Sejumlah karyawan pabrik berjalan keluar kawasan pabrik di Jalan Raya Rancaekek, Kabupaten Sumedang, Rabu (17/6). | ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA

Tajuk

Kawal Dana Bantuan Karyawan

Kita tidak ingin program bantuan karyawan ini justru menjadi bancakan baru koruptor.

Ada dua hal yang bisa kita respons dari rencana pemerintah memberikan bantuan tunai kepada kelompok karyawan dengan gaji di bawah Rp 5 juta. Pertama, kita apresiasi rencana tersebut. Pemerintah memang butuh mendongkrak daya beli kelompok ini. Apalagi, catatan Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan konsumsi rumah tangga terpuruk cukup dalam. 

Data BPS juga memperlihatkan per keluarga kini menahan daya belanja mereka. Sementara itu, data Lembaga Penjamin Simpanan memperlihatkan jumlah rekening di bawah Rp 100 juta dalam lima bulan terakhir justru terus naik. 

Ada fenomena per keluarga kini memilih menabung daripada belanja. Mengapa menabung? Karena mereka berjaga-jaga akan situasi pandemi Covid-19. Tidak ada yang tahu kapan pandemi ini akan berakhir. 

 
Salah satu sifat krisis ekonomi adalah membuat pemerintah yang berhadapan dengannya berlaku tergesa-gesa. 
 
 

Dalam kegiatan ekonomi, ketika belasan juta orang tiba-tiba bersepakat untuk menahan belanja, tidak mengunjungi mal dan pusat belanja, jarang ke pasar, mengurangi jatah membeli sandang atau barang-barang tersier, produsen akan mengalami kejutan cukup parah. Inilah yang terjadi sejak Maret. 

Hal kedua yang bisa kita respons atas rencana membagikan uang tunai adalah bersikap waspada. Salah satu sifat krisis ekonomi adalah membuat pemerintah yang berhadapan dengannya berlaku tergesa-gesa. 

Pasalnya, krisis terjadi mendadak. Kebijakan diputus dalam situasi yang mepet dan berkejaran dengan efek buruk krisis. Di sinilah anggaran negara mengucur dan bisa disalahgunakan. Fakta membuktikan situasi ini. 

Kita sudah makan asam garam soal krisis dan pengucuran anggaran yang salah sasaran. Contoh terburuk adalah dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang digelontorkan pada 1998. Pada 2008, ada krisis Bank Century yang disuntik dana pemerintah Rp 6,5 triliun keluar. Namun, dana ini kembali bermasalah karena ternyata mengalir ke mana-mana. 

Pertanyaannya, apakah kita akan mengulangi dua contoh tersebut? Tentu saja jangan! Pengawasan dan pemeriksaan serta kawalan aparat hukum terhadpa program bantuan tunai maupun bantuan sosial harus benar-benar dilakukan, dari hulu datanya sampai ke hilir penerima bantuan. 

Peran Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), aparat hukum, dan Badan Pemeriksa Keuangan (nantinya) menjadi amat penting. Ketiga lembaga ini harus proaktif berkampanye soal potensi penyimpangan dana bantuan pemerintah.

Sejak pengucuran dana bantuan sosial ke masyarakat miskin dan masyarakat terdampak Covid berjalan lima bulan, kita mulai membaca beberapa laporan soal penyelewengan dana bantuan sosial. Jumlahnya memang belum fantastis, tetapi tersebar merata di seluruh daerah. Kasus hukumnya sebagian sudah berjalan. 

Presiden dan Menteri Keuangan Sri Mulyani serta Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mewanti-wanti dan mengancam, jangan menyelewengkan bantuan sosial dalam situasi pandemi dan krisis ini karena hukumannya akan sangat berat. 

 
Program ini berpotensi bermasalah. Pasalnya, mekanismenya belum benar-benar terang dan rawan kebocoran.
 
 

Kita mengapresiasi pertemuan KPK dengan sejumlah menteri, seperti Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Desa Abdul Halim Iskandar, dan Menakertrans Ida Fauziah, untuk berkonsultasi terkait pencegahan penyimpangan bantuan serta program. 

Kemarin pun KPK bertemu dengan Kemenakertrans dan Badan Pengelola Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. KPK meminta data belasan juta orang yang akan disuntik uang tunai  oleh pemerintah selama September-Desember. 

Kita mendukung KPK masuk ke dalam program macam ini. Namun, KPK harus benar benar serius mengawasi dan berani bertindak. Program ini berpotensi bermasalah. Pasalnya, mekanismenya belum benar-benar terang dan rawan kebocoran karena orang yang disubsidi utamanya mengacu pada daftar yang diberikan oleh perusahaan, sedangkan pemerintah baru terlibat di bagian akhir. Apalagi, ini program baru. 

Peran supervisi KPK dan aparat hukum menjadi amat penting dalam program senilai Rp 37 triliun ini. Kita tidak ingin program bantuan karyawan ini justru menjadi bancakan baru koruptor maupun kelompok kelompok yang ingin memanfaatkan situasi krisis untuk memperkaya dirinya sendiri. 

Karena itu, pengawasan mendalam, mulai dari sumber data karyawan sampai pada profil karyawan, harus benar-benar jelas. Evaluasi harus terus berjalan karena bantuan akan diberikan kepada 13 jutaan karyawan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat