Seorang pengunjuk rasa membawa bendera Amerika Serikat dalam aksi unjuk rasa di Konjen AS di Hong Kong, 4 Juli lalu. | AP/Kin Cheung

Internasional

Cina Ancam Balas AS

Cina akan mengenakan sanksi balasan terhadap individu dan entitas AS.

BEIJING -- Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan, Beijing akan mengenakan sanksi balasan terhadap individu dan entitas Amerika Serikat (AS). Ancaman ini muncul karena Presiden AS Donald Trump memerintahkan diakhirinya status khusus Hong Kong sehari sebelumnya. 

"Urusan Hong Kong adalah murni urusan dalam negeri Cina dan tidak ada negara asing yang memiliki hak untuk ikut campur," kata pernyataan Kemenlu Cina. 

Kritik terhadap Undang-Undang (UU) Keamanan merujuk pada kekhawatiran akan kehancuran kebebasan yang dijanjikan ke Hong Kong ketika kembali ke pangkuan Cina pada 1997. UU itu memuat poin subversi, pemisahan diri, terorisme, dan kolusi dengan pasukan asing.

Mengutip keputusan Cina untuk memberlakukan UU untuk Hong Kong, Trump menandatangani perintah eksekutif yang akan mengakhiri perlakuan ekonomi istimewa untuk kota tersebut. "Tidak ada hak istimewa khusus, tidak ada perlakuan ekonomi khusus, dan tidak ada ekspor teknologi sensitif," katanya dalam konferensi pers. 

Trump juga menandatangani RUU yang disetujui oleh Kongres untuk menghukum bank yang melakukan bisnis dengan pejabat Cina yang menerapkan UU baru itu. "Hari ini saya menandatangani undang-undang, dan perintah eksekutif untuk meminta pertanggungjawaban Cina atas tindakan agresifnya terhadap rakyat Hong Kong," katanya. 

photo
Seorang pengunjuk rasa membawa mendera Amerika Serikat dalam aksi unjuk rasa di Konjen AS di Hong Kong, 4 Juli lalu. Pengunjuk rasa meminta AS turut campur mencegah tirani Cina di Hong Kong. - (AP/Kin Cheung)

Ketegangan AS dan Cina juga terjadi terkait isu Xinjiang. Pemerintah Cina mengatakan akan melindungi perusahaan-perusahaan di negaranya yang terancam sanksi AS. 

Beijing menganggap Washington telah melakukan intervensi. Kementerian Perdagangan (Kemendag) Cina mengungkapkan, AS telah menyalahgunakan keluhan tentang hak asasi manusia (HAM) untuk menekan perusahaan-perusahaan negaranya. 

"Ini buruk bagi Cina, buruk bagi AS, dan buruk bagi seluruh dunia," kata Kemendag Cina dalam sebuah pernyataan, Rabu (15/7). Cina mendesak AS menghentikan tindakan buruknya. 

"Cina akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk secara tegas melindungi hak serta kepentingan sah perusahaan Cina," ujar Kemendag Cina. 

Pada 1 Juli lalu, AS mengatakan, perusahaan-perusahaan yang melakukan proses produksi dengan kerja paksa atau teknologi pasokan di kamp-kamp di Xinjiang dapat menghadapi risiko pencemaran nama baik dan tuntutan hukum. Washington telah menjatuhkan sanksi untuk empat pejabat Cina yang dianggap terlibat dalam pelanggaran HAM di Xinjiang. 

Pemerintah Cina belakangan juga menyebut AS memiliki keinginan menabur perselisihan antara Beijing dan negara-negara ASEAN terkait masalah Laut Cina Selatan (LCS). Hal itu disampaikan setelah Menlu AS Mike Pompeo mengatakan klaim atas LCS tidak memiliki dasar dalam hukum internasional.

photo
Kapal induk USS Ronald Reagan (CVN 76) (kanan), melakukan latihan militer di Laut Cina Selatan, 6 Juli 2020. - (EPA-EFE/MC3 Jason Tarleton)

"AS sebagai negara di luar kawasan, tidak menginginkan apa pun selain kekacauan di LCS sehingga bisa memperoleh keuntungan dari perairan. Untuk tujuan ini AS berusaha keras menyulut masalah dan menabur perselisihan antara Cina dan negara-negara regional lainnya, melemahkan upaya Cina dan negara ASEAN untuk menjaga perdamaian serta stabilitas," kata juru bicara Kemlu Cina Zhao Lijian pada Selasa (14/7), dikutip laman resmi Kemlu Cina.

Dia turut merespons pernyataan Pompeo yang menyebut klaim Cina atas LCS tak memiliki dasar. "AS mengklaim bahwa Cina secara resmi mengumumkan garis putus-putus di LCS pada 2009. Itu tidak benar. Kedaulatan, hak, dan kepentingan Cina di LCS telah dibangun selama sejarah panjang," ujarnya.

Zhao mengklaim Cina telah secara efektif menjalankan yurisdiksi atas pulau-pulau dan terumbu di LCS selama ribuan tahun. "Kembali pada 1948, Pemerintah Cina secara resmi menerbitkan garis putus-putus tanpa negara lain yang mengajukan perselisihan dalam waktu yang sangat lama," ucapnya.

Menurut dia, kedaulatan teritorial Cina atas LCS didasarkan pada sejarah dan hukum. Selain itu, klaim tersebut konsisten dengan hukum dan praktik internasional yang relevan.

Sebelumnya Pompeo menyatakan AS menolak klaim Cina atas sumber daya di LCS. Hal itu dinilai tak memiliki dasar dalam hukum internasional. "Kami menegaskan klaim-klaim Beijing atas sumber daya  lepas pantai di sebagian besar LCS melanggar hukum sepenuhnya, seperti melakukan perundungan untuk mengendalikannya," kata Pompeo pada Selasa (14/7).

Menurut Pompeo, selama bertahun-tahun Cina mengintimidasi negara-negara ASEAN guna mengukuhkan klaimnya atas LCS. Dunia tidak akan membiarkan Beijing memperlakukan LCS sebagai kerajaan maritim," ujarnya.

Cina diketahui mengklaim hampir 90 persen wilayah LCS. Namun hal itu ditentang oleh sejumlah negara ASEAN. AS pun menolak klaim tersebut karena memandang LCS sebagai perairan internasional. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat