Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Jual-Beli Uang Baru

Pertukaran antarmata uang yang sama itu diperbolehkan asal...

DIASUH OLEH DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamualaikum wr wb. Beberapa waktu lalu, Bank Sentral mengeluarkan uang baru pecahan Rp 75 ribu. Beberapa orang menjual uang baru pecahan Rp 75 ribu itu di sejumlah toko daring dengan harga lebih besar dari nilainya, seperti Rp 100 ribu, Rp 150 ribu, dan sejenisnya. Bagaimana pandangan syariah terhadap jual beli atau pertukaran uang baru tersebut? Mohon penjelasan, Ustaz! -- Harun,Jakarta

Waalaikumussalam wr wb.

Pertukaran antarmata uang yang sama itu diperbolehkan selama dilakukan secara tunai dengan nominal yang sama. Seperti menukarkan uang baru Rp 75 ribu itu diperkenankan selama ditukar dengan Rp 75 ribu secara tunai dan dengan nominal yang sama.

Kesimpulan ini berdasarkan telaah terhadap hadis-hadis Rasulullah SAW, pandangan para ulama, maqashid, Fatwa DSN MUI, dan regulasi.

Pertama, sebagaimana tuntunan hadis Rasulullah SAW:

(1) Hadis Ubadah bin Shamit, (Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai. (HR Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibn Majah).

(2) Hadis Umar al-Faruq, (Jual beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai. (HR Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Hadis Ubadah bin Shamit mensyaratkan transaksi antara mata uang yang sama harus sama nilai dan nominalnya. Sedangkan, hadis Umar al-Faruq mensyaratkan transaksi antara mata uang yang sama itu harus tunai.

Illat larangan jual beli emas dan jual-beli perak yang harus sama itu dalam satu klaster karena keberadaanya sebagai harga dan alat pembayaran. (Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd, bab al-Buyu', Hal 481).

Berdasarkan pandangan yang diwakili oleh Ibnu Rusyd ini, bisa disimpulkan rupiah itu masuk dalam kategori alat pembayaran yang sah karena diterbitkan oleh otoritas. Keberadaannya sebagai uang yang baru diterbitkan itu tetap dinilai sesuai dengan nominal yang tertera dalam uang tersebut.

Sebagaimana undang-undang: Harga rupiah merupakan nilai nominal yang tercantum pada setiap pecahan rupiah. (UU Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang).

Kedua, kaidah yang berlaku tersebut di atas juga sesuai dengan maqashid syariah, mata uang seperti rupiah, dolar, dan sebagainya adalah alat tukar, bukan komoditas. Uang seharusnya menjadi alat tukar yang menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan pelaku pasar dan masyarakat pada umumnya.

Ketiga, sebagaimana fatwa DSN MUI Nomor 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual-Beli Mata Uang (al-Sharf), Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis, maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).

Tunai atau cash (taqabudh) yang dimaksud dalam ketentuan tersebut di atas adalah perpindahan kepemilikan yang real time. Misalnya, saat seseorang menjual Rp 75 ribu kepada si B, maka transaksi serah terima dilakukan secara tunai pada saat itu. Oleh karena itu, ketentuan ini hanya berlaku antara pembeli dan penjual.

Berbeda jika yang terjadi seseorang memberikan kuasa atau meminta kepada si B untuk menukar Rp 75 ribu uang baru, yang dikategorikan sebagai serah terima tunai adalah antara si B dengan si penjual. Sementara uang tersebut diserahterimakan beberapa hari kemudian atau beberapa pekan atau tidak tunai itu tidak ada masalah karena yang dimaksud dengan serah terima tunai antara pembeli dan penjual.

Keempat, sebagaimana undang-undang: Untuk memenuhi kebutuhan rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, dan dalam kondisi yang layak edar, rupiah yang beredar di masyarakat dapat ditukarkan dengan ketentuan sebagai berikut: (a) penukaran rupiah dapat dilakukan dalam pecahan yang sama atau pecahan yang lain; dan/atau (b) penukaran rupiah yang lusuh dan/atau rusak sebagian karena terbakar atau sebab lainnya dilakukan penggantian dengan nilai yang sama nominalnya. (UU Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang). Wallahu a'lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat