Sejumlah anak didampingi orang tua mengikuti aksi Mencuci Bendera Merah Putih di Kampung Sabranglor, Mojosongo,Solo, Jawa Tengah, Rabu (12/8/2020). Aksi yang digelar saat jeda kegiatan belajar mengajar daring tersebut untuk menyambut HUT ke-75 Republik In | ANTARA FOTO/Maulana Surya

Opini

Keduniaan, Keimanan, dan Penjajahan

Tugas kita adalah membangun kesadaran kolektif, bahwa penjajahan adalah musuh bersama

 

UBAYDILLAH ANWAR

Heart Intelligence Specialist

Jika mengacu kepada teori psikologi modern, maka akan sampai pada pendapat, bahwa kehidupan ini adalah arena adu kekuatan. Psikolog Alfred Adler (1870-1937) menjelaskan bahwa setiap insan sama-sama berkehendak untuk berkuasa (will to power). Mereka sama-sama berjuang untuk unggul atau striving for superiority.

Kehidupan di dunia ini sangat temporal (tidak abadi), dan akan berakhir. Islam menjelaskan bahwa hayat kita di dunia adalah permainan (la’ibun wa lahwun). Namun kita harus memahami betul, bahwa meski permainan, kehidupan ini harus dijalani dengan serius. Layaknya sebuah permainan, kemenangan menghasilkan piala (waziinatun watafakhurun) dan cara untuk mendapatkannya haruslah dengan mengalahkan.

Karena itu, motif untuk mengalahkan pun muncul dari setiap manusia ke manusia lain, bahkan binatang pun demikian. Sekelompok kawanan pemangsa selalu ingin memperluas daerah jajahannya untuk mendapatkan tiga piala: kekuasaan ekonomi, kebebasan seks dan kelanggengan keturunan, dan bukti keperkasaan idealogis (pride of identity). 

Bagaimana dengan penjajahan yang dilakukan manusia? Sama saja dengan binatang. Apa motif penjajahan manusia atas manusia lain, baik individu atau kelompok, selain untuk mendapatkan tiga piala di atas? 

Imam Ghazali, tokoh yang disebut Hujjatul Islam, dalam banyak penjelasan menyimpulkan bahwa ada empat sifat hati pada manusia yang selalu muncul (potensi). Pertama, sifat binatang buas yang selalu ingin menerkam. Kedua, sifat binatang ternak yang hanya mementingkan dirinya. Ketiga, sifat setan yang menjerumuskan. Keempat, sifat ketuhanan (robbaniyah) yang memberi cahaya kebaikan dan kebenaran dengan berbagai cara.

Artinya, hanya pada sifat robbaniyah-lah (kekuatan spiritual) yang membuat manusia berbeda dengan binatang. Pinjaman luar negeri bisa menjadi penjajahan dari pemangsa ke mangsa jika tidak ada sifat robbaniyah di dalamnya. Pendidikan bisa penjajahan syaithoniyah jika tidak dimunculkan sifat robbaniyah di dalamnya. Pertarurang demokrasi bisa menjadi arena pertarungan binatang buas dan binatang ternak jika tanpa sifat robbaniyah di dalamnya.  

Artinya lagi, tidak boleh kita berkesimpulan bahwa penjajahan telah selesai dan karena itu perjuangan sudah tidak diperlukan lagi. Justru pada setiap 17 Agustus ini, kita perlu mengobarkan semangat mempertahankan kemerdekaan, melawan penjajahan, dan bersama-sama menegakkan kekuatan robbaniyah di level kita masing-masing. 

Mempertahankan dan melawan

photo
Ilustrasi perang - (ANTARA FOTO)

Teori perang dari zaman kuno sampai ke yang modern mengajarkan bahwa pertahanan terbaik adalah dengan penyerangan. Cuma, untuk bisa sampai memiliki pertahanan yang bagus, syaratnya pasti berat: harus memiliki kekuatan. Sekarang ini, definisi kekuatan sering ditunggalkan: materi dengan berbagai padanan fisiknya. 

Memang tidak salah jika materi menjadi definisi dominan dari kekuatan. Hampir semua kemenangan pertarungan di dunia ini dimenangkan bukan oleh yang benar atau yang baik, tapi oleh yang kuat: uang, media, sistem, jaringan, keahlian, dan seterusnya. Yang bisa menguasai definisi HAM, Negara Terbelakang atau Negara Maju, Terorisme atau yang lain, pasti yang kuat. Demikian juga yang menang di pengadilan atau yang menang tender proyek.

Maka paslah kalau Nabi Muhammad SAW mengajarkan bahwa mukmin yang kuat itu lebih dicintai, meskipun mukmin yang lemah pun tetap baik. Dengan kekuatan jabatan yang dimiliki, telunjuk seorang mukmin dan doanya ke langit menjadi bernilai mahal dan powerful.

Tapi, kekuatan yang dibangun dari basis materi semata tidak berlangsung lama bahkan hancur oleh dirinya sendiri. Bisa hancur semasa di dunia atau dihancurkan nanti di akhirat. Yang akan bertahan lama adalah kekuatan berbasis sifat-sifat robbaniyah. Mahatma Gandhi konon ketika mau putus asa saat melawan penjajahan Inggris, ia selalu diingatkan suara hatinya: perjuangan menegakkan kebenaran selalu berakhir dengan kemenangan!

Secara kasat mata, Nabi Muhammad pada saat berusia muda belum semasyhur para pembesar Arab sekelas Abu Jahal dan Abu Lahab. Musa bukan penantang yang siap untuk menghadapi Fir’aun. Bahkan Daud sendiri semula dianggap lelucon di siang bolong untuk bisa memukul KO Jalut (Goliath) yang bertubuh besar itu. Tapi realita berkata lain.

Semua orang dan semua negara harus berteriak atas penjajahan yang pernah, tengah, dan akan dialaminya. Itulah bentuk ekspresi kesabaran yang baik (shobrun jamil). Tapi ini tidak cukup. Harus dibayar dengan membangun kekuatan materi dan rohani. Materi untuk kemenangan sementara, sementara materi-rohani untuk kemenangan yang sempurna. Sayyidina Ali bin Abu Thalib menyebutnya dengan istilah al-ilmu (rohani) wal malu (materi).

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat