Santiago Paul Erazo Andrade merupakan seorang kelahiran Ekuador yang menjadi mualaf saat sedang menempuh kuliah di Indonesia | DOK IST

Oase

Santiago Paul Erazo Andrade: Temukan Hidayah di Indonesia

Santiago bertanya-tanya mengenai arti dari azan. Inilah langkah awalnya mempelajari Islam.

OLEH RATNA AJENG TEJOMUKTI

Sekilas, paras wajah lelaki ini tak ubahnya orang Indonesia pada umumnya. Namun, Santiago Paul Erazo Andrade --demikian namanya-- sebenarnya berasal dari luar negeri. Ia lahir 40 tahun silam di Quito, ibu kota Ekuador, sebuah negara di pesisir Amerika Selatan.

Di sana, ia tumbuh besar di tengah lingkungan keluarga yang terpelajar. Ayah dan ibundanya berprofesi sebagai guru dan dosen. Santiago kecil pun hidup dalam keluarga yang religius. Orang tuanya mengajarkan nilai-nilai agama (non-Islam) kepadanya sedari dini.

Sejak masih kanak-kanak, ia bersama kakaknya mengenyam pendidikan di sekolah agama. Dibandingkan dengan anggota keluarganya yang lain, Santiago mengenang dirinya kala itu memiliki kepekaan spiritual yang lebih besar.

Santiago kecil mulai mencari siapa sesungguhnya Tuhan itu? Akan tetapi, dia merasa tidak dapat menemukannya dalam kepercayaan yang dia anut saat itu. Merasa tidak yakin pada agama yang dianut keluarganya, dia pun memutuskan untuk tidak beribadah lagi.

"Suami saya waktu itu merasa yakin, dia memiliki Tuhan meski tidak pergi ke gereja. Dia sering menyendiri dan berdoa dengan caranya sendiri," ujar istri Santiago, Dita Oktaria, menuturkan kisah masa lalu suaminya itu kepada Republika, beberapa waktu lalu.

Dita meneruskan, Santiago kemudian beranjak dewasa. Lelaki ini akhirnya menemukan minat pada dunia seni. Namun, kedua orang tuanya waktu itu memandang sebelah mata profesi seniman. Alhasil, Santiago pun terpaksa menuruti kemauan mereka, yakni mendaftar pada sekolah tinggi teknik industri.

Saat duduk di bangku kuliah, Santiago tidak melupakan kecintaannya terhadap seni. Secara tidak terduga, hal tersebut membawanya bertemu seseorang yang menawarkan kunjungan studi wisata yang diadakan Pemerintah Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI membuka kesempatan bagi sejumlah mahasiswa asing untuk belajar selama satu tahun di kampus-kampus Indonesia.

Santiago mendaftar. Tak disangka, ia ternyata lulus seleksi. Dengan penuh sukacita, ia terbang ke Jakarta, untuk kemudian menjadi mahasiswa asing di Universitas Negeri Semarang, Jawa Tengah, pada tahun 2009. Itulah untuk pertama kalinya dirinya menginjakkan kaki di Nusantara.

Dengan tekun, dia mempelajari teknik membatik dan industri batik di Pekalongan. Setelah satu tahun, Santiago pun kembali ke Ekuador. Dia memutuskan untuk menjadi pengajar dan dosen di negara asalnya.

Dari luar, mungkin keadaan dirinya baik-baik saja. Namun, batin Santiago tetap merasakan kegundahan. Ia masih menganggap dirinya sedang mencari tambatan spiritual, untuk menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang mengusik hatinya tentang eksistensi Tuhan.

photo
Santiago Paul Erazo Andrade bersama dengan istri dan kedua orang tuanya saat pameran lukisan karyanya beberapa waktu lalu. - (DOK IST)

Kembali ke Indonesia

Setelah beberapa tahun mengajar di Ekuador, Santiago merasa amat merindukan Indonesia. Dari tahun ke tahun, ia selalu mencari kesempatan untuk dapat kembali ke negara di khatulistiwa itu. Gayung bersambut. Kali ini, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) RI mengadakan beasiswa S-2 bagi para mahasiswa asing. Pada 2016, ia pun berhasil diterima di Institut Teknologi Bandung (ITB) Jawa Barat.

Berbeda dengan studi sarjana yang lalu, Santiago kali ini cenderung lebih bebas dalam memilih jurusan yang disukainya. Ia menempuh program studi seni rupa. Di kampus tersebut, dia berkenalan dengan banyak teman baru. Bahkan, sempat juga membentuk sebuah grup band musik.

Ketika menjalani studi di Bandung itulah Santiago mulai sering berkumpul dan membahas soal Islam. Hal pertama yang dia bicarakan dengan kawan-kawannya adalah tentang azan. Bagaimana tidak? Lima kali dalam sehari gema panggilan shalat itu berkumandang melalui pengeras suara di masjid-masjid. Santiago bertanya-tanya mengenai arti dari azan itu. Inilah langkah awalnya mempelajari Islam.

Semakin lama, dia merasa semakin yakin bahwa Islam-lah agama yang sesuai dengan prinsipnya selama ini mengenai eksistensi Tuhan. Yakni, Tuhan tidak mungkin sama seperti manusia yang menyembah-Nya.

"Rasanya, dari lubuk hati yang paling dalam, saya ingin belajar Alquran karena penasaran dengan arti dari bacaan indah itu. Saya juga berbincang dengan beberapa teman tentang Alquran. Lalu, sebelum bulan puasa tahun 2018, saya ingin memeluk Islam," ujar Santiago saat dihubungi Republika.

Saat mempelajari Alquran, sepanjang hari, Santiago hanya memutar lantunan ayat suci beserta terjemahan Alquran berbahasa spanyol dari YouTube. Sembari melakukan kegiatan sehari-hari, lantunan ayat suci tidak pernah lepas dari telinganya. Dalam satu hari, dia bahkan bisa khatam mendengarkan Alquran dari awal hingga akhir.

Hampir dua tahun lamanya Santiago mempelajari Alquran terjemahan. Namun, itu tidak cukup baginya. Dia semakin ingin mendalami isi kandungan Alquran tersebut. Melalui seorang kawan, Santiago kemudian diperkenalkan kepada seorang ustaz di Masjid Lembang, Bandung. Dia pun semakin sering berdiskusi untuk mendalami Islam.

Ustaz tersebut menyarankan Santiago menjadi Muslim agar dapat mendalami Islam dengan lebih baik. Ketika itu, Santiago belum berkenalan dengan istrinya saat ini.

Baru pada akhir April 2018, dia bertemu dengan Dita Oktaria, perempuan yang kini menjadi istrinya. Ketika itu, Santiago harus menyelesaikan tugas membuat jam otomatis. Karena membutuhkan bantuan ahli IT, dia pun memutuskan untuk mencarinya di Fakultas IT, tempat istrinya dahulu menempuh studi pascasarjana.

Takdir Allah menuntunnya mendatangi laboratorium tempat Dita sedang belajar. Karena Dita wanita yang percaya diri dengan kemampuan berbahasa Inggrisnya, Dita pun mencoba membantu Santiago mencari orang yang dibutuhkannya. Dari sanalah mereka menjalin hubungan pertemanan dan menjadi dekat.

Memeluk Islam

Santiago memutuskan untuk menjadi mulaf di awal Mei 2018, sepekan setelah berkenalan dengan Dita. Pria itu berikrar secara resmi untuk memeluk Islam di sebuah masjid di Lembang, Bandung.

Santiago memahami bahwa ketika dirinya mengucapkan syahadat untuk menjadi Muslim, artinya dia menjadi seperti bayi yang baru lahir, belum berlumur dosa. Karena tidak ingin berdosa dan tertarik untuk menikahi Dita, Santiago memutuskan untuk melamar Dita menjadi istrinya.

Namun, permintaan itu ditolak Dita. Perempuan asal Bengkulu itu masih merasa ragu dengan keseriusan Santiago. Mereka baru sepekan berkenalan dan Dita tidak mengetahui secara mendalam latar belakang Santiago.

Meski demikian, keduanya tetap berhubungan dekat. Setelah Santiago bersyahadat, Dita berniat membantu Santiago mendalami Islam sekaligus mengenal pria itu lebih dekat. Untuk itu, Dita mengajak Santiago mengunjungi kedua orang tuanya di Bengkulu.

Saat itu, kedua orang tua Dita hanya tahu jika hubungan putri mereka dan Santiago sebatas teman. Kedua orang tua Dita dengan senang hati membantu Santiago untuk belajar Islam. Ibunda Dita bahkan ikut membantu mengajarkan iqra kepada Santiago.

Karena bertepatan dengan bulan Ramadhan, Santiago sekaligus belajar berpuasa dan shalat bersama keluarga Dita. Perempuan ini juga mencarikan seorang ustaz yang biasa membimbing para mualaf di Bengkulu. Dengan begitu, Santiago dapat didampingi dalam mengkaji Islam.

Setiap hari selama di Bengkulu Santiago berusaha mendalami agama ini. Berpuasa pun ia jalani selama satu bulan--tanpa ada satu hari pun batal.

Kedua orang tua Dita merasa kagum dengan kesungguhan pria yang kini telah menjadi suami anaknya. Karena keduanya belum lulus ketika itu, kedua orang tua Dita meminta keduanya menikah setelah lulus pascasarjana.

Juli 2019, keduanya melangsungkan pernikahan di Bengkulu. Namun, kini keduanya tinggal terpisah karena Santiago harus merawat ayahnya yang menderita kanker dan harus mempelajari ilmu kesehatan untuk merawat sang ayah di Ekuador. Sementara itu, Dita tetap di Bandung karena masih memiliki pekerjaan.

photo
Santiago Paul Erazo Andrade dan Dita Oktaria, saat momen pernikahan keduanya. - (DOK IST)

Rajin ibadah

Diakui sang istri, Santiago lebih islami dari dirinya. Ketika membantu kekasihnya itu untuk mempelajari Islam, Dita justru merasa dirinya sendiri seperti baru mengenal Islam.

"Saya merasa tertampar setiap Santiago bertanya tentang hal-hal yang dia tidak ketahui dan saya juga ternyata tidak begitu paham," ujar Dita.

Ketika belum bisa menghafal bacaan shalat, misalnya, Santiago berusaha menjalankan ibadah itu walaupun sebatas melakukan gerakan-gerakan. Saat tiba waktu subuh, Santiago pun langsung terbangun.

Dia selalu berupaya mempraktikkan shalat sejauh kemampuannya. Baginya, waktu-waktu shalat adalah momen untuk semakin mende katkan diri kepada Allah SWT.

Santiago sangat serius dalam belajar shalat. Setelah sepekan berusaha keras, dia mulai lancar melafalkan bacaan dan melakukan gerakan-gerakan shalat. Dia juga setiap hari mendengarkan murotal Alquran, termasuk yang diiringi terjemahan bahasa Spanyol.

Dalam perjalanan spritual ini, Santiago merasa sangat berterima kasih salah satunya kepada Profesor Syahidin. Sebab, guru besar filsafat Islam Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) itu banyak membantunya dalam mempelajari Islam.

Ujian terberat Santiago sebagai Muslim adalah ketika dia harus kembali ke Ekuador dan berpuasa di negara minoritas Muslim. Hal itulah yang dirasakannya pada tahun ini.

"Saat ini saya fokus untuk merawat ayah saya. Pekerjaan saya yang biasa adalah melukis dan membuat pameran seni, tetapi karena Covid-19 saya harus menunda tanggal pameran saya," ujar dia.

Setelah menikah, Santiago tinggal di Indonesia. Akan tetapi, kini dia tertahan di Ekuador karena pandemi. Meskipun sedang berada jauh dari sang istri, Santiago tetap bersyukur antara lain karena Allah SWT telah menjodohkannya dengan perempuan yang salehah.

 
Rasanya, dari lubuk hati yang paling dalam, saya ingin belajar Alquran karena penasaran dengan arti dari bacaan indah itu.
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat