Seorang penghuni Rumah Panjai, Rika (22), menganyam kulan atau tikar khas Dayak Iban di Desa Melemba, Selimbau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Rabu (24/1). | ANTARA FOTO

Kisah Dalam Negeri

Hutan Adalah Bapak, dan Tanah Itu Ibu Kami

Para perempuan ikut berperan menjaga hutan adat, baik dalam pikiran maupun tenaga.

OLEH MIMI kARTIKA

Perempuan-perempuan dalam masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, memiliki peran untuk mengajak anak muda selalu menjaga hutan yang menjadi sumber penghidupan mereka. Mereka selalu menanamkan hal itu dengan mengibaratkan hutan adalah bapak, tanah sebagai ibu, dan air merupakan darah keduanya.

"Kami selalu mengingatkan anak-anak muda bahwa hutan itu penting bagi kehidupan kita ke depan. Dan itu selalu kami ingatkan kepada mereka," ujar anggota masyarakat adat Sungai Utik, Kristiana Banang dalam diskusi virtual, Ahad (9/8). Acara ini digelar dalam peringatan hari masyarakat adat sedunia yang jatuh pada 9 Agustus, kemarin. 

Kristiana menjelaskan, tanpa ada bapak atau hutan, maka tak ada kehidupan. Begitu pula tanpa ada ibu yang melahirkan atau apabila tanah habis dijual atau dibabat, sumber kehidupan tak akan ada.

Hutan dan tanah pun, harus ada air di dalamnya, sama seperti tubuh yang membutuhkan darah. Tanpa air, hutan dan tanah akan mati.

photo
Seorang pengunjung memperhatikan foto suku Dayak Iban, Kalimantan Barat, pada acara pembukaan pameran bertajuk Tato, Ritus, Gaya Hidup & Seni Kontemporer, di Galeri Cemara, Jakarta, Jumat (12/10). Pameran tato diselenggarakan oleh komunitas tato Mata Sulu, Generasi Matahari tersebut akan berlangsung hingga 28 Oktober 2018 - (ANTARA FOTO)

Hutan sangat penting bagi mereka, sebagai tempat mencari nafkah, taman anak-anak bermain, hingga ladang yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti ikan, dan sayur-sayuran. Banyak tumbuh-tumbuhan yang dapat dikreasikan menjadi anyaman agar mempunyai nilai ekonomis.

Maka, para perempuan ikut berperan menjaga hutan adat, baik dalam pikiran maupun tenaga. Perempuan adat di Sungai Utik berkomitmen terus menyampaikan pentingnya menjaga hutan secara turun-temurun kepada generasi muda sebagai penerus perjuangan leluhur.

Menurut Kristiana, perjuangan para tetua Sungai Utik mendapatkan pengakuan negara bahwa hutan adat sebagai tempat kehidupan mereka, membutuhkan pengorbanan selama lebih dari 40 tahun. Hingga kini, perjuangan itu tak berhenti, anak muda harus terus menjaga hutan adat agar kehidupan masyarakat adat Sungai Utik terus berlangsung.

"Supaya apa yang sudah kita perjuangkan, oleh tetua-tetua kami, leluhur kami, harus diperjuangkan tidak sebatas kami saja, tetapi akan diturunkan kepada anak-anak muda yang ada di Sungai Utik ini," kata dia.

Kristiana berharap generasi muda saat ini tetap setia menjaga hutan. Jangan sampai hutan yang ada disia-siakan. Ia meminta anak-anak muda yang menjalani pendidikan mau pulang untuk membangun kehidupan masyarakat adat Sungai Utik.

"Harapan kami ketika mereka sudah mendapatkan pendidikan yang baik, tolong anak-anak muda pulang ke Sungai Utik untuk membangun Sungai Utik," tutur dia.

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi mengatakan, tinggal delapan hari lagi Indonesia akan merayakan 75 tahun kemerdekaan. Namun, negara belum hadir dan menjaga masyarakat adat dengan memastikan hak-hak konstitusional mereka. 

Menurut dia, masyarakat adat masih menghadapi pemiskinan, pembunuhan, konflik, kriminalisasi, pemusnahan bahasa, krisis identitas yang terus meluas, hingga kualitas lingkungan hidup yang terus menurun. Hal itu berdampak terhadap semakin memburuknya situasi dan kesehatan masyarakat adat di seluruh pelosok Nusantara. 

Rukka berpendapat, setiap pihak harus terus menjaga dan mempertahankan wilayah adat dari serbuan perusahaan sambil membangun solidaritas dengan para petani, nelayan, buruh, dan kaum miskin di perkotaan.

"Kita juga masih harus berjuang lebih keras untuk mendesakkan pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat sesuai dengan aspirasi kita. Hari ini, kita melihat ratusan komunitas nasyarakat adat menyerukan pengesahan Rancangan UU Masyarakat Adat," ucap Rukka. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat