Ketua DPR Puan Maharani dan Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan paparan saat konferensi pers terkait Rancangan Undang-undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP). | Putra M. Akbar/Republika

Kabar Utama

Dulu HIP Kini BPIP

Nasib RUU HIP masih akan dibahas periode sidang mendatang.

JAKARTA -- Presiden Joko Widodo mengutus enam menteri sekaligus ke Kompleks Parlemen Senayan untuk menyampaikan sikap atas polemik Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Selain mendorong penundaan pembahasan RUU tersebut, pemerintah juga menawarkan RUU baru, yakni RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Rombongan yang diujungtombaki Menko Polhukam Mahfud MD tersebut juga menyertakan Menkumham Yasonna Laoly, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menpan RB Tjahjo Kumolo, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, serta Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Sebelum menuju DPR, kelima menteri itu berkumpul terlebih dahulu di kantor Kemenkopolhukam.

"Saya membawa Surat Presiden yang berisi tiga dokumen. Satu dokumen surat resmi dari Presiden (Joko Widodo) kepada Ibu Ketua DPR (Puan Maharani) secara resmi untuk sampai ke DPR," ujar Mahfud di Kompleks Parlemen Senayan, kemarin. Selain itu, menurutnya ia juga menyerahkan draf RUU BPIP dan daftar inventaris masalah (DIM) RUU tersebut.

RUU BPIP, menurutnya merupakan bentuk respons atas penolakan di masyarakat terhadap RUU HIP. Di antaranya, dalam RUU BPIP terdapat TAP MPRS Nomor XXV/1966 sebagai konsideran kedua setelah UUD 1945. TAP MPRS yang tak dipakai sebagai konsideran di RUU HIP itu mengatur larangan ajaran Komunisme, Marxisme, Leninisme.

"Yang kedua, perumusan Pancasila kita kembali apa yang dulu dibacakan oleh Bung Karno pada tanggal 18 Agustus tahun 1945 yaitu Pancasila yang sekarang tertuang di dalam pembukaan dengan lima sila dalam satu kesatuan makna dan satu tarikan napas pemahaman," kata dia.  Sedangkan dalam RUU HIP dicantumkan pasal berisi usulan pemerasan Pancasila menjadi Trisila, bahkan Ekasila dengan sila tunggal “Gotong Royong”. 

RUU HIP diusulkan Fraksi PDIP. Salah satu tujuannya memang memperkuat landasan hukum pembentukan BPIP yang selama ini diatur peraturan presiden. Salah satu pimpinan badan itu adalah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai ketua dewan pembina.

Rencana pembahasan RUU HIP dimulai dengan rapat dengar pendapat umum pada 11 Februari 2020. Rapat Paripurna DPR menyetujui RUU HIP menjadi usul inisiatif dan masuk Program Legislasi Nasional pada 12 Mei. Fraksi PKS menolak pembahasan karena keberatan dengan substansi RUU dan Fraksi Demokrat menolak sehubungan kondisi pandemi.

Belakangan, penolakan RUU HIP oleh ormas-ormas Islam mengemuka sehubungan persepsi adanya penyempitan makna Pancasila dan upaya melonggarkan larangan atas komunisme. Seluruh fraksi yang sempat mendukung RUU itu, kecuali PDIP, berbalik menolak. Diujung polemik itu, politikus PDIP Rieke Diah Pitaloka yang mengetuai Panja RUU HIP, dipindahkan dari posnya di Badan Legislatif DPR. 

Ketua DPR Puan Maharani menegaskan, menegaskan RUU yang baru disodorkan pemerintah tersebut berbeda dengan RUU HIP. "Yaitu berisikan substansi yang telah ada di dalam peraturan presiden yang mengatur tentang BPIP dan diperkuat menjadi substansi RUU BPIP," kata Puan di Kompleks Parlemen Senayan.

Puan menjabarkan, RUU BPIP terdiri dari 7 Bab dan 17 Pasal sedangkan RUU HIP yang berisikan 10 Bab dan 60 pasal. Dari sisi substansi, Puan menjelaskan, pasal-pasal RUU BPIP hanya memuat ketentuan tentang tugas, fungsi, wewenang dan struktur Kelembagaan BPIP. "Sementara pasal-pasal kontroversial seperti penafsiran filsafat dan sejarah Pancasila dan lain-lain sudah tidak ada lagi," ujar Puan. 

 
Saya membawa Surat Presiden yang berisi tiga dokumen. Satu dokumen surat resmi dari Presiden (Joko Widodo) kepada Ibu Ketua DPR (Puan Maharani) secara resmi untuk sampai ke DPR.
MAHFUD MD, Menko Polhukam
 

DPR dan Pemerintah juga sepakat bahwa konsep RUU BPIP ini tidak akan dibahas dalam waktu dekat. "Tetapi akan lebih dahulu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk ikut mempelajari, memberi saran, masukan dan kritik terhadap DIM RUU BPIP tersebut," jelasnya. Puan berharap, pertentangan pemikiran dan sikap yang terjadi akibat RUU HIP dapat diakhiri. 

Penyampaian RUU BPIP kemarin berbarengan dengan rapat paripurna penutupan masa sidang ke-IV Masa Sidang 2019-2020. Meski begitu RUU HIP yang sudah ditawarkan alternatifnya tersebut masih tetap masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. 

Pimpinan DPR berkilah nasib RUU HIP akan ditentukan di masa sidang berikutnya. "Mekanisme akan dibicarakan apakah dicabut atau penggantinya ini akan diatur masa sidang depan dan walau diganti dengan (RUU) BPIP yang hanya mengatur lembaga," kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Kamis (16/7).

Dasco mengatakan, DPR tidak akan membahas RUU HIP dan RUU BPIP sebelum menerima masukan yang komplit dari masyarakat. Politikus Gerindra Gerindra itu mengatakan, pemerintah memang tidak menyetujui pembahasan  RUU HIP yang membahas ideologi Pancasila. "Sebagai gantinya pemerintah mengusulkan RUU BPIP yang mengatur lembaga yg bertugas untuk mensosialisasikan pancasila yang sudah final," kata Dasco menegaskan. 

Mestinya Dicabut

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai, DPR RI sudah saatnya mencabut RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Penolakan dari pemerintah dan masuknya usulan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menjadi alasannya. 

"Soal usulan RUU BPIP, saya kira ini usulan bagus untuk dipertimbangkan bersama dengan DPR sebagai pengganti RUU HIP. Dengan kejelasan nama RUU BPIP, intensi penyusun RUU itu semakin jelas, objek yang mau diatur juga jelas," kata Peneliti Formappi Lucius Karius saat dihubungi Republika, Kamis (16/7).

Lucius menilai, usulan RUU BPIP lebih baik ketimbang RUU HIP yang seolah-olah menjabarkan ideologi Pancasila, tetapi ujung-ujungnya mau memberikan legitimasi untuk keberadaan BPIP. Dengan berbagai wacana perubahan terhadap RUU HIP maka DPR mesti mengevaluasi kembali usulan mereka. 

"Jika kebutuhan yang riil adalah menaikkan derajat BPIP secara kelembagaan, mungkin yang harus disiapkan DPR adalah naskah akademik baru beserta draf RUU BPIP itu serta menghapus RUU HIP yang sekarang sudah dalam proses persiapan pembahasan," kata Lucius. 

Di samping itu, lanjut Lucius, penolakan publik mestinya sudah cukup menjadi pertimbangan DPR, khususnya Badan Legislatif (Baleg) untuk memikirkan ulang RUU HIP ini. "Saya kira paling tepat Baleg menarik kembali RUU tersebut dari daftar Prolegnas Prioritas. Setelahnya, baru mulai mempertimbangkan untuk mengusulkan RUU baru, seperti usulan Mahfud (menko polhukam), RUU BPIP," kata dia. 

Lucius mengatakan, akan baik jika usulan pemerintah berupa RUU BPIP yang disampaikan menjadi pertimbangan bagi DPR untuk membicarakan RUU ini, bukan meneruskan rancangan lama yang sudah banyak menimbulkan kontroversi.

Ia menilai, jika usulan RUU BPIP dalam rangka mengganti RUU HIP, prosedurnya harus dibicarakan bersama dengan DPR sebagai pengusul. Pemerintah bisa saja mengajukan perubahan melalui DIM yang disampaikan ke DPR bersamaan dengan Surpres RUU HIP.

photo
Sejumlah massa saat melaksanakan aksi tolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (16/7). Aksi itu menuntut DPR untuk mencabut RUU HIP dari prolegnas dan pengusutan inisiator RUU tersebut - (Republika/Putra M. Akbar)

"Poin penting dari apa yang disampaikan Mahfud saya kira adalah soal keterbukaan mereka, untuk menyerap aspirasi publik dalam proses penyusunan dan pembahasan RUU HIP. Keterbukaan pada aspirasi publik itu mestinya juga berlangsung di DPR, apalagi DPR sebagai wakil rakyat," kata Lucius. 

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muhyiddin Junaidi menyampaikan bahwa Dewan Pimpinan MUI Pusat dan seluruh MUI Provinsi tetap menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). MUI meminta agar DPR tidak lagi memasukkannya dalam prolegnas.

"Maklumat MUI (tentang penolakan RUU HIP) didukung sepenuhnya oleh semua kalangan dan elemen masyarakat pencinta Pancasila dan penjaga kedaulatan negara," kata KH Muhyiddin kepada Republika, Kamis (16/7).

Ia menegaskan, bahkan para pimpinan agama-agama juga sepakat agar RUU HIP dicabut dari prolegnas. Maka itu, DPR dan pemerintah serta rakyat Indonesia diminta untuk bersatu padu menjaga dan mengamalkan Pancasila. Tetap jadikan Pancasila sebagai nasional konsensus demi kesatuan dan persatuan.

Ia mengingatkan, seharusnya DPR mendengarkan aspirasi rakyat dan bangsa, bukan sebaliknya menantang dan mengabaikan rakyat serta memainkan emosi mereka. Mandat yang DPR pegang adalah amanah rakyat, yang penggunaannya harus sejalan dengan kepentingan rakyat. "MUI akan mempelajari RUU yang diajukan pemerintah secara maksimal, masyarakat dan publik juga harus diberi akses untuk mengetahui isi RUU tersebut," ujarnya.

Sejumlah kelompok massa juga menggelar aksi unjuk rasa di beberapa pintu Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (16/7). Aksi yang digelar oleh sejumlah elemen dan organisasi masyarakat itu berbarengan dengan agenda pemerintah, yang akan menyampaikan sikapnya terkait RUU HIP.

Elemen buruh dan petani menggelar demo untuk menolak kelanjutan RUU Cipta Kerja, yang sampai saat ini masih terus dibahas oleh DPR. Sedangkan massa ormas keagamaan menolak RUU HIP. "Ketuhanan Yang Maha Esa adalah intisari Pancasila," teriak salah satu orator yang memprotes wacana mengerucutkan Pancasila menjadi Ekasila dalam RUU HIP.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat