Ketua KPK Firli Bahuri. | Republika/Thoudy Badai

Nasional

Putusan Etik Ketua KPK Ditunda

Alasan ditundanya pembacaan putusan lantaran tiga anggota majelis etik harus tes usap.

JAKARTA – Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menunda putusan sidang etik dengan terperiksa Ketua KPK, Firli Bahuri dan Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo Harahap. Alasan penundaan ini terkait adanya pegawai KPK yang terinfeksi positif Covid-19.

“Ditunda dari jadwal Selasa (15/9) menjadi Rabu (23/9) pekan depan," ujar Plt Juru Bicara Bidang Pencegahan, Ipi Maryati, dalam pesan singkatnya, Selasa (15/9).

Alasan ditundanya pembacaan putusan lantaran tiga anggota majelis etik, yakni Tumpak Hatorangan Panggabean, Albertina Ho, dan Syamsuddin Haris harus melakukan tes usap. Ipi menyebut, dari hasil pelacakan internal ditemukan indikasi interaksi antara pegawai yang positif Covid-19 dan Anggota Dewas KPK.

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, menilai, bila memang terbukti melanggar kode etik, Firli Bahuri harus diberhentikan dari posisi ketua KPK. “Supaya menjadi pelajaran, bahwa lembaga antikorupsi itu harus orang-orang yang memang memberikan contoh yang baik, jadi teladan dari sudut moralnya, dari sudut etikanya, dari sudut kepatutannya,” ujar Azyumardi.

Menanggapi desakan itu, Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menegaskan, apapun putusannya telah ditimbang secara matang oleh Dewas KPK. “Itu (putusan) menjadi wewenang majelis etik,” ujar Haris.

photo
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango berjalan seusai mengecek kondisi penerapan protokol kesehatan di gedung KPK, Jakarta, Senin (14/9). KPK tetap menyelesaikan perkara tindak pidana korupsi saat masa PSBB total dan pasca-meninggalnya penyidik KPK Kompol Pandu Hendra Sasmita yang diduga akibat Covid-19 dengan meningkatkan protokol kesehatan seperti menerapkan sistem kerja hanya 25 persen pegawai di kantor. - (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli awalnya diadukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke Dewas pada Juni lalu. Dalam aduan tersebut, Firli diduga melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja, Sumatra Selatan untuk kepentingan pribadi dengan menggunakan sarana helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO berkategori mewah.

Terkait penundaan putusan, Koordinator MAKI Boyamin Saiman menaruh kecurigaan. “Terus terang saja curiga dengan penundaannya ada tarik ulur. Kan gambaran saya putusannya akan agak berat kalau dinyatakan bersalah, tapi kemudian ada upaya-upaya untuk mengulur waktu supaya dugaan-dugaan, apa ada kompromi gitu, kan,” kata dia di gedung KPK.

Boyamin juga menyerahkan sejumlah bukti yang ia belum sempat sampaikan saat bersaksi dalam persidangan sebelumnya. Bukti-bukti yang ia bawa berupa foto dan video ketika ia melakukan rekonstruksi perjalanan Firli ke Baturaja, Sumatra Selatan.

“Itu adalah hasil rekonstruksi saya yang ke Desa Lontar, Kecamatan Muara Jaya, Baturaja, Sumsel, pada tanggal 10 Juli,” ujar dia. MAKI menilai perbuatan Firli tersebut bertentangan dengan kode etik pimpinan KPK yang dilarang bergaya hidup mewah.

Dia berharap, dengan barang bukti yang disampaikan dapat menjadi bahan pertimbangan putusan yang akan dibacakan Rabu (23/9) pekan depan. “Keputusan bisa saja sudah ada tapi belum dibacakan, maka masih kemungkinan akan ada suatu perubahan,” kata Boyamin.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mewanti-wanti jangan sampai tertundanya putusan dijadikan celah untuk mengintervesi proses sidang oleh oknum atau kelompok tertentu. “Jangan sampai jelang pengumuman pada pekan depan dimanfaatkan oknum atau kelompok tertentu untuk mencoba mengintervensi proses sidang etik di Dewan Pengawas KPK,” kata Kurnia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat