Hikmah Republika Hari ini | Republika

Hikmah

Manusia Cerdas

Manusia yang cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat kematian.

Oleh AHMAD AGUS FITRIAWAN

OLEH AHMAD AGUS FITRIAWAN

Dalam kehidupan saat ini, pandangan terhadap kecerdasan seseorang, termasuk seorang mukmin masih dilihat dan dinilai dari indikator duniawi dan kebendaan saja. Seperti, memiliki ilmu pengetahuan luas karenanya ia mendapat nilai tertinggi, menempuh pendidikan di universitas ternama, lalu bekerja di kantor bergengsi dengan penghasilan fantastis, serta masih banyak lagi.

Cara pandang ini memang tidak sepenuhnya salah. Karena, indikator-indikator tersebut merupakan cara termudah bagi seseorang untuk mengukur tingkat kecerdasan.

Namun, cara pandang siapa manusia yang cerdas di mata Rasulullah SAW tentulah bukan hanya bersifat duniawi dan kebendaan, melainkan juga mengenai kecerdasan dalam bekal ilmu akhirat. Seperti hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA, “Manusia yang paling utama adalah manusia yang paling baik akhlaknya. Manusia yang cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik dalam mempersiapkan bekal untuk menghadapi kehidupan setelah kematian. Mereka adalah orang-orang berakal.”

Dalam hadis di atas disebutkan bahwa orang yang banyak mengingat kematian termasuk manusia yang cerdas. Mengapa dikatakan demikian? Karena manusia yang senantiasa mengingat kematian maka ia akan mempersiapkan bekal sebanyak mungkin untuk kehidupan akhirat kelak, tidak terpaku hanya pada duniawi yang jelas bersifat sementara.

Seorang sahabat pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakan manusia yang paling cerdas?” Rasulullah lalu menjawab, “Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian, itulah orang yang paling cerdas.” (HR Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsami).

Sangat jelas sekali bahwa Rasulullah memandang umatnya dari ingatan yang memenuhi pikirannya dengan kematian dan kesiapan menuju akhirat adalah manusia cerdas. 

Pikiran yang selalu dipenuhi dengan khayalan kenikmatan dunia, mengejar jenjang tertinggi di dunia tidaklah masuk kategori manusia cerdas di mata Rasulullah jika tidak diimbangi dengan pikiran yang berisi tentang kematian. Karena sehebat apa pun ilmu yang dikuasai, setinggi apa pun jabatan yang kita kejar dan capai, pada akhirnya tidak memberi syafaat di akhirat kelak jika tidak ada sedikit pun celah dalam pikiran kita tentang kematian dan bekal akhirat.

Belajarlah menjadi manusia bijak dalam menjalani kehidupan, berjuanglah untuk kebahagiaan dunia, tapi jangan pernah lalai mempersiapkan bekal terbaik menuju akhirat. Berikan keseimbangan pada pikiran untuk menyetarakan urusan dunia juga akhirat. (QS al-Qashash [28]: 77) .

Manfaatkan sisa usia dengan segala kebaikan, tanam benih amal sebanyak mungkin, dan pupuk kebaikan agar terus bersemi. Jika kita tak mampu menjadi manusia cerdas di mata Rasulullah, setidaknya tidak menjadi umat yang bodoh dengan menyia-nyiakan waktu yang disediakan dengan bersantai-santai, bersenang-senang, berfoya-foya tanpa ingat tempat berpulang.

Semoga, kita bukan termasuk manusia yang melupakan kematian. Wallahu a'lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat