
Opini
Ridha KH Ahmad Sahal Kepada Muridnya
Kiai Saifuddin Arief mengenang KH Ahmad Sahal sebagai sosok penyemangat hidup.
ERDY NASRUL
Wartawan Republika
KH Saifuddin Arief terdiam saat duduk di ruangan bagian timur Baitul Waqif, Kompleks Pesantren Darunnajah Jakarta. Di situ dia menatap sudut ruangan yang dahulu menjadi tempat orang tuanya, KH Abdul Manaf Mukhayar (1922-2005) dan istrinya Tsurayya beristirahat.
Putra pertama pendiri Darunnajah tersebut mengenang sang ayah dan ibu yang bersusah payah melahirkan dan membesarkan anak-anaknya. “Beliau adalah orang-orang hebat, membangun semuanya (Darunnajah) dari nol. Teladan yang luar biasa,” ujar Kiai Andin pada Sabtu (15/8) yang merupakan hari jadinya ke-74 tahun.
Hari jadi itu dirayakan secara sederhana. Puluhan tamu yang terdiri dari para kiai berbagai pesantren, guru Darunnajah, dan keluarga, memenuhi ruangan. Mereka duduk sambil mendengarkan cerita tentang Kiai Andin sejak muda hingga saat ini.
Meski sudah berusia lanjut, ingatannya masih tajam. Dia masih ingat keadaannya ketika sakit pada 1972 di rumah Palmerah, tempat tinggal keluarga KH Abdul Manaf sebelum pindah ke Darunnajah.
Di sana dia terbaring lemah karena sakit demam yang diderita. “Saya tiduran saja. Badan terasa panas. Gak ada tenaga,” kata pria yang sudah 25 tahun (1994-2019) memimpin Yayasan Darunnajah.
Ketika itu dia ingat salah seorang trimurti pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor KH Ahmad Sahal (1901-1977) berziarah ke rumah Palmerah. Kemudian melihat langsung kondisi Kiai Andin yang masih remaja dan sakit terbaring lemah.
Kiai Sahal mengecup kening Andin muda. Kemudian membacakan doa, memohon kepada Allah akan menyembuhkan penyakit Andin. “Cepat sembuh ya nak,” pesan Kiai Ahmad Sahal yang merupakan trimurti pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor yang paling tua.
Mendapatkan pesan itu, Andin muda menampakkan senyuman dan menganggukkan kepala. Hatinya dipenuhi rasa senang, karena didatangi sosok guru yang menjadi panutannya selama belajar di Pondok Gontor sejak 1959 hingga 1965. “Pak Sahal itu penyemangat,” kata Kiai Andin mengenang sang guru.
Perhatian Pak Sahal tersebut merupakan bentuk ridha guru kepada muridnya. Kalau guru sudah ridha, maka Allah di Arasy sana akan mempertimbangkan untuk memberikan keberkahan ilmu kepada sang murid.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ridha bermakna rela, suka, senang hati, perkenan, dan rahmat (kasih sayang). Kalau sudah ridha, berarti guru sudah mengizinkan si murid untuk mandiri, menyukainya karena sikap dan wawasannya, dan mencintainya karena segala kebaikan yang ada pada diri si murid.
Ridha guru merupakan keniscayaan dalam menuntut ilmu. Syekh az-Zarnuji dalam kitabnya yang dipelajari jutaan santri di Indonesia, Ta’limul Muta’allim Thariqah Ta’allum menjelaskan, bahwa ridha guru adalah buah dari kesungguhan seseorang dalam menuntut ilmu. Untuk mencapai ridha tersebut, seseorang harus mengawali perbuatannya dalam menuntut ilmu dengan menghormati guru.
“I’lam, anna thalibal ‘ilmi la yanalul ‘ilma wa la yantafi’u bihi illa bita’zhimil ‘ilmi wa ahlihi, wa ta’zhimil ustadzi wa tawqirihi,” tulis Syekh Zarnuji dalam pasal menghormati ilmu dan ahlinya. Arti ungkapan tersebut adalah, ketahuilah, bahwa penuntut ilmu tidak mendapatkan cahaya Allah dan tak dapat memanfaatkannya, kecuali dengan menghormati ilmu dan ahlinya, juga menghormati guru dan orang-orang sekitarnya.
Pendiri Nahdlatul Ulama Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari adalah teladan pencari ilmu. Dialah contoh nyata murid yang bersungguh-sungguh mendapatkan ridha gurunya.
Ceritanya dulu ketika berguru kepada Syaikhuna Kholil Bangkalan (1820-1925) diperintahkan naik ke atas pohon bambu. Sampai di bagian tertinggi dari pohon tersebut, sang guru memerintahkannya untuk lompat ke bawah. Tanpa berpikir panjang, Hasyim muda melompat dengan selamat. Ternyata hal tersebut hanya ujian Kepatuhan seorang santri kepada Kiainya.
Tak hanya itu, Syaikhuna Kholil juga memerintahkan Hasyim untuk menggembalakan kambing dan sapi, mencari rumput dan membersihkan kandang. Semua itu dikerjakan tanpa mengeluh.
Yang lebih parah lagi, pernah suatu ketika Syaikhuna Kholil bersedih karena sebuah cincin tercebur ke dalam septic tank. Tanpa disuruh, Kiai Hasyim mencari perhiasan tersebut. Tak peduli kotoran yang menjijikkan menempel di baju dan badannya. Cincin itu pun ditemukan. Keberhasilan itu membuat Kiai Kholil meridhakan Kiai Hasyim. Bahkan sang guru berdoa, semoga Kiai Hasyim menjadi orang besar.
Doa itu pun diijabah Allah. Kiai Hasyim adalah tokoh sentral yang mendirikan Nahdlatul Ulama. Dialah yang mengumandangkan setiap Muslim laki-laki untuk jihad melawan sekutu, sehingga pecahlah peristiwa 10 November 1945 yang menyebabkan pihak penjajah kalah habis-habisan. Kiai Hasyim juga mendirikan Pesantren Tebuireng di Jombang yang hingga kini menjadi tempat generasi muda Muslim menuntut ilmu.

Dia menuliskan beberapa kiat untuk mendapatkan ridha guru dalam kitabnya Adabul Alim wal Muta’allim. Pertama adalah harus menjalankan apa yang diarahkan dan diperintahkan guru. Sikap nurut ini diibaratkan kiai Hasyim seperti pasien yang berobat kepada dokter. Apa pun arahan si dokter harus dilaksanakan agar pasien sembuh.
Akhlak mulia dimaksudkan untuk keteraturan. Perilaku menjadi tertata indah dan menghadirkan kebahagiaan (sa’adah) dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Ibnu Miskawayh (932-1030) dalam Tahdzibul Akhlaq
Kedua adalah bersungguh-sungguh dalam menghormati guru. Harus bersikap rendah diri atau tawadhu. Karena dengan sikap tersebutlah seorang murid menjadi mulia di mata orang lain.
Ketiga adalah memandang guru sebagai sosok yang mulia dan meyakininya sebagai sosok yang lebih sempurna. “Pandangan seperti inilah yang paling dekat dengan kemanfaatan ilmu,” tulis Kiai Hasyim.
Murid juga harus selalu mengingat jasa guru kepadanya. Juga mendoakan guru baik semasa si guru masih hidup atau sudah meninggal dunia.
Keempat, mintalah izin jika hendak memasuki ruang pribadi guru. Setidaknya dengan mengetuk pintu tiga kali. Jika tak diizinkan, maka murid harus meninggalkan ruangan tersebut atau menunggu di bagian luar ruangan.
Kelima, kalau duduk di hadapan kiai, maka harus menjaga etika. Duduk harus bersimpuh di atas kedua lututnya (seperti duduk pada tahiyat awal) atau duduk seperti duduknya orang yang melakukan tahiyat akhir, dengan rasa tawadlu’ , rendah diri, dan tenang. Kemudian dengarkan, bahkan catat apa yang diarahkan dan diperintahkan sang guru. Masih banyak lagi akhlak guru kepada murid yang dijelaskan secara komprehensif oleh Kiai Hasyim Asy’ari.
Akhlak seperti ini seharusnya menjadi pelajaran wajib di seluruh sekolah. Tujuannya agar para murid berbudi pekerti mulia, menghormati guru yang mendedikasikan hidupnya untuk pendidikan, dan bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu.
Ketika akhlak tak tertanam di hati, murid berlaku semena-mena terhadap guru. Bahkan mereka memukul dan menginjak kepala guru, seperti yang dilakukan tiga siswa SMA di Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Maret lalu. Masih banyak perlakuan biadab murid kepada gurunya yang direkam mesin pencarian Google.
Kelak anak-anak seperti itu tak akan mendapatkan berkah. Diri mereka sudah tertutup. Tak akan menyerap ilmu dari guru yang bersusah payah mengajar. Hati mereka menjadi keras. Tak menerima kebaikan. Kelak hidup mereka jalani sebagai benalu di masyarakat. Penuh kesengsaraan dan penyesalan.
Imam Ibnu Miskawayh (932-1030) dalam Tahdzibul Akhlaq menjelaskan bahwa akhlak mulia dimaksudkan untuk keteraturan. Perilaku menjadi tertata indah dan menghadirkan kebahagiaan (sa’adah) dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Orang tua dan keluarga merupakan guru akhlak yang pertama. Sejak kecil, anak harus membiasakan anak-anaknya berakhlak mulia: berperilaku sopan dan menjaga perkataan. Kelak ketika beranjak dewasa, anak akan terbiasa bersikap mulia saat menuntut ilmu, hingga akhirnya mendapatkan kecupan (ridha) sang guru seperti yang dialami KH Saifuddin Arief dulu.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.