Wisatawan mengunjungi kompleks Taman Wisata Candi Keraton Ratu Boko di Prambanan, Sleman, DI Yogyakarta, beberapa waktu lalu. | ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

Ekonomi

Potensi Devisa Pariwisata Lenyap 6 Miliar Dolar AS

Kepercayaan masyarakat berwisata bisa pulih ketika penanganan pandemi berjalan baik.

JAKARTA -- Pandemi Covid-19 telah menghantam sektor pariwisata di Indonesia, termasuk dalam sumbangan devisa kunjungan wisatawan mancanegara (wisman). Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sekaligus Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan, dari data terbaru yang telah dikalkulasikan, potensi devisa pariwisata yang hilang selama Januari-Juni 2020 tembus hingga 6 miliar dolar AS.

Ia menilai, penanganan Covid-19 yang tidak optimal sejak awal membuat dampak yang harus ditanggung amat besar bagi sektor bisnis. "Tanpa ada pergerakan manusia, tidak akan ada permintaan di pariwisata. Sampai hari ini bahkan timbul klaster-klaster baru yang mengkhawatirkan," kata Hariyadi di Jakarta, Selasa (28/7).

Hariyadi mengatakan, kunjungan wisman, tingkat hunian hotel, hingga jumlah penumpang pesawat menurun drastis dalam setengah tahun terakhir. Sementara, rasa kekhawatiran masyarakat dalam negeri juga makin tinggi dan membuat mayoritas orang memilih tetap di rumah.

 
Poinnya ciptakan rasa aman dan kalau sudah ketemu vaksin tentu akan berbeda situasinya.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani
 

Akibat lesunya pariwisata, tentunya juga berdampak pada hilangnya pajak dan retribusi daerah yang biasa disetorkan para pengusaha pariwisata. Lebih dari 2.000 hotel dan 8.000 restoran pun tutup dengan potensi hilangnya pendapatan hotel hingga Rp 40 triliun dan restoran Rp 45 triliun. Di satu sisi, operator perjalanan wisata juga diperkirakan kehilangan pendapatan hingga Rp 4 triliun.

"Banyak karyawan dirumahkan atau dicutikan di luar tanggungan perusahaan karena masih menunggu perkembangan peningkatan permintaan," kata Hariyadi.

Menurut dia, langkah utama selain berbagai insentif yang perlu diberikan pemerintah, yakni dengan menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat. Dia menekankan, hal itu bisa terjadi jika penanganan Covid-19 sudah berjalan dengan baik sehingga mampu menciptakan rasa aman.

"Poinnya ciptakan rasa aman dan kalau sudah ketemu vaksin tentu akan berbeda situasinya," kata Hariyadi.

Ia juga mengingatkan pentingnya pemerintah untuk menjaga agar perusahaan maskapai penerbangan tetap bertahan di tengah situasi yang amat sulit. Ia meminta agar semua pihak tetap berupaya agar rute-rute penerbangan tetap dijaga. Sebab, tanpa konektivitas udara, pariwisata justru makin tertekan.

Hariyadi menyampaikan, situasi bisnis perhotelan makin sulit akibat pandemi Covid-19. Okupansi anjlok hingga di bawah 30 persen serta situasi keuangan kini berada di ujung tanduk.

photo
Sejumlah wisatawan berwisata di Ecopark Sibajak Green Canyon kawasan lereng gunung Sindoro Desa Canggal, Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah, Ahad (12/7). Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah menyatakan sebanyak 103 dari 690 tempat wisata di wilayah Jawa Tengah telah beroperasi secara bertahap dengan menerapkan protokol kesehatan setelah berlaku tatanan normal baru - (ANIS EFIZUDIN/ANTARA FOTO)

Hariyadi mengatakan, tingkat hunian hotel di Jakarta hanya 20 persen. Sementara di daerah lain, seperti di Surabaya dan Semarang hanya 15 persen, Medan dan Yogyakarta 10 persen, Makassar tersisa 8 persen, bahkan di Bali hanya 1 persen.

"Tingkat hunian sedikit lebih baik di resort, tapi hanya pada akhir pekan," kata Hariyadi.

Ia menjelaskan, situasi itu menyebabkan hotel mengalami kerugian keuangan. Cadangan modal kerja mayoritas pun telah habis. Namun, proses restrukturisasi utang di perbankan masih tetap berjalan. Untuk bank dengan likuiditas terbatas, proses restrukturisasi berjalan alot dan bunga relatif tinggi.

"Biaya listrik dan gas juga sangat memberatkan karena pembayaran masih dengan ketentuan rata-rata minimal penggunaan," kata Hariyadi.

Mengutip data terakhir Badan Pusat Statistik, kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) kurun Januari-Mei 2020 hanya mencapai 2,9 juta orang. Angka itu turun tajam hingga 53,36 persen dibandingkan kurun waktu yang sama pada 2019.

Hal serupa terjadi pada tingkat penghunian kamar (TPK) yang juga menjadi indikator pariwisata. Pada Mei 2020, TPK hanya mencapai 14,45 persen jauh di bawah Mei 2019 sebesar 43,53 persen dan Mei 2018 yang tembus 53,86 persen.

photo
Dua orang wisatawan bermain kano di Pantai Pandawa, Badung, Bali, Sabtu (11/7). Kawasan pariwisata Pantai Pandawa yang menawarkan sejumlah atraksi wisata seperti paralayang dan perahu kano tersebut mulai dibuka kembali bagi kunjungan wisatawan setelah sempat ditutup lebih dari tiga bulan untuk mencegah penyebaran wabah Covid-19 - (ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF)

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menargetkan tahap pemulihan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif bisa dimulai pada Oktober 2020 mendatang. Waktu pemulihan diprediksi paling cepat hingga 2021.

Pelaksana Tugas Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kemenparekraf Frans Teguh mengatakan, untuk meningkatkan kunjungan wisatawan domestik, fokus utama tetap dengan terus membangun fisik destinasi wisata dan mengembalikan kepercayaan konsumen demi menumbuhkan minat berwisata.

"Local tourism, kita fokus dalam negeri. Tingkatkan kepercayaan wisatawan sehingga terjadi pergerakan pariwisata nusantara. Mungkin ini berlangsung satu hingga dua tahun ke depan," kata Frans.

Kendati demikian, pihaknya menyadari setelah pandemi Covid-19 akan terjadi persaingan yang ketat di sektor pariwisata antarnegara. Karena itu, meski fokus pada wisatawan domestik, kegiatan promosi wisata Indonesia di pasar global tetap dilakukan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat