Digital marketing | Pixabay

Opini

Digitalisasi Bank Syariah

Di negara maju, bank tak perlu memiliki banyak cabang.

HARDINI BACHMID, Sekretaris Eksekutif Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI); RONALD RULINDO, Pemerhati Ekonomi dan Keuangan Syariah

“One day we will see that banking is necessary, banks are not”, pernyataan Bill Gates pada 1994 saat ini mulai terbukti. Semakin canggih sistem teknologi membuat orang tak perlu lagi ke bank.

Di negara maju, bank tak perlu memiliki banyak cabang. Jika dulu orang bisa menarik uang dan menabung menggunakan ATM, bertransaksi dengan kartu kredit dan kartu debit, saat ini orang dapat bertransaksi dengan telepon genggam.

Banyaknya perusahaan teknologi finansial (tekfin) menawarkan jasa sistem pembayaran, pinjaman daring, pengumpulan dana, membuat bank mau tak mau ikut terlibat mengembangkan digitalisasi perbankan jika tidak ingin mati seperti prediksi Bill Gates.

Bahkan, beberapa bank telah menawarkan jasa membuka tabungan yang tak mengharuskan nasabah pergi ke bank. Sehingga, otomatis orang-orang hanya memerlukan telepon genggam untuk melakukan seluruh transaksi perbankan.

Hampir dipastikan, bank konvensional, terutama bank besar sanggup menuju Banking 4.0. Saat ini, BRI telah meluncurkan BRIspot berkonsep one stop service yang memungkinkan loan officer memproses kredit secara end-to-end, di manapun dan kapan pun.

Aplikasi ini diklaim terbukti mempercepat turn-around-time proses pelayanan pinjaman mikro dari sebelumnya 3-5 hari menjadi rata-rata kurang dari dua hari dengan aspek mitigasi risiko terbaik.

BNI juga mendigitalisasi channel-channel-nya. Saat ini, calon nasabah mendapatkan kemudahan seperti membuka rekening, mengajukan pinjaman melalui daring, tak perlu lagi ke gerai atau kantor cabang. Hal sama ada di bank swasta seperti BCA, Permata.

 
Jika bank konvensional telah mulai bergerak ke arah digitalisasi, bagaimana dengan bank syariah?
 
 

Jika bank konvensional telah mulai bergerak ke arah digitalisasi, bagaimana dengan bank syariah? Selama ini, bank syariah dikenal selalu meniru bank konvensional.

Jika terus melakukan pendekatan yang sama, bisa jadi ketika bank konvensional dianggap akan mati jika tidak beradaptasi dengan perkembangan teknologi, bank syariah akan mati duluan.

Arah digitalisasi

Sama halnya dengan digitalisasi perbankan pada umumnya, digitalisasi bank syariah paling tidak harus dapat mencakup tiga bisnis dasar bank syariah, yaitu pengumpulan dana, penyaluran pembiayaan, dan sistem pembayaran.

Untuk pengumpulan dana, beberapa bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) punya fitur buka rekening daring. Hanya saja, belum bisa berlaku bagi nasabah yang benar-benar baru karena ketentuan verifikasi langsung oleh pegawai bank.

Padahal, di era AI sudah banyak mekanisme untuk memverifikasi seseorang menggunakan berbagai metode biometrik canggih. Untuk penyaluran pembiayaan, harus diakui digitalisasi perbankan syariah mungkin masih kalah dibandingkan perusahaan tekfin.

Sepertinya, inovasi dalam hal ini harus terus dikembangkan karena banyak perusahaan tekfin terlilit kasus kredit macet, diperparah metode penagihan tak beretika yang menyebabkan izin baru untuk perusahaan sejenis harus ditunda sementara oleh OJK.

 
Khusus untuk perbankan syariah, mekanisme penyaluran pembiayaan masih perlu didesain ulang untuk memenuhi kesesuaian terhadap prinsip syariah sesuai idealisme ekonomi syariah.
 
 

Namun, khusus untuk perbankan syariah, mekanisme penyaluran pembiayaan masih perlu didesain ulang untuk memenuhi kesesuaian terhadap prinsip syariah sesuai idealisme ekonomi syariah.

Di sisi lain, untuk sistem pembayaran, persaingan sudah telanjur ketat dengan adanya dompet digital dan aplikasi pembayaran, seperti Linkaja, OVO, Gopay, Dana, dan masih banyak lagi. Bagaimana mungkin bank syariah dapat bermain di sini?

Kolaborasi

Masalah utama yang membuat bank syariah sulit berinovasi di dunia digital adalah keterbatasan modal. Inovasi merupakan barang mahal sehingga bank syariah harus mencari cara agar dapat terus bersaing di saat dan setelah era pandemi ini.

Salah satu strategi yang mungkin dapat diterapkan adalah melalui kerja sama dengan perusahaan teknologi, khususnya telekomunikasi. Perusahaan telekomunikasi hampir dipastikan memiliki teknologi canggih untuk mendukung digitalisasi perbankan.

Kolaborasi menjadi pilihan strategi yang lebih baik daripada maju sendiri-sendiri. Saat ini, beberapa perusahaan telekomunikasi mulai memasuki industri keuangan. Linkaja, contohnya, merupakan anak perusahaan Telkomsel.

Namun, Linkaja baru mencakup satu bisnis dasar perbankan. Sedangkan, dua bisnis dasar lain, yaitu pengumpulan dana dan penyaluran pembiayaan, masih belum terjamah. Meskipun sudah ada model Lakupandai, tidak terlalu menarik bagi perbankan dan masyarakat. Hal itu terbukti dari perkembangannya yang tidak begitu pesat.

Padahal, dengan jangkauan hingga ke pelosok nusantara, perusahaan telekomunikasi ini dapat menawarkan jasa keuangan yang mampu meningktkan inklusi keuangan. Untuk itu, sudah saatnya bank syariah melakukan konsolidasi internal.

Bank syariah harus mendesain model bisnis baru dan melihat peluang kolaborasi seperti apa yang dapat ditawarkan kepada perusahaan teknologi khususnya perusahaan telekomunikasi.

Jika model bisnis yang ideal ditemukan, dipastikan pangsa pasar dapat digarap baik dan membuat size industri perbankan syariah Indonesia lebih besar. Sehingga menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai the biggest Islamic digital banking di dunia.

 
Jika model bisnis yang ideal ditemukan, dipastikan pangsa pasar dapat digarap baik dan membuat size industri perbankan syariah Indonesia lebih besar.
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat