
Muhibah
Belajar Kehidupan dari Alam
Ustaz Ade pun memiliki ide membuat sekolah alam sehingga mereka bisa belajar sambil tetap membantu orang tua.
Oleh Pesantren Nurul Alam Sanggabuana
Dinginnya pagi kerap menemani para santri Pondok Pesantren Nurul Alam Sanggabuana saat memulai hari. Warga pesantren yang terletak di Desa Mekar Buana, Kecamatan Tegal Waru, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, ini sudah harus shalat Subuh berjamaah hingga zikir pagi sebelum keluar untuk beraktivitas.
Saat keluar masjid, para santri diwajibkan untuk membersihkan lingkungan sekitar. Mereka mengumpulkan sampah plastik, menyapu halaman dan jalan sebelum mandi dan makan pagi. Pesantren yang didirikan Ustaz Ade Johan Jauhari pada 2009 ini memang membiasakan puluhan santrinya untuk bersahabat dengan alam. Mereka bahkan terbiasa sarapan dan mandi di sungai yang mengalir dekat pesantren.
Menurut Ustaz Ade, kedekatan santri dengan alam bisa membangun karakter kemandirian. “Konsep kemandirian ini bagaimana mereka menata hidupnya dengan bermasyarakat, berbaur dengan alam,” ujar Ustaz Ade saat berbincang dengan Republika di Pesantren Nurul Alam.
Mereka bisa belajar di atas batu, di bawah pohon kayu, kanan kiri pohon cau tanpa baju tanpa sepatu bisa tetap dapat ilmu.USTAZ ADE JOHAN JAUHARI
Meski demikian, Ustaz Ade mengungkapkan, konsep alam yang dipraktikkan dalam kehidupan santri tak melulu berkutat pada sungai, sawah, atau gunung. Dia menjelaskan, alam yang dimaksud juga mencakup kehidupan bermasyarakat. Karena itu, para santri harus mempelajari lingkungan sekitarnya dari aktivitas sosial, ekonomi, hingga bagaimana lingkungan ketatanegaraan bekerja dari desa hingga kabupaten.
Untuk aktivitas alam dan lingkungan, Ustaz Ade menjelaskan, para santri memiliki beberapa kegiatan dari beternak, berkebun hingga mendaki gunung. Mereka juga diwajibkan untuk mengumpulkan sampah plastik setiap keluar dari sekolah dan asrama. Sampah dari gelas dan botol plastik itu akan dipadatkan kemudian dimasukkan dalam adonan semen.
Menurut dia, beberapa bagian bangunan pesantren menggunakan adonan bercampur plastik. “Cuma bukan untuk fondasinya. Bangunannya aman buktinya sampai sekarang masih kokoh berdiri,” kata dia.
Para santri juga melakukan aktivitas ekonomi lewat berdagang. Mereka akan diberikan modal untuk belanja ke pasar. Hasil belanja itu akan mereka jadikan panganan untuk dijual kembali di lingkungan sekitar pesantren. Selain dari hasil belanja di pasar, para santri juga mendapat bahan baku dari hasil kebun.
Tak hanya itu, mereka pun diperkenalkan dunia ketatanegaraan dalam lingkup kecil lewat Pemerintahan Desa dan Kecamatan. Para santri menjalani magang untuk mengetahui bagaimana desa bekerja. “Mereka bahkan pernah kita ajak ke DPRD Kabupaten Karawang supaya tahu bagaimana pemerintahan berjalan,” ujar Ustaz Ade.
Untuk bidang dakwah, para santri diharuskan untuk terjun ke masyarakat saat bulan Ramadhan tiba. Mereka akan bertugas ke sekolah dan madrasah untuk mengajar dan mengisi acara pesantren kilat. Tak hanya itu, mereka pun kerap diterjunkan saat masyarakat atau lembaga hendak menjalani kegiatan maulid nabi, haul hingga tahlil.
Awal berjalan
Sebelum Pesantren Nurul Alam dibangun, Ustaz Ade kerap berdakwah di daerah Sanggabuana. Bersama beberapa orang teman, dia mendirikan gerakan anti munkarot pada 2006. Gerakan ini bertujuan untuk mencegah kemaksiatan yang rentan terjadi di daerah kawasan wisata Sanggabuana. Mereka akan mengingatkan pengunjung atau wisatawan agar tidak melakukan kegiatan asusila.
Gerakan yang dinaungi Kapolres Kabupaten Karawang ini juga mengajarkan anak-anak sekitar Kampung Jayanti—sebelum diubah menjadi Kampung Sirnaruju—baca tulis Alquran. Status kampung sebagai desa tertinggal membuat Ustaz Ade dan kawan-kawan tergerak untuk mengajarkan mereka ilmu agama. “Setelah kita naik ke tempat wisata kebetulan kita suka menginap di masjid. Keesokan harinya kita ngajarin ngaji,” ujar Ustaz Ade yang merupakan sarjana lulusan Universitas Terbuka.
Menurut Ustaz Ade, banyak anak-anak kampung yang keberatan untuk bersekolah. Mereka diwajibkan keluarganya untuk membantu mencari nafkah di hutan dan sawah. Untuk itu, Ustaz Ade pun memiliki ide membuat sekolah alam sehingga mereka bisa belajar sambil tetap membantu orang tua.
"Mereka bisa belajar di atas batu, di bawah pohon kayu, kanan-kiri pohon cau tanpa baju tanpa sepatu bisa tetap dapat ilmu," ujar dia.
Filosofi ini yang mendasari Ustaz Ade untuk menyelenggarakan pendidikan. Tekadnya pun didukung masyarakat setempat. Dengan tanah wakaf dari warga setempat, Ustaz Ade mendirikan pesantren tanpa proposal.
Dengan modal seadanya dan bantuan swadaya tenaga dari masyarakat, dibangunlah Pesantren Nurul Alam Sanggabuana. "Kemandirian ini yang hendak kita bangun di pesantren," kata ustaz yang juga menjalani bisnis tersebut.
Nama : Pondok Pesantren Nurul Alam Sanggabuana
Alamat : Sirnaruju, Mekar Buana, Tegal Waru, Karawang, Jawa Barat
Jumlah Santri : 53 Orang
Jumlah Guru : 10 Orang
Uang Masuk : Rp 5 Juta
SPP Bulanan : Rp 1 Juta (dengan makan)
Kegiatan : Silat, mendaki gunung, pramuka, magang di perkantoran, beternak, bertani, wisata religi
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook