Raden Ridwan Hasan Saputra | Istimewa

Opini

Solusi Masalah Guru Honorer

Saya ingin mengganti nama guru honorer dengan nama guru profesional.

RADEN RIDWAN HASAN SAPUTRA; Pendiri Klinik Pendidikan MIPA (KPM), Motivator Suprarasional

Berikut ini adalah solusi masalah guru honorer. Solusi ini diambil dari tulisan “Seharusnya Saya Mendikbud” yang ada di Republika.id pada tanggal 1 Agustus 2020. Solusi ini sepertinya jarang dipikirkan orang. Semoga dengan tersebarnya tulisan ini bisa jadi bahan pertimbangan pemerintah untuk mencari solusi masalah guru honorer.

Pertama, saya menghilangkan pendidikan gratis karena kebijakan ini telah mengurangi kreativitas guru dan kepala sekolah serta memberatkan dinas pendidikan. Selain itu, kebijakan ini telah menghilangkan budaya gotong-royong di kalangan orang tua untuk membantu dunia pendidikan.

Saya akan mengubahnya dengan pendidikan bayaran seikhlasnya. Konsepnya adalah yang miskin bisa gratis dan yang kaya bisa membayar sesuai dengan kemampuannya. Cara berpikir tentang bayaran seikhlasnya adalah sebagai bagian dari bentuk terima kasih, infak, sedekah, dan wakaf sehingga motivasi bayaran seikhlasnya ini bisa menjadi ibadah dan mendapat balasan dari Allah berupa rezeki tak disangka.

Uang bayaran seikhlasnya ini tidak masuk ke sekolah dan tidak dikelola sendiri oleh sekolah tersebut, tetapi uang ini akan masuk dan dikelola oleh sebuah lembaga baru yang dibentuk, namanya Majelis Keuangan Pendidikan Kota/Kabupaten (MKPK) dan Majelis Keuangan Pendidikan Provinsi (MKPP).

Selanjutnya akan saya singkat keduanya menjadi MKP. Pembayarannya bisa dilakukan melalui  transfer langsung ke nomor rekening lembaga atau melalui sekolah dengan pencatatan yang rapi atau memasukkannya ke dalam kotak amal (keropak). Dalam pembayaran ini konsepnya seperti pembayaran uang SPP pada lembaga-lembaga pendidikan yang mempunyai berbagai cabang, hanya di sini bayarannya seikhlasnya.

Dalam pendidikan bayaran seikhlasnya, tagline yang dibangun bukan pendidikan murah, tetapi pendidikan berkah. Pendidikan berkah insya Allah menghasilkan manusia saleh dan berkualitas.

 
Pendidikan berkah insya Allah menghasilkan manusia saleh dan berkualitas.
 
 

Kedua, Majelis Keuangan Pendidikan beranggotakan para ketua Baznas dan Laznas (Badan/Lembaga Amil Zakat Nasional), ketua lembaga-lembaga filantropi dalam keuangan di kota/kabupaten, ditambah dari dinas pendidikan dan tokoh masyarakat yang peduli pendidikan dan para dermawan. Tujuan menjadikan orang-orang ini sebagai anggota MKP adalah agar mudah untuk mengumpulkan dana bagi MKP.

Semua anggota MKP ini tidak digaji. Ketua MKP dipilih di antara ketua laznas-laznas, Baznas, lembaga filantropi yang paling kompeten, jujur dan amanah. Ketua dan tim operasionalnya harus digaji. MKP ini lembaga otonom di bawah pengawasan kepala daerah.

Selain mendapat pemasukan dari iuran pembayaran seikhlasnya, MKP ini mendapat bantuan dari pemda melalui BUMD, saya akan meminta kepala daerah untuk membuat aturan agar BUMD memberikan sahamnya sebesar lima persen untuk pendidikan dan memberikannya kepada MKPK. Kemudian saya meminta pemda membuat aturan agar setiap perusahaan yang beroperasi di wilayahnya wajib memberikan sumbangan tiap bulan untuk pendidikan dan disalurkan kepada MKP.

Saham dan sumbangan ini bisa dianggap infak, sedekah atau wakaf supaya bisa bernilai ibadah. Uang yang terkumpul ini insya Allah sangat besar. Dan akan digunakan untuk membayar gaji guru honorer negeri dengan nilai yang layak dan membantu gaji guru sekolah swasta yang gajinya masih belum layak. Uang di MKP ini juga digunakan untuk membina guru honorer agar lebih profesional.

MKP pun menggalakkan program wakaf dan infak kepada masyarakat di wilayahnya dan orang tua siswa sehingga ketika ada sekolah yang perlu perbaikan fasilitas atau membuat sebuah kegiatan, maka tidak perlu menunggu bantuan pemerintah. MKP juga membuka peluang anggota masyarakat untuk melakukan wakaf produktif yang hasilnya digunakan untuk membantu kepentingan guru honorer.

MKP pun bekerja sama dengan berbagai pihak seperti rumah sakit, pengusaha properti, toko online, lembaga asuransi, dana pensiun, dll supaya guru honorer bisa mendapat fasilitas kesehatan yang baik, kredit rumah murah, sembako murah, dana pensiun dll. Insya Allah jika guru honorer sudah mendapat gaji yang layak dan hidup sejahtera, mereka akan fokus mengajar dan tidak menuntut lagi jadi PNS. Guru Honorer ini nantinya menjadi guru milik pemda yang bisa menjadi kepala sekolah di daerah tersebut.

Ketiga, saya ingin mengomentari tentang nama guru honorer. Secara nama sangat bertolak belakang dengan kenyataan. Seharusnya guru honorer ini adalah guru terhormat, tetapi kebanyakan kondisinya malah tidak terhormat.

Dengan konsep yang saya sarankan di atas, saya ingin mengganti nama guru honorer dengan nama guru profesional karena guru-guru ini akan mendapat gaji yang layak dari MKP. Sesuai dengan namanya, maka guru honorer ini harus dites ulang untuk menguji profesionalismenya. Sebab, untuk menjadi guru honorer sebelumnya prosesnya sangat mudah sehingga guru honorer belum teruji keprofesionalismeannya.

Hasil tes guru honorer untuk menentukan tingkat profesionalisme guru. Bagi guru yang masuk kategori profesional baik, akan mendapat gaji yang lebih besar dari guru yang kategori profesional kurang. Guru yang masuk kategori profesional kurang ini harus menerima keputusan tersebut karena uang yang digunakan untuk menggaji adalah uang umat.

Hal yang dilakukan guru tersebut adalah ikut pembinaan dan belajar, belajar, dan terus belajar supaya menjadi guru profesional. Insya Allah konsep ini akan membuat pendidikan di daerah lebih maju.

Keempat, jika ada pertanyaan bagaimana dengan dana bantuan operasional sekolah (BOS)? Jawabannya adalah jika dana BOS tetap ada, maka dana BOS diutamakan untuk membangun infrastruktur pembelajaran digital ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia.

Tujuannya agar pembelajaran digital gratis sehingga para guru dan murid tidak perlu lagi diberi fasilitas pulsa atau paket data untuk kepentingan belajar. Penggunaan dana BOS untuk pulsa atau paket data dalam jangka panjang selain tidak efektif, juga tidak akan cukup.

Pembangunan  infrastruktur ini harus bekerja sama dengan BUMN telekomunikasi. Harapannya, BUMN ini juga bisa membuat platform versi Indonesia, nanti harus ada Youtube, Facebook, WA, Google, dan Zoom versi Indonesia. Supaya biaya pendidikan Indonesia di era digital nanti jauh lebih murah dan semua dana yang ada kembali ke dalam negeri.

photo
Raden Ridwan Hasan Saputra saat memberikan pelatihan di kantor Republika, Jakarta, beberapa waktu lalu - (Republika/Prayogi)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat