsi yang dilakukan Nurhadi langsung bersentuhan dengan penegakan hukum dan dengan jumlah besar, Rp 46 miliar.  

KPK menetapkan Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar terkait penanganan sejumlah perkara di MA. Suap diduga diberikan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto untuk mengamankan sejumlah kasus perdata. 

Kurnia mengatakan, dilihat dari tugas dan fungsi sekretariat MA, Nurhadi seharusnya tidak bersentuhan langsung dengan penanganan perkara. "Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana Nurhadi bisa mengatur beberapa perkara di MA? Apakah ada oknum lain yang memiliki kewenangan untuk memutus perkara juga terlibat?" kata Kurnia.

Menanggapi itu, juru bicara MA, Andi Samsan Nganro, menyebut pembentukan tim internal tersebut tidak diperlukan. Dia beralasan, perkara Nurhadi sudah ditangani KPK.

Terlebih, Nurhadi bukan lagi berstatus sebagai pejabat atau pegawai di MA. "Maka, sebaiknya kita tunggu saja perkembangan dari proses hukum yang kini sedang berjalan di tangani KPK," kata Andi kepada Republika, Senin (21/9). 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat