Buronan BLBI yang juga terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra, digiring pihak kepolisian setibanya di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (30/7). | Republika/Thoudy Badai

Kabar Utama

Akhir Pelarian Djoko Tjandra

Djoko diketahui keluar masuk Indonesia sepanjang 19-22 Juni 2020 dari Malaysia.

JAKARTA – Setelah sebelas tahun lolos dari kejaran aparat, buron kasus cessie Bang Djoko Tjandra akhirnya berhasil diringkus. Penangkapannya menyudahi pelariannya yang belakangan diketahui banyak dibanti aparat penegak hukum dan birokrasi tersebut.

Menko Polhukam menyatakan sudah mengetahui rencana penangkapan 10 hari yang lalu. "Saya tadi langsung sujud syukur begitu mendapat kepastian berita itu, dari Malaysia. Tetapi saya tidak terlalu kaget karena saya tahu dia akan tertangkap itu sudah sejak tanggal 20 Juli yang lalu," kata Mahfud melalui keterangannya, Jumat (31/7) dini hari.

Mahfud menceritakan, pada 20 Juli lalu, ia mengundang pihak terkait untuk rapat lintas kementerian membahas operasi penangkapan Djoko Tjandra. Namun, sebelum rapat yang dijadwalkan pada 17.30 WIB itu berlangsung, sekira pukul 11.30 WIB, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Listyo Sigit Prabowo datang ke kantornya.

Ketika itu, Listyo menyampaikan, polisi sudah menyiapkan sebuah operasi penangkapan terhadap Djoko Tjandra. Menurut Mahfud, meski saat itu banyak masukan yang menyarankan pengejaran terdakwa kasus pengalihan hak tagih Bank Bali tersebut dilakukan secara pemerintah ke pemerintah kepada pemerintah Malaysia, Listyo menyatakan hal tersebut tidak perlu dilakukan.

photo
Buronan BLBI yang juga terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra, digiring pihak kepolisian setibanya di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (30/7) - (Republika/Thoudy Badai)

"Pak Listyo Sigit meyakinkan kami tidak usah G to G, cukup police to police. Jadi polisi ke polisi. 'Kami akan melakukan operasi mulai nanti malam,' kata Pak Sigit tanggal 20 itu. 'Mulai nanti malam untuk melakukan penangkapan karena kami sudah tahu tempatnya,'," tutur Mahfud.

Diskusi itu berlangsung kurang lebih 10 menit. Pada saat itu juga Mahfud mengaku yakin Polri bisa melakukannya dan ia hanya perlu menunggu waktu saja hingga Djoko Tjandra tertangkap. Informasi mengenai operasi itu, kata Mahfud, hanya diketahu dirinya, Presiden Joko Widodo, Kapolri Jenderal Idham Aziz, dan pelaksana operasi.

"Kami sepakat untuk diam. Saya hanya katakan, sekarang yang diperlukan itu tindakan ke dalam, polisi siapa yang terlibat, Kejagung siapa yang terlibat, Kemenkumham kalau ada di imigrasi yang terlibat supaya ditindak," ujarnya dia.

Kepolisian mengonfirmasi bahwa Djoko Sugiarto Tjandra tiba di bandar udara Kamis (30/7) malam ini. Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono mengatakan, Djoko dibawa ke Indonesia menggunakan pesawat sewaan. 

Pesawat mendarat di Bandara Halim Perdanakusumah pada pukul 22.39 WIB dikawal sejumlah polisi termasuk Komjen Listyo Sigit Prabowo. Djoko keluar lewat gedung terminal VVIP kemudian dimasukkan ke dalam mobil Kijang putih ke Bareskrim Mabes Polri. "Sesuai komitmen bahwa kita akan melakukan penangkapan terhadap Pak Djoko Tjandra. Malam ini sudah kita buktikan," ujar Argo Yuwono di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (30/7).

photo
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menyamapaikan konferesnsi pers sebelum penangkapan Buronan BLBI yang juga terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (30/7) - (Republika/Thoudy Badai)

Skandal cessie Bank Bali terkait dengan krisis moneter yang meruntuhkan banyak bank di Indonesia pada 1997. Saat itu, Bank Bali kesulitan menagih piutang senilai total sekitar Rp 3  triliun pada Bank Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Umum Nasional (BUM), dan Bank Tiara. 

Pasalnya ketiga bank sakit tersebut telah masuk perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Direktur Utama Bank Bali, Rudi Ramli kemudian menggandeng perusahaan PT Era Giat Prima (EGP) sebagai broker piutang dengan imbalan 50 persen dana tertagih. Djoko Tjandra merupakan salah satu direktur perusahaan itu, sementara Setya Novanto yang saat itu menjabat bendahara Partai Golkar adalah direktur utama PT EGP.

Tak lama setelah kerja sama yang diteken pada Januari 1999 itu, Bank Indonesia dan BPPN mencairkan Rp 905 miliar untuk Bank Bali. Dari jumlah itu, Bank Bali mendapat Rp 359 miliar dan PT EGP mendapat Rp 546 miliar. 

Pembagian yang tak sesuai perjanjian itu kemudian berujung  di meja hijau dan menguak skandal politik dan birokrasi proses cessie tersebut. Kasus tersebut jadi ajang saling tuding PDI Perjuangan yang baru menang pemilu dan Partai Golkar yang baru jatuh dari kekuasaan.

Pada September 1999, merujuk catatan Republika, auditor Pricewaterhouse Coopers (PwC) menemukan data bahwa sejumlah pejabat tinggi, anggota DPR, dan anggota parpol menerima dana dari PT EGP setelah tagihan Bank Bali berhasil dicairkan. Temuan ini diperoleh PwC setelah mengusut sekitar 150 transaksi perbankan yang melibatkan aliran uang dalam jumlah besar dan didistribusikan dengan cepat.

photo
Petugas kepolisian membawa buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra (tengah) yang ditangkap di Malaysia menuju Bareskrim Polri setibanya di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Kamis (30/7). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/aww - (NOVA WAHYUDI/LKBN ANTARA)

Singkat cerita, kasus itu menjerat Gubernur BI nonaktif Syahril Sabirin dan mantan wakil kepala BPPN Pande Lubis, Menteri Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng, Rudy Ramli, dan Djoko Tjandra. Dari nama-nama itu, yang disidangkan hanya Pande Lubis (vonis empat tahun penjara), Syahril Sabirin, dan Djoko Tjandra. 

Syahril dan Djoko Tjandra kemudian divonis bebas hingga tingkat kasasi. Namun pada 2009, berdasarkan peninjauan kembali (PK) kejaksaan, Mahkamah Agung (MA) akhirnya memutus Djoko dan Sjahril Sabirin bersalah dengan hukuman dua tahun penjara. Sehari sebelum putusan itu dibacakan, Djoko Tjandra kabur ke Port Moresby, Papua Nugini.

Sekian lama di luar negeri, Djoko Tjandra mulai kembali terlacak keberadaannya pada 5 Mei lalu. Saat itu, kepolisian mengajukan surat penyampaian penghapusan red notice Djoko Tjandra kepada Dirjen Imigrasi. Surat itu menghapuskan status buron Djoko Tjandra dalam sistem. Dua jenderal, Kadivhubinter Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo dicopot dari jabatan sehubungan penghapusan red notice tersebut.

Kemudian pada 8 Juni, Djoko ditemani kuasa hukumnya Anita Kolopaking, membuat KTP-el secara kilat di Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta. Djoko saat itu dibantu Lurah Grogol Selatan, Asep Subahan. Ia kemudian mendaftarkan peninjauan kembali kasusnya di PN Jakarta Selatan. 

Djoko juga diketahui keluar masuk Indonesia sepanjang 19-22 Juni 2020 dari Malaysia melalui Pontianak. Hal itu dimungkinkan sejumlah surat jalan yang di fasilitasi Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Dalam surat-surat itu, Djoko dilabeli sebagai konsultan Polri. Prasetijo telah dicopot dari jabatannya dan dijadikan tersangka.

photo
Buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra (tengah) yang ditangkap di Malaysia digelandang petugas kepolisian setibanya di kantor Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (30/7).  - (MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA FOTO)

Tak hanya petugas imigrasi, lurah, dan perwira tinggi kepolisian, oknum jaksa juga disebut terlibat. Sejauh ini, Kejaksaaan Agung telah mencopot jaksa Pinangki dari jabatannya sebagai kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Kejakgung. Pihak Kejakgung menyatakan Pinangki terbukti beberapa kali menemui Djoko dan pengacaranya Anita Kolopaking di luar negeri pada 2019 lalu. Saat ini Anita juga telah jadi tersangka.

Keberadaan Djoko Tjandra di Malaysia sedianya sudah diindikasikan oleh Ketua Majelis Hakim PK Nazar Effriandi dalam persidangan, Senin (6/7). “Jadi kepada awak media ya, bahwa hari ini, dari kuasa pemohon dinyatakan bahwa Djoko Tjandra tidak bisa hadir karena sakit. Dan ada surat keterangan sakit dari tim dokter rumah sakit di Kuala Lumpur (Malaysia),” kata Nazar Effriandi.

Menteri Hukum dan HAM (menkumham) Yasonna Laoly berharap penangkapan Djoko Tjandra dapat memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap upaya penegakan hukum di Indonesia. "Penangkapan tersebut setidaknya telah  mengakhiri rumor atau teka-teki tentang keberadaan Djoko Tjandra," kata Yasonna Laoly dalam keterangan tertulis, Jumat (31/7).

Yasonna juga meminta agar oknum-oknum yang terlibat tidak hanya dilakukan pencopotan tapi juga harus diikuti dengan proses pidana. "Semoga ini menjadi pelajaran agar jangan lagi ada oknum di lembaga penegak hukum di Indonesia yang merasa bisa bermain-main karena negara tidak akan berkompromi soal ini," ujar dia. n ronggo astungkoro/nawir arsyad a/arif satrio n/haura hafizah/bambang noroyono/dian fath risalah ed: fitriyan zamzami

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat