Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono (tengah) memberikan keterangan kepada wartawan terkait perkembangan kasus Djoko Tjandra di Gedung Bundar, Kejagung, Jakarta, Selasa (4/8). | RENO ESNIR/ANTARA FOTO

Kabar Utama

Kasus Jaksa Pinangki Mulai Melebar

Komisi Yudisial sedang menyelidiki keterlibatan hakim Mahkamah Agung,

JAKARTA -- Pihak Kejaksaan Agung (Kejakgung) menguatkan indikasi bahwa skandal suap buron kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra, melibatkan lebih banyak pihak dari yang sejauh ini telah terungkap. Pinangki Sirna Malasari, oknum di Kejakgung yang dijadikan tersangka kasus itu, disebut menjanjikan bantuan lintas institusi untuk upaya pembebasan Djoko Tjandra melalui upaya peninjauan kembali (PK) di meja hijau.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) di Kejakgung Febrie Adriansyah mengungkapkan, peran tersangka Pinangki dalam skandal Djoko Tjandra terkait usaha penerbitan fatwa di Mahkamah Agung (MA). Kepastian tersebut didapat melalui pemeriksaan kasus yang dilakukan tim penyidikannya.

Sejauh ini, pihak Kejakgung masih menutupi isi fatwa MA yang menjadi proyek jaksa Pinangki dalam skandal Djoko Tjandra tersebut. “Objeknya fatwa MA. Isi fatwanya apa yang dijanjikan, ini belum tuntas,” ujar Febrie saat dijumpai di Gedung Pidsus Kejakgung di Jakarta, Senin (24/8) malam.

Menurut dia, tim penyidik sementara menduga bahwa fatwa tersebut masuk dalam paket suap senilai 500 ribu dolar AS atau sekira Rp 7 miliar dari Djoko Tjandra. Djoko Tjandra diketahui menjadi buron sejak 2009.

Ia saat itu disebut melarikan diri ke Papua Nugini sehari sebelum Mahkamah Agung mengumumkan vonis bersalah dalam kasus alih piutang Bank Bali dengan kerugian negara sebesar Rp 546 miliar yang terjadi pada 1999.

Pada Mei 2020, ia berhasil kembali ke Tanah Air untuk mengurus upaya peninjauan kembali ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Djoko bisa bebas keluar-masuk Indonesia kala itu berkat penghapusan status red notice di Interpol serta sejumlah surat yang dikeluarkan oknum petinggi Polri.

Sebelum kembali ke Tanah Air, Pinangki diketahui beberapa kali menemui Djoko Tjandra dan pengacaranya, Anita Kolopaking, di Singapura dan Malaysia. Dalam pertemuan-pertemuan itu diduga terjadi penyerahan uang suap dan janji pengurusan kasusnya.

Ketika itu, Pinangki menjabat sebagai kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan. Kantornya termasuk yang habis dilalap api dalam kebakaran besar di gedung utama Kejaksaan Agung pada Sabtu (22/8) malam.

Febrie Adriansyah mengungkapkan, sejak ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada Selasa (10/8), Jampidsus menjerat Pinangki dengan Pasal 5 Ayat (2), dan Pasal 11 UU 20/2001 tentang Tipikor. Namun, kata Febrie, belakangan Pinangki dijerat tambahan Pasal 12 a dan b, serta Pasal 15 UU Tipikor. “Itu (Pasal 15) permufakatan jahat yang dilakukan oleh tersangka jaksa P,” kata Febrie.

Febrie mengatakan, proses penyidikan terhadap tersangka Pinangki tak bakal memakan waktu lama. Penyidik, kata dia, tak menghadapi hambatan yang berarti dalam pembuktian keterlibatan Pinangki. “Yang jelas, kita ingin ini cepat saja penyelesaiannya agar publik juga tahu siapa-siapa saja yang terlibat di dalamnya,” ujar Febrie. 

Sejauh ini, sudah beberapa pejabat ditetapkan sebagai tersangka skandal Djoko Tjandra ini. Di Mabes Polri, ada Irjen Pol Napoleon Bonaparte terkait penghapusan red notice dan Brigjen Prasetijo Utomo terkait penerbitan surat jalan Djoko Tjandra.

Selain itu, ditetapkan juga sebagai tersangka pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking; pengusaha Tommy Sumardi sebagai pemberi suap, dan Djoko Tjandra yang akhirnya berhasil diekstradisi ke Indonesia pada Juli lalu.

Skandal perbantuan terhadap Djoko Tjandra tersebut terbongkar saat PN Jakarta Selatan tengah menyidangkan pengajuan PK-nya. Pada 29 Juli, PN Jaksel kemudian memutuskan bahwa PK yang diajukan Djoko tak bisa dilanjutkan ke Mahkamah Agung. Artinya, fatwa apa pun yang dijanjikan Pinangki sedianya tak lagi berpengaruh.

Republika mencoba menghubungi Hakim Agung Muda bidang Pengawasan Andi Samsan Nganro dan Kepala Biro Humas dan Hukum Agung Abdullah terkait penyataan Kejakgung soal pemeriksaan Pinangki. Keduanya tak bersedia mengomentari.

Meski begitu, MA sebelumnya telah membantah informasi yang sempat beredar di medsos bahwa ada empat hakim agung yang dilobi oleh kuasa hukum Djoko Tjandra. "Dengan tegas informasi dan berita yang lagi ramai di medsos itu kami bantah karena informasi dan berita tersebut tidak benar," kata Andi Samsan Nganro, Senin (20/7).

"Yakinlah tidak semudah itu kami mau dilobi dan tidak semudah itu pula kami mau menerima sesuatu untuk menjual keadilan. Percayalah informasi itu kami bantah dan tidak benar," ujar dia melanjutkan. Ia juga menyangkal kedekatan ketua Mahkamah Agung beserta istri dengan Anita Kolopaking. 

Terlepas dari sangkalan Mahkamah Agung, pihak Komisi Yudisial (KY) mengungkapkan bahwa mereka sudah melakukan investigasi terkait dugaan keterlibatan hakim MA dalam skandal Sugiarto Tjandra. “Kami sudah menerima informasi ini dan sudah mulai melakukan investigasi. Hasil sementara yang dapat kami sampaikan, dugaan adanya (keterlibatan) hakim di MA ini, sangat kuat,” ujar Aidul saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (25/8). 

Aidul mengatakan, proses investigasi di KY saat ini belum pungkas. Namun, kata dia, proses penggaliannya sudah dilakukan sejak pekan lalu. “Kasus dugaan ini, sudah masuk ke biro investigasi dua atau tiga hari lalu,” kata Aidul. 

Menurut dia, ada beberapa hal yang menjadi fokus investigasi. Pertama, terkait dengan penanganan perkara Djoko Tjandra, juga terkait perilaku ataupun etik hakim MA. Aidul mengatakan, hasil investigasi akan diumumkan jika sudah kelar. Akan tetapi, kata dia, sampai Senin (25/8), belum ada kesimpulan.

Aidul mengiyakan, dugaan keterlibatan hakim MA dalam skandal Djoko Tjandra itu terungkap dari penyidikan jaksa Pinangki di Kejakgung. KY, kata Aidul, meminta Jampidsus meneruskan proses penyidikan tentang dugaan keterlibatan hakim MA tersebut. Sementara KY, bakal berproses pada rekomendasi etik, disiplin, dan pengawasan para hakim.

Sementara itu, di kepolisian, pemeriksaan terhadap Djoko Tjandra terkait dugaaan gratifikasi penghapusan red notice rampung pada Senin (24/8). Penyidik mencecar Djoko dengan 55 pertanyaan. 

photo
Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra (tengah) dibawa petugas Kepolisian saat penandatanganan berita acara penyerahterimaan kepada Kejaksaan Agung di kantor Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat (31/7). - (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)

Kabiro Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan, Djoko menjawab soal aliran dana suap kepada para tersangka lainnya. "Dari hasil pemeriksaan, kami tidak bisa sampaikan secara keseluruhan. Apalagi, terkait nominalnya karena kami masih berproses dan yang bersangkutan memang sudah mengakui telah memberikan sebanyak uang tertentu kepada para tersangka," kata dia. 

Pengawasan KPK

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango memastikan lembaganya akan terus mengawasi skandal perbantuan buron pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra, yang saat ini ditangani Kejaksaan Agung dan Mabes Polri. Saat ini, KPK terus melakukan supervisi dengan kedua lembaga penegak hukum tersebut. 

"Kewenangan KPK ‘meng-supervisi’, yaitu mengawasi dan menelaah penanganan perkara tersebut, baik di Bareskrim maupun di Kejakgung," kata Nawawi kepada Republika, Selasa (25/8). 

Salah satu contoh supervisi yang dilakukan KPK adalah juga menunjuk pejabat di Kedeputian Penindakan untuk ikut menghadiri gelar perkara tersebut. Nawawi menuturkan, sejak awal KPK mengapresiasi kerja Bareskrim Polri dalam penanganan perkara Djoko Tjandra, yang begitu terbuka dan transparan.

Dikonfirmasi terpisah, Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, lembaga antirasuah memilih untuk bersikap “wait and see” atas desakan sejumlah pihak untuk mengambil alih skandal pelarian Djoko  Tjandra. KPK baru akan mengambil alih penanganan kasus tersebut jika kejaksaan dan kepolisian menghadapi hambatan. 

"Hingga saat ini, KPK masih memantau progres penanganan perkaranya, dan apabila ditemukan adanya indikasi hambatan yang dihadapi oleh Polri maupun Kejaksaan, KPK sesuai kewenangan dalam Pasal 10A UU KPK tentu siap untuk ambil alih kasusnya," ujar Ali. 

Senada dengan Nawawi, Ali mengatakan, Kedeputian Penindakan KPK saat ini terus berkoordinasi dengan Polri dan Kejaksaan terkait skandal Djoko Tjandra. KPK mendorong Polri dan Kejaksaan Agung mengusut tuntas kasus ini dan menjerat pihak lain, termasuk pejabat di internal kedua institusi itu yang terlibat. "KPK mendorong Polri dan Kejaksaan untuk terus mengungkap dugaan keterlibatan pihak-pihak selain yang telah ditetapkan sebagai tersangka saat ini," ujarnya.

Sementara itu, tim penyidik di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa Djoko Tjandra, Selasa (25/8) sore. Djoko Tjandra diperiksa terkait pendalaman materi penyidikan penerimaan uang dan janji kepada tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari, yang sudah ditangkap dan ditahan di Rutan Kejakgung sejak Selasa (10/8) lalu.

 
Tim penyidik di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa Djoko Tjandra, Selasa (25/8) sore.
 
 

Direktur Penyidikan di Jampidsus, Febrie Adriansyah mengatakan, pemeriksaan terhadap terpidana korupsi Bank Bali 1999 itu merupakan lanjutan. Sebelum diperiksa kali ini (25/8), tim penyidikannya sudah melakukan proses pemanggilan beberapa pekan lalu. “Kemarin kan penundaan karena kurang sehat katanya. Tadi, kita bawa dokter, pengecekan dan sehat,” kata Febrie, Selasa (25/8). 

Djoko Tjandra tiba di Gedung Pidsus Kejakgung untuk menjalani pemeriksaan sekitar pukul 17.30 WIB. Ia dikawal dua personel kepolisian berseragam dan dua personel pengamanan berpakaian biasa. Djoko Tjandra, yang menggunakan rompi tahanan merah muda, turun dari mobil tahanan Kejakgung tanpa diborgol.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat