Ketua KPU RI Arief Budiman (dua kanan) bersama Ketua Bawaslu Abhan (dua kiri), Ketua DKPP Muhammad (kanan) dan Anggota KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi (kiri) meluncurkan gerakan Klik Serentak di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (15/7). | Republika/Prayogi

Nasional

KPU Maksimalkan Gugus Tugas Keamanan Siber

Gugus tugas keamanan siber sebenarnya mulai diaktifkan saat krusial seperti penghitungan suara.

JAKARTA -- Setelah percobaan peretasan laman lindungihakpilihmu.kpu.go.id tengah pekan lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana memaksimalkan gugus tugas keamanan siber pemilu. Anggota KPU Viryan Azis mengaku, gugus tugas keamanan siber sebenarnya mulai diaktifkan saat krusial seperti penghitungan suara.

Namun, melihat kondisi saat ini, KPU berencana mengaktifkan sejak awal gugus tugas ini untuk menjamin keamanan siber Pilkada 2020. Gugus tugas keamanan siber sudah diinisiasi sejak akhir 2018.

"Jadi, gugus keamanan siber insya Allah akan kita optimalkan kembali. Sesungguhnya terus berjalan namun memang kita melihat gugus tugas keamanan siber biasanya kita lihat perilaku penyerang itu pada saat hari pemungutan suara, yaitu ke Situng atau web sejenis," kata Viryan dalam diskusi daring, Ahad (19/7).

Viryan menggarisbawahi pentingnya kerja sama multipihak dalam menjaga keamanan siber teknologi pilkada 2020. Sejumlah pihak dilibatkan dalam gugus tugas keamanan siber untuk pemilu 2019 lalu tersebut, antara lain Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), kemudian Cyber Crime Mabes Polri, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

KPU mengaku, pascaserangan laman lindungihakpilihmu.kpu.go.id langsung dilakukan penguatan sistem keamanan di sejumlah aplikasi dan jaringan. "Terkait keamanan aplikasi kami membedakan antara server produksi dengan server publikasi sehingga ketika terjadi serangan pun efektif kepada publikasi yang ada pun tidak akan berpengaruh kepada data dan ini praktik baik yang akan kami teruskan," ujar Viryan.

 
Pascaserangan laman lindungihakpilihmu.kpu.go.id langsung dilakukan penguatan sistem keamanan di sejumlah aplikasi dan jaringan.
 
 

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Nurul Amalia menyarankan agar sistem keamanan siber KPU dilakukan maksimal, meskipun belum menerapkan e-voting atau rekapitulasi elektronik. Sebab, keamanan siber KPU memengaruhi kredibilitas mereka sendiri dalam penyelenggaraan pemilu. Nurul menilai, risiko keamanan siber akan terus ada sehebat apa pun teknologi yang dibangun.

Oleh karena itu, sistem yang dipersiapkan KPU menurutnya sangat menentukan bagaimana dampak serangan tersebut ter hadap kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan data dan teknologi. "Di sinilah pentingnya untuk memastikan beberapa hal. Misal harus ada cyber hygiene," ujarnya.

Audit keamanan

Ketua Pusat Keamanan Siber dan Kriptografi Universitas Indonesia (UI) Setiadi Yazid menyarankan agar KPU mematangkan sistem informasi yang sudah ada. Penggunaan sistem baru, kata dia, justru berpotensi menambah kerawanan baru.

"Artinya dibuat kita semakin jago mengoperasikannya, semuanya stabil, semua tahu cara kerjanya bagaimana semua ada back up dan sebagainya," kata Setiadi.

Ia menilai, penting juga meminta pihak ketiga untuk mengecek kesiapan sistem informasi yang dimiliki KPU. Pihak ketiga yang dimaksud yaitu dari lembaga audit. "Lalu ada business continuity plan, jadi kalau seandainya diserang pun apa yang kita lakukan supaya tetap jalan terus pemilihan umumnya," ujarnya.

Selain itu, dia juga menyarankan agar KPU melakukan perencanaan yang baik. Penting juga menurutnya menjaga agar beban kerja penyelenggara tidak berlebihan.

"Salah satu masalah pemilu yang lalu adalah overload, ada lima kotak yang harus dibuka semua sehingga semua kecapekan karena capek maka kerjanya nggak berkualitas. keamanan pun terabaikan," kata Setiadi.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat