
Nasional
Mencegah Partai Berbasis Islam Pecah
Tak pungkasnya friksi politik internal membuat parpol Islam rapuh.
JAKARTA –- Partai Amanat Nasional (PAN) kini dibayangi perpecahan setelah tokohnya, Amien Rais, berencana mendirikan partai baru. Penyebabnya, salah satunya adalah perbedaan prinsip dari Amien dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan terkait posisi atau sikap partai pascapilpres tahun lalu.
Pola terbelahnya partai berlambang matahari ini mirip dengan apa yang terjadi sebelumnya pada partai berbasis Islam lainnya. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) diketahui juga sempat terpecah dan ada dualisme di sana. Yang terkini, sejumlah mantan petinggi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) seperti Anis Matta dan Fahri Hamzah juga membentuk partai baru, yakni Partai Gelombang Rakyat Indonesia.
Lantas, apa yang menyebabkan semua itu terjadi? Pengamat politik sekaligus peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, menilai, perpecahan di partai Islam kerap terjadi karena dua alasan. Pertama adalah tak mengakomodasinya kepengurusan yang menang terhadap pihak yang kalah seusai forum pemilihan pimpinan partai.
“Tidak adanya akomodasi politik kepada faksi-faksi di internal partai. Misalnya, ada faksi atau kelompok yang berkuasa, kecenderungannya menghabisi lawan politiknya sehingga kelompok yang termarginalkan itu membentuk partai baru,” ujar Arya kepada Republika, Rabu (2/9).

Alasan kedua, Arya menambahkan, adanya perbedaan pandangan antara elite di internal partai. Ini pula yang terjadi pada PAN kepemimpinan Zulkifli Hasan, yang dinilainya berseberangan dengan pandangan Amien, khususnya terkait posisi partai terhadap pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Dua pola itulah yang sering membuat partai, khususnya yang berbasis Islam, mengalami permasalahan dan berujung perpecahan. Jika hal ini tak dibenahi, partai Islam dalam pemilu selanjutnya tak akan memiliki taji untuk bersaing dengan partai berbasis nasionalisme.
“Bahkan, kalau kita gabungkan suara-suara partai yang punya akses Islam, seperti PKS, PKB, PPP, PAN itu suaranya tidak sampai 35 persen, dalam dua pemilu terakhir. Jadi, memang market dari partai Islam memang di kisaran segitu,” ujar Arya.
Menurut Arya, guna menghindari adanya perpecahan yang berakibat turunnya suara partai, mengakomodasi pihak yang ‘kalah’ menjadi cara yang paling efektif. Dengan begitu, partai Islam dapat fokus dalam mengembangkan visi, misi, dan programnya daripada menghabiskan waktu untuk menyelesaikan konflik.
Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM, Purwo Santoso, mengatakan, partai merupakan alat berdemokrasi. Namun, dalam alam pikiran kebanyakan, partai cuma jadi lembaga pemenangan pemilu. “Jadi, ada gap antara ajaran demokrasi dan rebutan kekuasaan melalui pemilu, dan orang langsung kepada hak untuk rebutan kekuasaan,” kata Purwo kepada Republika.
Menurut dia, ilmuwan memiliki kesalahan tidak bisa mengawal proses demokrasi agar berbasis etika dan nalar publik. Yang ada, nalar elite untuk menang-menangan, siapa pun itu. “Tidak kuasa menjabarkan demokrasi sebagai hajat rakyat, tapi direduksi jadi hajat elite yang sanggup membuat partai politik karena partai politik buatan elite semua, bukan buatan rakyat sebagai gerakan,” ujar Purwo.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.